KabarTerkini

STIKOM Al-Khairiyah Gelar Seminar Sastra Internasional

CILEGON, biem.co — Seminar Internasional e-Sastera Indonesia Malaysia (SISIM) yang dilaksanakan oleh BEM STIKOM Al-Khairiyah Cilegon, berlangsung hangat. Sebanyak 350 peserta, dari berbagai kalangan profesi dan usia, memadati Gedung Al-Khairiyah pada Sabtu (19/11) kemarin.

Menurut Eka Cahya, selaku ketua pelaksana, mengungkapkan bahwa gelaran SISIM bertujuan untuk mengetengahkan persoalan-persoalan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui sudut pandang perkembangan dan pergerakan kesusastraan Asean. Hal tersebut berkesusaian dengan sudah citra Banten yang terkenal sebagai wilayah kegiatan ekonomi, pendidikan, pertukaran kebudayaan dunia.

“Seminar Internasional e-Sastera Indonesia Malaysia ini merupakan kepanjangan tangan sejarah peradaban Banten yang terbuka terhadap pergerakan dan perkembangan kebudayaan manusia di dunia, terutama yang kaitannya dengan pendidikan,” ujarnya.

Seminar ini menghadirkan Prof. Dr. Irwan Abu Bakar dari Malaysia, dalam paparannya, Irwan membuat perbandingan cerpen “Kelekatu dan Bunga” karya Ahkarim Abdul Halim dan “Luka di Langit Kuala Lumpur” karya Muhammad Rois Rinaldi. Ia mengurai pendekatan penulis berlainan negara tersebut (Malaysia dan Indonesia) dalam menangani beberapa unsur cerpen, terutamanya dalam menceritakan latar tempat dan budaya yang asing kepada diri penulis sendiri serta kepada masyarakat negaranya.

“Satu isu sosial (sokongan terhadap perjuangan menyelamatkan generasi kini) dan satu lagi isu pribadi (gagal dalam bercinta). Hal ini adalah perkara biasa apabila kita membandingkan cerpen dua orang penulis berlainan yang cerpennya diambil secara rambang. Maka perbedaan asal negara masing-masing maupun latar cerita tidak dapat dianggap sebagai penyumbang utama kepada kelainan pada tema yang dipilih penulis,” paparnya. Lebih lanjut ia juga mengungkap bahwa kajian yang lebih mendalam dan akademik mungkin dapat menimbulkan rumusan yang menarik bagaimana penulisan cerpen yang berlatarkan negara jiran dapat merapatkan hubungan sastera dan budaya dalam membentuk rasa kekeluargaan antara rakyat dua negara yang berkenaan.

Sementara itu, Soedarmono Moedjadi, selaku PUKET III STIKOM menghadirkan materi perkembangan teknologi informasi. Sebagai dosen yang menggemari karya sastra, ia rupanya begitu paham sejarah kesusastraan Indonesia, ia memaparkan bagaimana perkembangan kesusastraan dari masa ke masa.

“Pada masa kini, ketika teknologi informasi berkembang begitu pesat, para penggiat kesusastraan di Nusantara tidak dapat mengelak dari kenyataan perkembangan tersebut,” tukasnya.

Sedangkan pemateri dari Indonesia, Muhammad Rois Rinaldi, memaparkan perbandingan sajak lima negara dalam buku puisi 1.000 Detik Perasaan, terbitan E-Sastera Enterprise yang diinisiasi oleh Gabungan Komunitas Sastra Asean (GAKSA). Ia menuturkan bahwa untuk membandingkan kualitas atau pencapaian karya sastra dari negara yang berbeda adalah upaya yang melelahkan.

“Karena setiap negara memiliki bahasanya sendiri; bahasa memiliki kultur dan sejarah yang berlainan; sejarah dan kultur memiliki nilai-nilai yang identik. Oleh karenanya, ia lebih memilih membandingkan sudut pandang penyair di dalam memandang dunia manusia di berbagai negara,” pungkasnya. (Red)

Editor: Redaksi

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button