SERANG, biem.co — Rais ‘Amm Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H. Ma’ruf Amin menyerukan gerakan literasi pesantren, sebagai upaya mengimbangi radikalisme yang marak dikampanyekan melalui berbagai media.
Cicit dari Syekh Nawawi Al-Bantani itu mengingatkan para kiai dan santri untuk memanfaatkan teknologi sosial media dan kebebasan pers sebagai momentum buat mendakwahkan Islam ramah dan tradisi keberagamaan rahmatan lil alamin yang diajarkan di pesantren.
“Pesantren saat ini harus mengkader santri-santrinya untuk melek media dan memanfaatkannya sebagai wahana berdakwah. Di samping mengajarkan kajian-kajian fikih, tauhid, tasawuf, dan kajian khas pesantren,” papar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini, usai meresmikan Sekolah Tinggi Ilmu Fiqh Syekh Nawawi Tanara, Sabtu (3/9/2016).
Maraknya dai televisi yang terkadang tampil tanpa menguasai kajian keislaman yang komprehensif, juga menjadi perhatian Kiai Ma’ruf. Fenomena tersebut, merupakan konsekwensi dari orientasi media menampilkan nuansa hiburan buat masyarakat.
“Media memang butuh entertainment, karena itu, dai-dai yang tampil di TV kadang lebih menghadirkan nuansa hiburannya ketimbang substansi dakwah. Tinggal kita bina mereka, agar mampu memberikan materi dakwah yang selaras dengan ajaran pesantren, yang bijak dan mendidik masyarakat,” imbuhnya.
Literasi di dunia pesantren, menurut Kiai Ma’ruf, pada dasarnya sudah terbangun dalam tradisi kajian yang diajarkan sejak berabad lampau. Para ulama Indonesia seperti Syekh Nawawi, Syekh Ahmad Khatib Sambas, hingga ulama kekinian, banyak memiliki karya yang menjadi bahan kajian di Pesanten. Bahkan, Syekh Nawawi dijuluki Sayyidul Ulama Hijaz, Pemimpin Ulama Hijaz, hingga saat ini dikenal di dunia akademis juga dikenang abadi, karena karya-karyanya. Karya-karya Syekh Nawawi menjadi rujukan para peneliti keislaman di berbagai kampus dunia. Kitabnya dikaji di pesantren-pesantren di negeri ini.
“Kajian fikih yang banyak ditulis oleh Syekh Nawawi dan ulama seangkatannya itulah yang kini mewarnai tradisi keislaman di Asia Tenggara, Afrika, dan sebagian Eropa. Syekh Nawawi juga mengajarkan pentingnya rasa cinta Tanah Air. Sehingga di Indonesia, nasionalisme dan keislaman bisa menyatu tanpa kontradiksi. Bahkan menjadi spirit perjuangan kemerdekaan,” tandasnya.
PBNU, kata Kiai Ma’ruf juga telah menggalang gerakan literasi pesantren ini melalui Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN NU) yang melakukan berbagai pelatihan menulis, jurnalistik, dan broadcasting di berbagai pesantren. Output-nya, kini banyak santri mulai aktif melakukan kerja-kerja jurnalistik. Dari membuat media online, buletin, majalah, tayangan dokumenter, film pendek, hingga aktif berdakwah di sosial media.
“Jejaring media pesantren juga perlu dikuatkan dan dilekatkan dengan media mainstream yang ada. Agar jurnalis lebih arif dalam memberitkan peristiwa sosial keagamaan,” harapnya. (Niduparas Erlang)