biem.co – Profesi dokter adalah profesi yang erat dengan nilai-nilai keluhuran, baik secara individu atau kelompok. Etika, profesionalisme dan rasa kemanusiaan senantiasa harus melekat pada profesi ini, baik melalui implementasi dalam menjalankan profesinya sehari-hari maupun dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, seorang dokter dituntut untuk terus mengembangkan kemampuannya, menguasai ilmu dan teknologi, dan menjunjung tinggi integritas etik dan moral untuk mengabdi pada kepentingan kemanusiaan.
Penanaman nilai-nilai luhur profesi ini lah yang juga dilakukan oleh Atep Supriadi (36), dokter muda, yang saat ini menjabat sebagai Spesialis Emergency Medicine IGD RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang, bersama kolega lintas profesi-nya.
Di luar jam praktik, khususnya akhir pekan, Atep bersama Tim Bakti Sosial RSUD Dradjat Prawiranegara yang terdiri dari unsur Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Serang dan STIKES Faletehan, mengadakan kegiatan sosialisasi Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Pengobatan Gratis di beberapa pelosok desa di wilayah Banten.
Menurut Atep, “Kegiatan ini menjadi kegiatan rutin tim setiap bulan. Kami berkeliling pelosok Banten. Dengan berkordinasi dengan stake holder dan memilih daerah-daerah yang kami anggap perlu untuk dikunjungi dan diberikan sosialisasi BHD dan pengobatan gratis. Khususnya wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kesehatan”.
“Sampai saat ini, sejak awal tahun 2017, tim baru melaksanakan sosialisasi BHD sebanyak 12 kali, Baksos pengobatan dan khitanan masal sebanyak tiga kali. Terakhir, bulan sebelumnya di wilayah Kasemen dan Cikeusal,” ungkap Atep.
“Bulan September nanti akan kami jadwalkan di wilayah Pandeglang,” tambahnya.
Memprakarsai kegiatan bakti sosial dan pengobatan masal gratis bukan hanya untuk mengisi waktu luang di saat libur. Dokter muda yang enerjik dan senang berbagi ini juga menerangkan, bahwa dirinya selalu ingat pesan moril dari percakapannya dengan sang Ayah, dulu, beberapa saat setelah ia mendapatkan sertifikat dokter spesialis.
“Yah, tentu saja, ini semua bukan hanya mengisi waktu luang,” ungkap Atep.
Atep bercerita, “Pada awal-awal saya menjadi Dokter Spesialis, saya membeli sebuah mobil baru, Ayah saya bertanya, ‘mobil apalagi yang akan kamu beli setelah ini?, bukankah kendaraan terakhir kita adalah Keranda Mayat?’”. Kata Atep melanjutkan ceritanya sambil tertunduk dan haru, ingat pesan ayahnya.
“Saya hampir tidak bisa melanjutkan percakapan,” ungkapnya.
“Ayah saya selalu berpesan, ‘Shalat mampu membawa kita ke surga, tapi apa yang kita miliki di surga adalah tergantung apa yang kita lakukan untuk sesama di dunia”. Tegasnya.
Pernah mengalami kesulitan mengobati Ibunya karena keterbatasan dokter di daerahnya, membuat Atep berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan berusaha semaksimal mungkin agar pasien mendapatkan pertolongan pertama.
“Dulu, waktu kecil, di daerah saya, satu kecamatan hanya ada satu dokter. Saya masih ingat, Ibu saya harus menunggu dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore untuk antri dan mendapatkan pemeriksaan dari dokter,” Ungkapnya.
“Dokter memang manusia, sehingga sama seperti yang lainnya, membutuhkan waktu istirahat. Tapi pasien juga manusia, butuh penanganan yang manusiawi,” tambahnya.
Pentingnya sosialisasi BHD pada masyarakat adalah untuk kepentingan masyarakat sendiri dalam memberikan pertolongan pertama.
Atep termotivasi hasil riset pada tesisnya saat mengambil spesialisasi. Menurutnya “Di daerah Malang, dari 100% pasien henti jantung, 100% tak tertolong, sementara di Eropa, dari 100% kasus henti jantung, 40% pasien bisa selamat. Ini karena pertolongan pertama yang dilakukan dengan cepat di rumah/lokasi serangan jantung”.
“Bahkan di Eropa sana, anak usia sekolah dasar sudah bisa melakukan pertolongan pertama, sementara di Indonesia, kita tidak melihat itu, untuk itulah, sosialisasi BHD ini kami anggap perlu,” tambahnya.
Tidak hanya Sosialisasi BHD dan pemeriksaan dan pengobatan gratis, rencananya, Atep dan Tim akan mengadakan Program Dokter Go To Pesantren di akhir tahun 2017 ini.
“Tahun ini, semoga Allah mengijinkan”, ungkapnya, “tim memiliki program Dokter Go To Pesantren. Pada program ini, di lokasi pesantren yang ditunjuk kami akan membuka klinik dan mensuplai obat gratis untuk para santri dan lingkungan sekitar,”
Bahkan menurutnya, “Tim kami akan praktik satu minggu sekali pada akhir pekan, selama 4-5 jam di pesantren tersebut”
Tidak berhenti sampai disitu. Atep dan rekan, ke depan memiliki cita-cita mendirikan Desa Muslim Siaga.
“Terinspirasi dari Pemerintah dengan upaya program Desa Siaga-nya, bersama Tim, kami ingin mendirikan Desa Muslim Siaga,”. Menurutnya, “di desa tersebut, setiap RT/RW harus peduli terhadap kesehatan lingkungan sekitar serta menjaga kebersamaan baik dalam kegiatan sosial maupun kegiatan keagamaan,”
“Pada Desa Muslim Siaga, setiap rumah tangga dapat menunaikan salat berjamaah di setiap waktu dan setiap hari jum’at bersama-sama membaca surat yasin,” harap Atep.
Atep yang mengidolakan Erdogan ini berpesan kepada anak muda di Banten, khususnya yang beragama Islam, untuk selalu mendekatkan diri pada Tuhan, laksanakan shalat 5 waktu berjamaah.
“Untuk mencapai ketengan batin, lakukan shalat berjamaah,” menurutnya, “kalau batin sudah tenang maka segalanya akan tenang”.
Atep mengajak semua tingkatan masyarakat untuk terus melakukan kebaikan sesuai dengan kemampuannya.
“Yuk!! Berbuat baik, tanpa harus menjadi yang terbaik”. Tutup Atep.
dr. Atep Supriadi, Sp. EM
Spesialis Emergency Medicine IGD RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang-Banten
Pengasuh Rubrik Kesehatan Biem.co