Oleh Indra Martha Rusmana
biem.co – Sebagai makhluk yang diciptakan begitu sempurna, manusia memiliki akal pikiran untuk mampu mencipta, berkarya dan bermanfaat bagi sesama, maka manusia memiliki kedudukan tertinggi sebagai makhluk ciptaan-Nya. Sungguh sangat keterlaluan dan sungguh hal yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, ketika emosi yang merupakan salah satu bagian dari sifat manusia menjadi hal yang dikedepankan dalam berpikir, berkata dan bertindak.
Masih ingat dalam pikiran dan hati kita sebuah kasus yang menyayat hati dan perasaan kita sebagai manusia. Iya, kasus pembakaran manusia yang diteriaki “maling” oleh manusia lainnya, sehingga saat itu yang ada hanyalah emosi tanpa memperdulikan nasib sang korban dan keluarganya.
Mungkin kita bukanlah malaikat yang selalu taat dan patuh kepada Tuhan YME, namun sekali lagi, kita juga bukanlah setan atau iblis yang senantiasa tersesat karena keangkuhan dan kesombongannya. Kita adalah manusia yang memiliki kedua sisi tersebut yang dikontrol dan dikendalikan oleh hati dan nafsu. Jika hati lebih dominan, maka gerak langkah kita cenderung kepada hal yang positif. Namun jika nafsu yang lebih dominan, maka setiap perbuatan kita akan cenderung keluar dari peran kita sebagai khalifah di muka bumi.
Peran kita sebagai manusia adalah menjadi khalifah di muka bumi pastinya akan selalu berhubungan dengan manusia lainnya, interaksi yang terjadi inilah yang akan menjadikan bumi ini akan seperti apa? Ketika terjadi sebuah interaksi, maka setiap kata yang terucap, tindakan yang terlontar dan tulisan yang terbaca pasti akan mempengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Jika interaksi tersebut baik, maka hubungan akan baik.
Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka hubungan akan renggang dan terjadilah sesuatu berupa “ketidaknyamanan” dalam berinteraksi. Tanpa sadar mungkin kita telah menyakiti perasaan dan hati orang lain, namun tanpa sadar juga kita telah merasa tersakiti dan benar-benar merasa sakit dengan apa yang telah orang lain lakukan kepada kita. Disinilah diperlukan kekuatan hati kita untuk menerima setiap perlakuan orang lain kepada kita.
Saya pernah bertemu dengan seorang teman yang setiap bertemu dengannya, pasti menceritakan kisah sedihnya yang selalu teringat kata-kata kasar atasannya yang diucapkan kepadanya, padahal atasannya sudah pindah ke tempat lain. Sungguh, ketika hati dan pikiran kita menerima hal negatif dari orang lain, maka dia akan melekat dengan kuatnya terhadap diri kita, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup kita, kemanapun kita melangkah pergi maka hal negatif tersebut akan tetap ada dalam pikiran dan hati kita, bukankah ini adalah hal yang menyakitkan bagi kita karena kemanapun kita pergi perasaan tidak nyaman itu selalu terbawa?
Maka pertanyaannya adalah, bagaimana menghilangkan perasaan yang menyiksa tersebut? Jawabannya adalah MEMAAFKAN.
Memaafkan bukan sekedar kata, bukan pula sekedar ucapan, namun memaafkan adalah obat, obat bagi diri kita sendiri. Jika penyakit yang sedang kita derita adalah akibat perlakuan orang lain dan obatnya adalah memaafkan orang tersebut, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita tetap berada dalam kondisi tidak nyaman tersebut dan lebih memilih memiliki rasa sakit? Tentu pilihan kita adalah SEHAT dan BAHAGIA, bukan begitu?
Menurut penelitian yang dilakukan oleh University of Tennessee-Knoxville mengenai hubungan antara memaafkan dengan kesehatan tubuh, didapatkan hasil bahwa responden yang memaafkan kesalahan orang lain menunjukkan tanda-tanda perbaikan dalam tubuhnya, diantaranya tekanan darah dan tingkat stres yang menurun, sehingga menjadikan kondisi fisik dan mental menjadi lebih nyaman dan rileks.
