HiburanWisata & Kuliner

Yang Legit dari Negeri Matahari Terbit

biem.co – Sabtu (15/7) untuk pertama kalinya saya terbang menuju negera yang dijuluki sebagai negeri matahari terbit yaitu Jepang, bersama Japan Air Line. Pesawat yang keren, besar dan memiliki tempat duduk nyaman walaupun saya hanya berada di kelas ekonomi.

Pramugari yang berbicara dalam campuran bahasa Jepang dan Inggris dalam setiap sapaannya, bekerja dengan nyaris sempurna melayani pelanggan selama kurang lebih tujuh jam di atas ketinggian ribuan kaki. Penumpang yang ada dalam penerbangan pagi hingga siang hari ini sebagian besar pun nampak seperti asli Jepang. Mulai dari cara bicaranya, wajahnya hingga perangainya. Perjalanan yang ditempuh di atas awan ini berlangsung dengan tenang, nampak beberapa dari mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang asik menonton TV, mendengarkan musik, membaca buku, ataupun khidmat menikmati tidur siangnya.

Cukup nyaman perjalanan siang itu. Tidak ada suara berisik yang berarti, tak seperti beberapa penerbangan lainnya yang kadang kesibukan seseorang mengganggu ketenangan orang lain.

Setelah menempuh perjalanan selama tujuh jam dengan perbedaan waktu dua jam lebih cepat di negara yang terkenal dengan bunga sakuranya ini, akhirnya roda burung besi tersebut berhasil dengan lembut menyentuh daratan dengan landasan yang cukup panjang. Semua penumpang tetap tenang di bangkunya masing-masing, tak satu pun berdiri atau terburu-buru menurunkan bagasi kabin. Lagi-lagi tidak seperti kejadian yang pernah saya alami, yaitu baru saja awak kabin mengumumkan sesaat lagi pesawat akan mendarat, belasan orang yang tampak oleh pandangan mata sudah mulai berdiri dan berjaga-jaga untuk segera turun dari pesawat. Pernah juga baru saja roda pesawat menyentuh kerasnya aspal, beberapa penumpang serta merta sibuk menurunkan barangnya di bagasi kabin hingga ada yang terjatuh dan hampir saja menimpa kepala anak saya yang ketika itu tengah lelap di pangkuan.

Penerbangan internasional kali ini berbeda, di mana saya mengira proses keluarnya penumpang akan memakan waktu puluhan menit, tapi yang ini tidak, cepat sekali para penumpang sudah bisa bergerak menuju belalai pesawat dan memasuki gedung bandar udara Narita. Saya yang duduk di kursi ke dua dari paling belakang, berharap bisa menyelesaikan sedikit lagi film Rangga dan Cinta yang belum tuntas saya saksikan, ternyata pupus harapan, karena pergerakan tiap penumpangnya begitu tertib, sehingga menjadi cepat dan lancar.

Adalah hal sederhana dari sebuah penerbangan di mana penumpangnya ingin merasa nyaman, tapi kadang sang penumpang tak pernah ingin berfikir panjang bagaimana agar sebuah kenyamanan bersama dapat kita ciptakan dan rasakan. Hal ini mungkin tidak ada hubungannya antara nama besar maskapai penerbangan dengan kenyamanan yang saya dapatkan, tapi menurut saya ada hubungan yang sangat erat antara budaya orang Jepang dengan kenyamanan sebagai dampak dari sebuah kebiasaan.

Beberapa hal berikut ini adalah tindak tanduk yang berhasil saya perhatikan dari kebiasaan mereka hingga berbuah kenyamanan bagi sesama, misalnya saat menuju pintu keluar pesawat tak terlihat satu orang pun yang berebut atau adu cepat di lorong pesawat yang tidak luas itu. Mereka antri, saling menghormati dengan orang yang ada di barisan depannya. Selanjutnya, mereka juga sangat tertib dalam menurunkan bagasi kabin, setiap orang menunggu penumpang lainnya selesai mengurus bagasinya, baru ia mengurus bagasi miliknya sehingga tidak terjadi kericuhan dalam penurunan barang.

Selain dari budaya penumpang yang rata-rata asli Jepang itu begitu tertib, dari maskapai penerbangannya pun mengurus keseluruhan penerbangan satu minggu lalu itu dengan sempurna. Seakan semuanya telah siap menyambut kedatangan burung besi dari Indonesia ini, sehingga pelayanan yang dirasakan oleh penumpang begitu memuaskan. Atas dasar pengalaman sering menunggu lama di dalam untuk bisa turun dan keluar dari pesawat, tapi kali ini semuanya terasa begitu lancar dan menyenangkan.

Sebuah pelayanan akan terasa istimewa jika dari penerima layanan juga mendukung kelangsungannya. Rasanya tidak pantas jika hanya menuntut kenyamanan saja namun tidak mendukung agar kenyamanan tersebut bisa tercipta, tidak salah bukan jika yang seperti ini disebut dengan ingin enaknya saja?

Dalam penerbangan ini saya belajar, tidak hanya tentang saling menghormati antar sesama penumpang, tapi lebih bagaimana menumbuhkan kesadaran diri untuk menjadi lebih baik, agar berdampak luas terhadap lingkungan sehingga yang merasakan kenyamanan bukan hanya kita seorang tapi juga bagi yang ada di sekitar.

Saling menghormati dan menghargai mungkin terdengar amat klise dan kuno, namun sadarkah kita bahwa berangkat dari hal yang kuno tersebut keharmonisan lingkungan bisa diwujudkan? Apakah kita lupa, seringnya terjadi keributan di jalan raya adalah karena egoisme yang sama-sama tinggi dari dua orang yang berbeda? Dua-duanya ingin menang sendiri? Dua-duanya merasa paling benar? Tidak ada yang bersedia mengalah dan bersadar diri tentang perlunya menghargai orang lain?

Sebuah penerbangan yang biasa, namun kali itu saya berada di tengah orang-orang yang berperangai luar biasa, sehingga semuanya terasa lancar dan nyaman, karena satu sama lain saling menghargai dan tak ada yang ingin diunggulkan.

Ingin hidup nyaman? Berlakulah tertib, lalu hormati dan hargai orang di sekitar kita. (dewi)

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button