Oleh Ega Setya Pratama
16 JUNI 2015
di sudut mana aku kini sembunyi
—meringkuk kedinginan
di manakah keagunganmu mesti
kutemui—dalam ketelanjangan
yang sempurna
Cilegon
PENGERTIAN
masa lalu adalah perempuan telanjang
menari di panggung
pertunjukan yang ditinggalkan penontonnya
ingatan adalah liar pengembaraan lelaki
yang tersesat di hamparan sahara waktu
berpusing mencari mata angin
dan ini bukan lagi perihal kata kata indah
pada tiap bait puisi seorang penyair
tapi nyata dalam setiap embusan napas
kunanti dirimu
di ujung jemari yang mencari makna
dan sosok yang ini
mempunyai kelemahan hati
Cilegon, 2016
SETELAH PERTARUHAN
malam ini
setelah kelaknatan dalam hara dan haru
diri meledak
pelan-pelan kurapal lagi namamu
hingga lampu-lampu mati
—ribuan sayap laron berguguran
terserak di lantai kamar—
hingga malam suntuk menemu puncak
kelindan
lalu pagi yang tiba hilang arti
karena peluk cium itu telah kau akhiri
liur dan dahak
yang kau muntahkan di wajahku
kering, aromanya
yang kuhirup dengan khidmat dibawa
pergi angin
namun tak apa
aku tahu, masih ada kesempatan
bukankah kita akan bertemu di lain waktu
dan bertaruh lagi?
setelah fajar
sebelum senja
Cilegon, 31 Desember 2016
TRANCE
Laila
Laila
Laila
Lailahailallah
pada resah jiwaku
menggumam doa doa rindu
Aku sungguh merindu
rentangkanlah tanganMu
dekap tubuh ini
jiwa yang runtuh ini
rengkuhlah
semua telah pergi
semua telah pergi
O
Gusti
Ega Eryani Setyatama, adalah penyair, musisi, dan pegiat teater kelahiran Cilegon 4 April 1993. Ia telah bergelut dengan dunia kesenian sejak sekolah, kali pertama bergabung dengan Teater Lidi Banten yang didirikan oleh tokoh teater Cilegon, Dadang Maskur. Kemudian ia bergabung dengan Pendaringan Sastra Cilegon dan Lentera Sastra Indonesia, sebelum akhirnya diajak menggeluti seni musik tradisi oleh tokoh seni musik tradisi Cilegon, Edi Febriadi. Ega pernah tercatat sebagai pengurus termuda di dalam kepengurusan Dewan Kesenian Cilegon periode 2010/2015.
Hingga kini ia tetap setia di dalam tumbuh kembang kesenian, baik dalam dunia sastra, dunia teater, maupun musik tradisi. Ihwal karya sastra, ia termasuk orang yang tidak terlalu sering mempublikasikan karya. Sesuka-suka ia saja. Kalau sedang mau, karya-karyanya kadang ada di dalam antologi puisi atau media massa. Ia juga beberapa kali didelegasikan untuk mewakili Banten dalam ajang sastra Nasional, di antaranya Temu Penyair MPU X dan Jambore Sastra Nasional di Surakarta.
Rubrik ini diasuh oleh M. Rois Rinaldi.