Karena pada saat kita menyimpan amarah dan perasaan tidak nyaman terhadap orang lain, otot tubuh akan cenderung menegang, debar jantung akan semakin cepat sehingga asam lambung akan meningkat cepat, inilah yang memicu terjadinya sakit mag. Selain itu, orang yang memaafkan akan selalu terlihat optimis dan berpikiran positif dalam menjalani setiap hari-harinya.
Maka disini akan timbul kembali pertanyaan, TULISAN ini adalah teori, memang mudah mengatakannya, namun sejatinya memaafkan itu begitu sulit, maka bagaimana caranya?
Cara pertama adalah dengan mengikhlaskan semua kata-kata dan perbuatan buruk yang dilontarkan kepada kita dengan tersenyum dan menyerahkan semua kepada Tuhan YME. Biarkan semua hal negatif yang ada dalam diri kita seperti amarah, dendam dan sakit hati luruh dengan sendirinya bagaikan debu jalanan dihapus oleh air hujan, berpikir positif bahwa setiap manusia pernah khilaf, dan apa yang telah orang tersebut lakukan kepada kita adalah bentuk khilafnya sebagai manusia. Jika kita belum mampu dan masih merasakan sakit, ingatlah kembali kepada MEMAAFKAN adalah OBAT yang PALING CEPAT bagi kesehatan dan kebahagiaan kita.
Kunci yang kedua adalah mengubah emosi negatif kepada orang lain demi kebahagiaan kita adalah dengan mengubah hal yang negatif menjadi hal yang positif. Apa ini? Inilah kunci kebahagiaan yang menjadikan seseorang terlihat bahagia dan sukses. Ketika orang lain bersikap dan bertindak negatif kepada kita, kita mampu mengubahnya menjadi hal yang bermanfaat dan memang terasa bagi orang lain. Contohnya dengan menyalurkan hobi kita pada bidang tertentu, menuliskan hal positif dalam hidup kita dan mempublikasikan karya luar biasa kita sehingga dengan sendirinya emosi negatif tersebut akan luntur dan hidup kita menjadi bahagia.
banyak contohnya dari hal ini, seperti penyanyi Tulus yang ketika kecil disebut Gajah oleh teman-temannya, namun akhirnya menjadikan Gajah sebagai lirik lagu yang dapat kita nikmati hingga saat ini. Berbahagialah, karena bahagia itu tidak datang dengan sendirinya, namun kebahagiaan itu hadir dengan kita yang menciptakannya.
Indra Martha Rusmana, Dosen Pendidikan Matematika, FTMIPA UNINDRA, pendiri Bina Cerdas Mandiri yang bergerak di bidang pemberdayaan diri.
Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.
Berita Terkait :
Edi Ramawijaya Putra: Perkawinan Antara Industri Kebencian dan Masyarakat Nirkabel
Gufroni: e-KTP Makan Korban (Lagi)
Memprihatinkan! Rumah Ambruk, Nenek Asal Pontang Ini Tinggal di Gubuk Terpal
Assalamualaikum …saya Sari Wahyuni
” Ayolah …berlapang dada,jangan mudah tersinggung dan sakit hati. Kalau setiap urusan dimasukkan ke hati ,Kapan bahagianya hidup ini ”
Agama mengajarkan kita agar dengan lapang dada memberi maaf kepada orang yang berbuat salah.Bagaimana pun juga manusia sering lupa dan khilaf..Memberi maaf kepada orang atas ketidaksengajaannya adalah keutamaan buat orang yang sempat tersakiti. Dan memberi maaf atas tindakan buruk orang lain juga sebuah keutamaan jika itu bisa dilakukan.Rasulallah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bersifat pemaaf.Memberi maaf bukanlah menunjukkan seseorang itu lemah atau tidak mampu membalas. Suka memaafkan justru menunjukkan sifat keutamaan dan kemuliaan seseorang karena ia belajar dari sifat Allah yang Maha Pemaaf dan Maha Pengampun seberapa besar pun kesalahan yang pernah dilakukan hamba-Nya. Sikap pemaaf menunjukkan seseorang memilih jalan yang dekat dengan keridhoan Allah ketika sebenarnya dia bisa menuntut balas atas kesalahan orang lain.
