Oleh Media Sucahya
biem.co—Seorang perempuan berparas cantik tengah memaparkan hasil penelitian di sebuah ruangan hotel berbintang tentang masa depan media siber. Mengenakan blus berbatik motif bunga sambil sesekali mendekatkan mikrofon ke bibir, dia menuturkan tentang apa itu mahluk “jurnalisme multimedia longform.” Suatu terminologi baru, yang mungkin di telinga hadirin yang berjumlah 30-an orang, terdengar asing.
Perempuan itu, yang berprofesi sebagai dosen perguruan tinggi di Jakarta mengungkapkan, jurnalisme multimedia longform adalah teknik mengemas berita dalam format multimedia yang lengkap. Sebuah berita disajikan dengan teks yang menarik, didukung foto jurnalistik, video, dan narasi yang menjelaskan tentang konten pesan yang ditampilkan. Teks tidak harus panjang. Yang penting, karakter foto, audio, dan video mendominasi tampilan berita.
Begitu sederhana. Dan akhirnya, presentasi itu menarik dewan juri. Sehingga akademisi berusia 30-an tahun itu, meraih juara kategori media online dalam ajang “Tren Pola Konsumsi Media 2016” yang diadakan Serikat Perusahaan Penerbit Pusat di Semarang, 31 Agustus lalu.
Untuk mengeksekusi jurnalisme multimedia longform, jurnalis harus memiliki multikeahlian (multiskilling). Multiskilling berarti jurnalis harus mempunyai ketrampilan menulis berita, menguasai teknik foto serta audio, dan dapat mengoperasikan kamera untuk merekam berbagai peristiwa. Semua produk berbasis multiskilling itu harus dapat ditampilkan dalam jurnalisme multimedia longform.
Tuntutan para jurnalis harus multiskilling serta menguasai multimedia longform menjadi syarat bagi media cetak dan online untuk tetap eksis. Bila kriteria tersebut dapat dipenuhi, bolehlah para pemburu berita disebut jurnalis modern.
Melihat persyaratan itu, menjadi jurnalis moderan amat berat memang. Tapi mau tidak mau wajib dilakukan. Karena media cetak tidak hanya bersaing dengan media baru (media online), tapi harus berkompetisi dengan mesin mencari berita (news aggregator) seperti Google dan Yahoo. Media online juga harus berjibaku mengalahkan media sosial seperti Facebook dan Twitter. Mesin pencari dan media sosial menyediakan semua informasi yang dibutuhkan masyarakat. Semua fitur yang disiapkan pengelola, memudahkan masyarakat mencari berita yang dibutuhkan. Mesin pencari juga menghubungkan informasi tersebut dengan informasi yang terkait. Sehingga setelah membaca informasi utama, pengguna langsung mendapat tambahan infomasi lain yang melengkapi berita pertama.
Jauh sebelumnya, pengelola media cetak sudah menyadari pentingnya kamera video dan aplikasi multimedia untuk dijadikan standar kerja para jurnalis. Dimulai tahun 2005, pengetahuan tentang aplikasi software dreamweaver dan program multimedia flash menjadi ketrampilan ditularkan kepada wartawan. Karena itu, perusahaan media mulai mempersiapkan awaknya untuk memproduksi jurnalistik multimedia dengan memberikan latihan mengoperasionalkan kamera video.
The New York Times pada tahun 2006 menggabungkan wartawannya dalam satu gedung dan ruangan dengan menyatukan para redaktur agar bisa beradaptasi dengan konsep jurnalisme multimedia. BBC News pada tahun 2007 menyatukan website, program televisi, dan radio untuk meningkatkan daya saing. Washington Post melatih 12 orang wartawan untuk belajar video. Tampa Tribune yang memiliki 275 wartawan, 60 orang di antaranya juga dilatih mengoperasikan video.
Peningkatan keterampilan wartawan ini agar bisa membuat berita dalam format multimedia berupa video digital untuk konsumsi media online. Gambar di bawah ini menunjukkan seorang wartawan tidak hanya memiliki keterampilan menulis, akan tetapi juga membuat berita dalam bentuk video. Situasi ini menunjukkan transformasi teknologi telah memengaruhi newsroom dan cara kerja wartawan. (Weiss, 2008:5)
via Royston Robertson Cartoons
Meski jurnalis modern harus bisa memproduksi jurnalistik multimedia longform, tetapi inti sebuah penyajian berita adalah bagaimana sebuah peristiwa dinarasikan dengan cara-cara media tradisional. Sebuah berita merekonstruksi peristiwa yang ada di lapangan ke dalam wadah cetak atau media online. Dengan proses verifikasi narasumber serta menempuh kaidah check and recheck atas data yang disajikan, berita dapat dipertanggungjawabkan secara etika profesi. Pembaca pun akan jauh lebih senang menikmati karya-karya jurnalis modern. Mudah-mudahan, Anda termasuk dalam kategori tersebut.
Media Sucahya, Dosen Komunikasi, FISIP Universitas Serang Raya (Unsera).