biem.co — Pemilik Hotel dan Mal di kota besar tidak pernah khawatir kekurangan tamu selama libur lebaran, budaya mudik memberikan keuntungan tersendiri bagi bisnis mereka karena keluarga yang ditinggal pulang oleh para pembantu rumah tangganya sebagian besar akan menginap di Hotel dan menghabiskan waktunya di Mal untuk menemani anak-anak bermain, memilih makanan yang mereka suka, atau sekadar menonton film di bioskop.
Para tamu yang melarikan diri ke Hotel dan Mal ini tentu saja mereka yang tidak mau repot selama ditinggal pembantu, mereka sadar mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang mereka anggap sepele itu ternyata sangatlah berat. Belum setengah hari mengerjakannya sudah kehabisan tenaga, emosi pun mulai naik sampai ke ubun-ubun, pekerjaan terasa semakin berat karena dilakukan sambil mengeluh dan marah-marah, kemudian beberapa di antaranya mulai curhat di media sosial dan menyalahkan pembantu yang enak-enakan pulang kampung sementara majikannya kerepotan mengurus pekerjaan rumah tangga, mereka lupa yang namanya pembantu sebenarnya ya cuma membantu, bukan mengerjakan semua pekerjaan.
Perilaku menganggap sepele sering terjadi di sekitar kita, mereka lupa hal yang dianggap sepele itu ternyata dapat berdampak sangat besar dan merugikan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Misalnya saja ada seorang karyawan yang bekerja sebagai tax officer di perusahaannya tidak melaporkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) hanya karena komputernya ada masalah pada saat membuat e-faktur (faktur pajak elektronik), awalnya karyawan tersebut mungkin menganggap sepele kewajiban melaporkan PPN perusahaan setiap bulannya, ia tidak berusaha mencari jalan keluarnya dan memilih menunda kewajibannya melapor, sebulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya.
Tanpa ia sadari, hal yang dianggap sepele tersebut kemudian menggelinding seperti bola salju. Perusahaan pun mendapat teguran keras dari Kantor Pajak karena hampir satu tahun tidak melapor. Selain sanksi administrasi, perusahaan juga diwajibkan membayar denda sebesar 2 persen dari Dasar Pengenaan Pajak sebesar milyaran rupiah. Kerugian perusahaan sebesar itu bukan disebabkan oleh perusahaan tidak memenuhi kewajiban membayar pajak, tetapi hanya karena kelalaian administrasi yang sepele dari seorang tax officer yang tidak melaporkan PPN yang sudah dibayar oleh perusahaan.
Mengabaikan hal sepele juga bisa terjadi pada seorang karyawan yang bekerja di bagian Quality Control, karyawan yang bertugas memeriksa secara fisik barang yang dikirim oleh supplier tidak menolak barang yang kualitasnya jelek hanya karena mereka sudah menerima uang rokok, demikian juga dengan hasil analisa laboratorium pada barang tersebut, yang tidak sesuai spesifikasi pun akhirnya dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima. Perilaku yang dianggap sepele dan biasa ini sebenarnya berdampak besar dan dapat menyebabkan perusahaan kehilangan pelanggan karena produk yang dihasilkan berkualitas rendah dan tidak dapat bersaing dengan perusahaan lain. Kalau perusahaan sudah tidak memiliki pelanggan, tentu saja karyawannya tinggal menunggu waktu kapan perusahaan tersebut bangkrut dan menutup bisnisnya.
Baca juga: Catatan Irvan Hq: Generasi Ayam Negeri
Bayangkan kalau karyawan yang bekerja dibagian personalia dengan seenaknya menerima karyawan baru yang tidak memiliki kemampuan dan kompetensi yang dibutuhkan, yang penting ada uang pelicin, tidak enak karena titipan orang dekat atau ada hubungan saudara. Perusahaan yang dikembangkan dengan Sumber Daya Manusia yang lemah perlahan tapi pasti akan berdampak pada kehancuran perusahaan tersebut. Begitu juga dengan infrastruktur yang dibangun sebagai sarana untuk operasional perusahaan akan mudah ambruk apabila dikerjakan oleh kontraktor yang penunjukannya berdasarkan kontraktor mana yang berani menyelipkan amplop didalam penawarannya.
Sikap menganggap sepele pada hal-hal yang sepele itu memiliki kecenderungan pada sikap kurang menghargai, kurang menghormati, kurang mengindahkan sesuatu yang sebenarnya penting, bermanfaat dan berguna. Sikap memandang sepele itu sebenarnya merusak diri sendiri, kita sibuk menyalahkan orang lain padahal kita sendiri yang membiarkan diri kita diperalat dan dimanipulasi orang lain. Bagaimana kita mau dihargai orang lain kalau kita sendiri tidak bisa menghargai orang lain. Menghargai dan menghormati diri sendiri bukan diterjemahkan pada mendahulukan dan mementingkan diri kita sendiri tetapi bagaimana kita bisa menghormati dan menghargai lingkungan dimana kita berada.
Menerobos lampu merah adalah sikap tidak menghargai orang lain yang dengan sabar dan tertib menunggu giliran, menyalip dalam antrian adalah sikap kurang menghormati diri sendiri karena membuat orang lain tidak respek pada diri kita, membuang sampah disembarang tempat adalah sikap tidak terpuji yang dapat membuat wajah kota carut marut, mengundang penyakit dan membuka diri pada datangnya banjir. Banyak sikap kita yang menyepelekan hal-hal yang sepele, padahal berdampak besar pada kerugian yang tidak bisa dianggap sepele.
Menghargai dan menghormati diri sendiri dapat dimulai dari bagaimana kita menghargai dan menghormati orang lain, pada dasarnya kita bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya jika kita tidak menyepelekan hal-hal yang sepele. Mendengarkan saja tidak cukup, tataplah mata orang yang sedang berbicara kepada kita, jangan mengabaikannya dengan asyik bermain hp. Bila dilakukan dengan benar, ibadah bulan puasa ramadhan yang baru saja kita lewati adalah sarana yang tepat untuk melatih diri mengembangkan sikap saling menghargai satu sama lain dan dapat memperluas kapasitas kita untuk hidup lebih nyaman dan bahagia. Ingat, jangan menyepelekan yang sepele ya!. ^_^
Irvan Hq, adalah CEO biem.co dan Ketua Umum Banten Muda Community. Di sela waktu padatnya bekerja di sebuah perusahaan, Irvan menyempatkan diri membuat tulisan ringan sebagai catatan dari berbagai persoalan sosial kehidupan yang terjadi di sekelilingnya.