InspirasiOpini

Tahlilan, Romantisme Agama dan Budaya

biem.co — Sebagai masyarakat Indonesia, kita tentu banyak mengenal berbagai tradisi. Tak terkecuali tradisi yang bersentuhan dengan nilai agama. Salah satunya adalah  tahlilan. Banyak sekali pihak-pihak yang bermunculan menyatakan dirinya sebagai anti bid’ah. Dengan mengatasnamakan komunitas tertentu dengan menyebutkan bahwa tradisi tahlilan adalah salah satu perilaku bid’ah (baru dan sesat) dan harus dihapuskan dari masyarakat. Tanpa dasar hukum yang jelas pihak-pihak tersebut bahkan menyatakan bahwa tahlilan adalah haram. Maka dari itu, mari kita simak penjelasan singkat tentang tahlilan berikut ini:

Tahlil secara bahasa berasal dari sighat mashdar dari kata ”hallala”, yang bisa berarti membaca kalimat laa ilaaha illallah. Tahlilan atau dalam bahasa Indonesia yang benar adalah bertahlil adalah menggunakan atau memakai bacaan tahlil tersebut untuk maksud tertentu. Sekarang tahlilan digunakan sebagai istilah bagi perkumpulan orang untuk melakukan doa bersama bagi orang yang sudah meninggal, di mana bacaan tahlil menjadi inti dan puncak bacaan, berdasarkan keyakinan bahwa kunci pembuka gerbang surga adalah bacaan tahlil.

Menurut Al-Adzkar al-Nawawi, bab ma yunfi’ul mayyit min qauli ghairih, halaman 140 disebutkan bahwa dengan berkumpulnya orang untuk berdo’a tersebut, bagi pihak yang menghendaki serta mereka yang tergabung dalam majlis tarhim (majlis memintakan rahmat kepada Allah untuk seseorang), memiliki harapan agar yang sudah meninggal diterima amalnya oleh Allah, dan mendapatkan ampunan atas dosanya. Harapan ini berdasarkan firman Allah Q.S. Al-Hasr ayat 10 (yang menjadi kesepakatan ulama) bahwa berdo’a untuk orang yang sudah mati akan bermanfaat bagi mereka.

Dan orang- orang yang datang sesudah mereka, mereka berdo’a: ”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara – saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlan Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang – orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.

Berkumpul dalam melaksanakan tahlilan merupakan tradisi yang telah diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat Islam di Indonesia dengan membaca dzikir dan ayat- ayat Alquran. Umumnya tahlilan di Indonesia sendiri dilakukan oleh bapak-bapak sementara ibu-ibunya membantu di dapur dan keperluan lainnya. Meskipun ketentuan tahlilan tidak diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW, namun kegiatan tersebut dibolehkan (jaiz) karena tidak satupun unsur-unsur yang terdapat di dalamnya bertentangan dengan ajaran Islam, misalnya pembacaan surat Yasin, tahlil, tahmid, tasbih, dan semacamnya.

Kebiasaan di sebagian negara mengenai pertemuan di masjid, rumah atau di kubur untuk membaca Alqur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia, tidak diragukan lagi hukumnya boleh (jaiz) jika di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan dan kemungkaran, meskipun tidak ada penjelasan (secara dzahir) dari syari’at. Kegiatan di majlis ini bukanlah sesuatu yang haram (muharram di nafsih), apalagi jika di dalamnya diadakan kegiatan yang dapat menghasilkan ibadah seperti membaca Alqur’an atau lainnya kepada orang yang telah meninggal dunia. Bahkan ada beberapa jenis bacaan yang didasarkan pada hadis sahih seperti ”Bacalah surat Yasin di antara kamu”. Tidak ada bedanya apakah pembacaan surat Yasin itu dilakukan bersama-sama di dekat mayit atau di atas kuburnya, dan membaca Alquran seluruhnya atau sebagian, baik dilakukan di masjid atau di rumah”. (Ar-Rasail Al- Salafiyah, 46).

Yang tidak diperbolehkan adalah perkumpulan keluarga untuk meratapi kepergian mayit yang mencerminkan kesedihan mendalam karena ditinggalkan oleh orang yang dicintai. Seolah-olah tidak menerima ketentuan Allah. Dan acara tahlilan yang menyimpang akidah seperti pengkultusan seseorang yang diyakini mampu mendatangkan manfaat dan kerugian tertentu bagi jenazah. Pelaksanaan tahlil secara esensial merupakan perwujudan dari tuntunan Rasulullah SAW.

Semoga kita terhindar dari buruk sangka dan hendaknya terus mendalami keilmuan kita, terlebih untuk hal-hal keagamaan. Terutama pemuda yang berperan sebagai pelopor. Bagaimanapun juga kita akan terjun ke masyarakat mengamalkan juga menyebarkan ilmu yang telah kita punya. Wallahu ‘Alamu Bisshowab. (rei)

Editor: Andri Firmansyah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button