KabarTerkini

Siberkreasi Netizen Fair 2017 Digelar, Najwa Shihab: Indonesia Darurat Literasi Digital

JAKARTA, biem.co – Dewasa ini banyak warganet yang semakin marak berlomba-lomba mengeluarkan konten dari media sosialnya masing-masing. Dengan adanya hal tersebut perlu diperhatikan pula bagaimana kondisi digital di era sekarang ini. Apakah era digital di Indonesia semakin berkembang atau malah menghambat kelancaran pola pikir warganet? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Najwa Shihab salah satu jurnalis yang memulai karirnya menjadi jurnalis Metro TV memaparkan mengenai kondisi literasi digital di Indonesia pada acara Siberkreasi Netizen Fair 2017, Sabtu (28/10).

Najwa Shihab menerangkan, saat ini kita memasuki area digital yang butuh kemampuan dan skill berbeda, kita berada di tengah situasi begitu banyak informasi yang disodorkan di depan mata, sehingga apa yang kita perlukan sekarang bukan lagi siap untuk mencari informasi, tapi siap memilih informasi, mana informasi yang sampah dan mana informasi yang benar, walaupun benar kita harus memilih lagi mana yang bermanfaat hingga perlu disebar, dan jika tidak benar itu cukup berhenti di kita saja, tidak perlu ada embel-embel “ini benar gak ya?”.

Najwa menambahkan, bahwa literasi digital di Indonesia ini terbilang darurat. “Sayangnya di era digital atau era teknologi informasi, semua orang bisa menjadi produsen konten dan menghasilkan berita, tetapi di sisi lain informasi seperti apa dan untuk saat ini dapat kita simpulkan informasi saat ini kecepatan. Harus cepat dan yang cepat itu dianggap berhasil sehingga orang berlomba-lomba mengeluarkan informasi yang kerap kali justru kadar kebenarannya belum teruji, kemudian selain kecepatan sekarang di era digital ini semuanya juga bisa instan dan terpotong-potong,” tambahnya.

“Itu akhirnya juga dialami oleh teman-teman saya di jurnalisme digital yang bahkan tidak terlihat memiliki kantong berita sendiri yang punya tata cara dan sebagainya, tetapi itu tidak terbenarkan dan informasi yang dihadirkan sepotong-sepotong, kalaupun ada pembaruan informasi kerap kali itu disampaikan pada berita setelahnya yang membuat jarang sekali bisa memahami titik persoalan dengan cara yang pas, jadi itu yang kita alami sekarang,” ujar Najwa.

Orang Indonesia termasuk masyarakat yang senang sekali bersosialisasi, ada 115 juta warganet aktif setiap bulan di Facebook, 65 juta main Facebook, dan Indonesia termasuk 3 negara yang punya teman paling banyak, di Instagram ada 45 juta orang setiap hari yang memposting konten dua kali lebih banyak dari rata-rata dunia, serta orang Indonesia pula tiga kali lebih banyak dari rata-rata dunia yang update status, dan 60% lebih banyak dari rata-rata dunia menulis berita.

“Sebetulnya sih saya ingin menjawab itu dengan mengatakan baik-baik saja dan sebagainya, tetapi dengan berat hati saya harus mengakui kalau bicara soal literasi itu menggunakan kata darurat mungkin saja tepat. Terutama jika kita belum tuntas bicara literasi baca tulis, kemudian tersebar dari jurnalisme online kawin-mawin dengan informasi yang terbiasa kita sebar lewat Facebook, Twitter dan media sosial lainnya, saya rasa pertayaan itu bisa terjawab dengan jawaban darurat, literasi darurat,” tuturnya.

Membaca buku memang bukan obat mujarab, tapi membaca buku akan melatih kita untuk tidak cepat menghakimi, kita tidak akan mudah mengambil kesimpulan yang baik sebelum kita membaca baris demi baris dan halaman per halaman sampai pada hakim yang paling pamungkas, sehingga kita tidak mudah cepat-cepat mengambil kesimpulan atau tidak cepat-cepat men-judge orang.

“Walaupun saya percaya dan saya yakin memang tidak mungkin ada satu obat mujarab melatih orang untuk terbiasa memilah informasi secara tepat, sedihnya memang sampai baru-baru ini pendidikan kita sejak dulu tidak pernah didesain untuk membuat orang bisa melatih daya berpikir kritis secara maksimal, dari dulu selalu diajarkan untuk menghafal saja. Kemudian yang kedua budaya kita juga kerap kali tidak memupuk atau mentoleransi untuk berpikir kritis, jadi kalau nanya dianggapnya cerewet, kalau nanya dianggapnya gak sopan, kalau banyak nanya dianggap ganggu, kemudian kita merasa enggan untuk menunjukkan sikap ingin tahu atau sikap mengoptimalisasi kemampuan otak,” lanjut Najwa.

Anang Achmad Latif, selaku CEO BP3TI dan Ministry of KOMINFO juga menambahkan darurat literasi digital di wilayah bagian Timur. Memang betul, Indonesia bukan hanya Jakarta, Indonesia bukan hanya Jawa, tapi masih ada saudara-saudara kita yang jauh di perbatasan di daerah terpencil yang sulit mencari sinyal, bahkan di sana ada yang namanya pohon sinyal,  harus memanjat pohon dahulu agar bisa mendapatkan sinyal.

Isu hal terkait dengan internet, bagaimana menjamin saudara-saudara kita khususnya daerah pesisir yang ada di daerah terpencil dan yang ada di bagian timur bisa menikmati yang namanya sinyal telpon. Bisa dikatakan, jika Jakarta memiliki kecepatan untuk download sekitar 7 mbps, masyarakat wilayah timur sana hanya sekitar 300 kbps.

“Jadi, saya bisa bayangkan ini satu banding dua puluh, kalau disini ada yang download 20 foto, di Timur tuh baru muncul satu foto. Betapa lambatnya ketika mereka mengakses youtube, bahkan dari sisi harga dengan kuota yang sama mereka membayar lebih mahal dibanding kita, ini sebuah persoalan,” ujar Anang.

Dalam acara yang digelar di Hall C JIEXPO Kemayoran tersebut memang sebuah langkah besar dalam mendidik masyarakat untuk bisa memilah suatu konten di media sosial, dan menghindari terjadinya fitnah atau berita hoax, serta meluruskan kita untuk berpikir sebelum berbagi dan berbagi hal-hal yang bermanfaat. Kini, Indonesia sekarang pada situasi yang membutuhkan keterampilan untuk bisa memilih, begitupun memilih informasi, mana yang seharusnya disebar, dan mana yang tidak seharusnya disebar. Ada baiknya mulai sekarang kita harus benar-benar cerdas dalam bersosial media. (uti)


Berita Terkait :

Cerdas dan Kreatif di Internet untuk Remaja, Simak Yuk!
Tutorial Aktifkan Reader Mode di Chrome, Dijamin Membaca di Internet Jadi Lebih Asik
Program Studi PWD-IPB Selenggarakan Kegiatan ‘PWD Brownbag Discussion’
Taman Gajah Tunggal, Uniknya Taman dari Daur Ulang Ban

Editor: Esih Yuliasari

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button