Banyak orang berkata ” Meminta maaf dan memaafkan orang lain mudah diucapkan ,tapi sulit dilakukan ”
Benar, memang hal tersebut tidak mudah dan butuh perjuangan sampai Allah membantu kita mudah melakukannya dalam keseharian. Tips sederhananya adalah biasakan segera meminta maaf atas apapun yang kita rasa tidak tepat. Dengan meminta maaf, kita sebenarnya sedang menyelamatkan diri kita dan berusaha menghapus kesalahan yang telah terjadi.
Terimakasih pak Indra Martha Rusmana ..tulisan bapak sangat menginspirasi..
Assalamualaikum pak ..
Saya mardiana atikah,
Memaafkan bukan suatu hal mudah dilakukan, kadang walaupun kita dimulut sudah memaafkan tapi hati ini sering kali berkebelakangan. Ada rasa dimana orang yang menyakiti kita harus merasaan apa yang kita rasakan kadang kita sebut hal tersebut dendam. Sisi negatif dari dalam diri kita menginginkan orang yang menyakiti kita merasakan sakit yang lebih dari apa yang kita rasakan. Kadang kita yang merasa tersakiti akan melakukan cara apapun agar orang yang manyakiti kita merasakan hal yang sama.
Sering kali kita menyakiti perasaan orang lain tanpa kita sadari, namun ketika kita sadar telah menyakiti perasaan orang lain kita pun sulit untuk meminta maaf. Kata “maaf” satu kata dan bisa mengubah banyak hal. Maaf yang tulus adalah dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Seiring berjalannya waktu luka hati tidak akan langsung pulih. Namun menurut saya balas dendam terbaik adalah dengan tetep berlaku baik kepada orang yang telah menyakiti kita.
Saya setuju dengan kalimat dalam artikel yang mengatakan bahwa “Biarkan semua hal negatif yang ada dalam diri kita seperti amarah, dendam dan sakit hati luruh dengan sendirinya bagaikan debu jalanan dihapus oleh air hujan, berpikir positif bahwa setiap manusia pernah khilaf, dan apa yang telah orang tersebut lakukan kepada kita adalah bentuk khilafnya sebagai manusia.”
Mulai belajar untuk mengikhlaskan dan jalani hidup dengan penuh rasa syukur. Terima kasih karna telah banyak menginspirasi dan memotivasi kami untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Assalamuallaikum pak.
Saya Arwi Ardiansyah.
Saya sangat tertarik dengan artikel ini. Satu kata yg saya ambil dan memiliki makna yang amat sangat
“Jika interaksi tersebut baik, maka hubungan akan baik”. Namun seperti apa yang bapak sampaikan manusia bukan lah Tuhan yang sempurna. Ada kalanya manusia terpancing emosi nya yang berujung pertikaian satu sama lain. Sebenarnya meminta maaf atau memaafkan itu hal yang amat sangat mudah. Akan tetapi pada saat kondisi terjadinya pertikaian antara dua belah pihak dimana dua belah tersebut sama sama saling merasa benar dan gengsi untuk meminta maaf. Maka sampai kapan pun masalah tidak akan pernah selesai. Hidup pun akan jauh dari kata bahagia. Karna kebahagian itu bukan hanya di pandang dari harta kekayaan. Di satu sisi yang memaafkan akan terasa amat sangat sulit, karna apa?
Karna sifat manusia yang penuh dengan rasa dendam. Lalu tindakan apa yang harus di lakukan?
Saya kembalikan lagi ke pernyataan dari Bapak indra “Jika interaksi tersebut baik, maka hubungan akan baik”. Setiap individu dengan individu sangat sangat harus saling respect . Agar terjalinya interaksi yang baikm serta hubungan juga akan selalu baik. Maka kebahagian itu akan tetap terjaga.