Oleh: Sumardi, S.Pd.*
Pagi itu disambut riuh burung yang menari ke angkasa. Cikerai, udara segar begitu melimpah. Nyanyian serangga begitu menusuk rindu di telinga. Mata bermanja dengan panorama pegunungan berselimut kabut segar nan memesona. Anak-anak riang menapaki langkah bergembira, menyongsong hari cerah di sekolah. Berpamitan, ibu-bapaknya bergegas ke ladang dan sawah, lalu sebagian dari mereka membuat batu bata. Ada suara keakraban di sana. Kalau stress, tinggal ke belakang menengok aliran sungai, hilang sudah gundah gulana.
Bumi Cikerai, 2017.
biem.co — Sekolah yang berlokasi di perdesaan menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola sekolah, guru maupun siswa di dalamnya. Tidak ada trayek angkutan umum dan sinyal pun terbatas, kalau guru atau siswa datang terlambat, siap-siap ditinggal jemputan. Ya, walau kemajuan teknologi yang sangat pesat, penerapannya belum begitu menyeluruh. Aksesibilitaslah yang belum memungkinkan menjangkaunya. Ah, guru mana yang ingin mengajar di daerah tersebut?
SMA Negeri 3 Cilegon, salah satu potret sekolah negeri yang ada di Kota Industri Cilegon mempunyai lokasi yang seperti digambarkan di atas. Sekolah tersebut masuk dalam sekolah kota dan termasuk jajaran sekolah terbaik di Kota Cilegon untuk level menengah atas. Walau menempati lokasi di perdesaan, harus melewati perbukitan, sungai, hutan, dan perkampungan yang terbilang jarang. Namun jangan salah, sekolah ini mengantongi akreditasi predikat A, tentu artinya sangat baik. Sejumlah prestasi siswa maupun guru telah banyak ditorehkan.
Sebaran siswa pun begitu heterogen tak hanya menjangkau siswa dari kota, melainkan dari desa-desa. Mereka membaur membangun keharmonisan pembelajaran. Berproses, mengumpulkan mozaik-mozaik kehidupan yang kelak akan mengantarkan mereka pada jejak hidup masa depannya. Sekolah ini telah menerapkan konsep fullday school, di mana pada Sabtu dan Minggu sekolah libur.
Oktober 2016 lalu, saya diterima sebagai guru muda bidang studi Geografi di sekolah tersebut. Berproses menyesuaikan dengan ritme perjalanan mengakses sekolah. Pembelajaran demi pembelajaran membangun keharmonisan di kelas pun bertahap diterapkan. Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan. Di sinilah, geografi berperan memahami variasi fenomena geosfer yang siswa temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Bicara tentang pembelajaran geografi, tentu gaya-gaya klasik masih banyak kita temukan. Guru menjelaskan dengan metode ceramah (konvensional), siswa mendengarkan. Interaksi dua arah terkadang masih melekat dalam ruag kelas. Interaksi pembelajaran klasik ini tentu tak bisa kita hindari, apalagi dengan kondisi sarana sekolah yang terbatas, belum mendukungnya multimedia dan lain sebagainya. Sekolah di perdesaan, yang masih minim multimedia, terlebih lagi tidak ada ruang eksprimen geografi atau yang kita kenal laboratorium. Memang secara umum, sekolah-sekolah kita masih cenderung mengutamakan ruang eksperimen untuk rumpun sains dari pada rumpun sosial dan humaniora. Bagaimana dengan geografi yang konten materinya mencakup bidang sosial dan sains? Tentu ini dilema, karena di satu sisi pembelajaran geografi butuh ruang eksperimen seperti untuk tema-tema fisik maupun lingkungan.
SMA Negeri 3 Cilegon yang mempunyai lokasi di tengah perbukitan dan masih jauh dari permukiman menjadi nilai plus sebagai wahana pembelajaran siswa terutama bidang studi geografi. Ada peluang positif yang bisa dimanfaatkan oleh guru-guru sebagai sumber belajar. Kegiatan pembelajaran secara indoor class akan sangat menarik apabila dikemas pula secara outdoor class. Belajar geografi tanpa melihat langsung fenomena yang terjadi di alam ibarat seperti angan-angan. Outdoor learning salah satu solusi untuk kegiatan pembelajaran pada sekolah-sekolah yang belum mempunyai ruang eksperimen dan lokasinya berada di kawasan perdesaan.
Para siswa SMAN 3 Cilegon saat belajar bersama dengan memanfaatan ruang sekitar sekolah dan menerapkan outdoor learning. (Foto: Istimewa).
Wilayah sekitar sekolah mempunyai bentang alam dan sosial yang cukup melimpah untuk kegiatan praktikum siswa. Bentang alam perbukitan dan adanya beragam aktivitas pemanfaatan sumber daya alam menjadi sarana yang menguntungkan dalam menerapkan kegiatan pembelajaran siswa untuk fenomena fisik maupun sosial. Fenomena fisik seperti terdapat bekas aktivitas pertambangan, batuan, pasir, sungai, perkebunan, persawahan, hutan, dan lain-lain begitu melimpah. Selain itu, fenomena sosial seperti aktivitas kegiatan perekonomian masyarakat berupa aktivitas penambangan pasir dan batuan, pembuatan batu bata, kegiatan berkebun, pola permukiman, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, wisata edukasi pertanian dan lingkungan mulai bermunculan di daerah sekitar. Hal tersebut menjadi sarana pemanfataan ruang sekitar paling murah sebagai sumber belajar outdoor learning geografi bagi siswa. Geografi tak mempunyai laboratorium di dalam sekolah, tapi geografi mempunyai laboratorium yang maha luas di alam raya.
Pemanfaatan ruang sekitar sekolah dan penerapan outdoor learning tentu bisa juga dimanfaatkan oleh bidang studi lainnya. Guru saling belajar mengemas model outdoor learning dan menggali formula terbaik agar aktivitas luar kelas berjalan efektif dan efisien. Hal ini akan menjadi pengalaman yang berharga bagi siswa dengan daya dukung partisipasi siswa dalam proses belajar. Perlahan makna-makna yang akan dibangun selama proses pembelajaran akan melekat ketika siswa dilibatkan. Outdoor learning di atas bisa dijadikan penyeimbang ketika materi-materi tak cukup hanya bisa disampaikan dalam ruang kelas. Nah, sekolah berlokasi di perdesaan tentu bermuatan plus-plus apabila dalam proses pembelajaran kita tidak hanya terpaku dalam sekat-sekat ruang kelas. Ada alam raya yang bisa kita manfaatkan sebagai sumber belajar.
*Penulis adalah pendidik muda di SMA Negeri 3 Cilegon.