Film & MusikHiburan

Berubahnya Karakter Rangga di AADC? 2, Membuat Saya Hanya Menikmati Sajak-sajak dalam Film

Oleh Mauliediyaa Yassin

 

biem.co – Tidak ada New York hari ini.

Tidak ada New York kemarin…

 

Judul buku puisi Tidak Ada New York Hari Ini karya Aan Mansyur yang diucapkan lembut oleh Rangga itu menjadi prolog manis di film Ada Apa dengan Cinta? (AADC?) 2 yang disutradarai Riri Riza. Kata-kata itu menjadi daya magis tersendiri buat saya sampai di akhir cerita. Sebelum saya membocorkan ketertarikan saya pada sajak-sajak Aan Mansyur yang bertebaran di film AADC? 2 itu, saya akan mengenang Rangga di AADC? pertama.

 

Beberapa tahun lalu, di masa muda (sekarang juga masih muda, serius!) saya pernah menggilai sosok Rangga dalam film Ada Apa dengan Cinta? yang laris manis dengan banyak munculnya keping VCD film yang dibuat legal maupun ilegal. Jika sebagian lelaki akhirnya jatuh hati pada sosok Cinta yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo—sampai mengoleksi gambar Dian Sasto dan menempelnya di dinding kamar, saya juga pernah mengalami hal yang sama. Tapi bedanya, saya klepek-klepek sama sosok Rangga yang diperankan oleh Nicholas Saputra. Karakternya yang cool dan tampak tenang membuat saya tidak berhenti mengaguminya. Waktu itu, saya berpikir bahwa saya harus mendapatkan laki-laki yang memiliki karakter seperti Rangga. Sosok yang pendiam, manis, menyebalkan karena sikap cuek yang berlebihan, cool, senang membaca puisi, menulis puisi, dan bisa mencintai saya yang mirip Cinta. *Eh!

 

Karakter Rangga bisa dibilang limited edition. Hanya laki-laki saleh yang begitu (Saleh? Apa coba hubungannya? Hih!). Maksudnya, jika ada laki-laki 1: 1000, maka Rangga adalah yang satu-sendiri itu. Karakter yang begitu, akan membuat sebagian perempuan merasa penasaran dan akan terus mengejar sampai mendapatkan doi. Begitupun yang dilakukan oleh sang sutradara, Rudi Soedjarwo. Sutradara membentuk karakter Rangga begitu berkharisma, sampai akhirnya tokoh Cinta jatuh hati pada Rangga, padahal sebelumnya hubungan keduanya sangatlah jauh dari harmonis.

 

Dan, Guys, ketika saya dengar AADC? akan ada yang kedua, saya senang luar biasa. Saya akan menjumpai Rangga kurang-lebih 2 jam dalam layar lebar di ruangan gelap dengan aneka parfum yang memenuhi bioskop. Saya akan menyelami air muka Rangga yang tenang, tapi menyimpan riak puitis yang romantis. Saya akan mendapati part-part fenomenal yang diucapkan Rangga kepada Cinta, atau sebaliknya. Saya akan mendapati keengganan Rangga menanggapi Cinta, tapi diam-diam dia sangat memerhatikannya. Ah, rasanya saya ingin dandan yang cantik ketika saya ke bioskop untuk “bertemu” Rangga yang hilang bertahun-tahun itu.

 

Tapi ternyata, Rangga berubah! Benar apa kata Cinta sungguhan dalam sekuel itu. Di AADC? 2, saya tidak menemukan Rangga yang cool, Rangga yang suka nyeletuk dan tidak suka berbasa-basi, apalagi dengan Cinta. Di AADC? 2, Rangga terlihat sangat emosional, ambisius, dan pandai menggombal. Entah ini karena pengaruh pergantian sutradara, atau memang karakter Rangga harus diubah setelah dia menjalani hidup di New York dan mengalami banyak hal di sana. Entahlah. Tapi yang pasti, siang itu di bioskop, saya merasa dandanan saya sia-sia.

 

Beruntungnya, kekecewaan itu justru membuat saya lebih fokus pada sajak-sajak yang bertebaran di film tersebut. Pilihan kata yang lembut, tapi tegas. Kalau di AADC? pertama sudah ada puisi Rako Prijanto yang melekat, bahkan mungkin sampai hari ini: “Kulari ke hutan, kemudian menyanyiku/Kulari ke pantai, kemudian teriakku/Sepi…sepi dan sendiri aku benci/Pecahkan saja gelasnya/Biar ramai/Biar mengaduh sampai gaduh.”

 

Dan juga kharisma Chairil Anwar yang terlanjur menempel pada tokoh Rangga, menguatkan bahwa melalui puisi, laki-laki akan terlihat lebih seksi (boleh mikir keras).

 

Puisi Batas yang terangkum dalam buku puisi “Tidak Ada New York Hari Ini” karya Aan Mansyur, menjadi obat kekecewaan saya terhadap berubahnya karakter Rangga. Ketika puisi itu dibacakan, luluh hati dan emosi saya. Begitu lembut, begitu mengalir tenang, dan saya membayangkan wajah Rangga dekat di wajah saya (Khayalan yang terlalu tinggi). Ini puisinya saya kutip;

 

Batas

Semua perihal diciptakan sebagai batas 

Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain 

Hari ini membelah membatasi besok dan kemarin 

Besok batas hari ini dan lusa 

Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, 

bilik penjara, dan kantor wali kota, juga rumahku dan seluruh tempat di mana pernah ada kita 

Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta 

Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi dipisahkan kata 

begitu pula rindu.

Antara pulau dan seorang petualang yang gila 

Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang dan undang-undang 

Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan sebaliknya 

Atau senyummu dinding di antara aku dan ketidakwarasan 

Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan mimpi dari tidur 

Apa kabar hari ini? 

Lihat tanda tanya itu jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi.

Ah, betapa puisi mampu menentramkan emosi saya. Di tengah-tengah pertanyaan “Kok Rangganya lenjeh, sih? Ah, kok Alya dibikin meninggal, sih? Itu kok nggak logis ya? Masa habis lari-lari di bangunan itu engga ngos-ngosan sama sekali? Apa saya engga lihat adegan ngos-ngosan-nya?” Ketika puisi itu dibacakan, hilang segala pertanyaan yang berkecamuk di otak. Saya fokus menikmati kata-kata yang mengalir itu. Deras, tapi tidak menghanyutkan. Aan Mansyur—yang katanya berbulan-bulan mengumpulkan puisi untuk dirangkum dalam buku Tidak Ada New York Hari Ini, berhasil menggibas-gibas rambut saya, eh, emosi saya maksudnya. Duh, saya malah mau jatuh hati sama Penyairnya saja, deh (Boleh digetok).

 

Puisi-puisi dalam AADC? 2 terasa memiliki kebaruan yang cukup kental. Pemilihan diksi yang berani, meski tidak seberani dan memiliki nilai “dobrak” yang menggebu seperti puisi-puisi di AADC? pertama. Semisal larik ini; Lihat tanda tanya itu/jurang antara kebodohan dan keinginanku/memilikimu sekali lagi.

 

Ada keegoisan di sana, tapi tersampaikan dengan lembut. Ada “pembenturan” pada larik, tapi tersampaikan dengan tenang, begitu menyentuh, terlebih ketika puisi itu dibacakan. Backsound pengiringnya tentu saja memiliki peran penting juga.

 

Sekuel AADC? memang diproduksi untuk memperkenalkan juga dunia sastra pada anak-anak muda yang terkesan jauh dari seni. AADC? pertama, berhasil dengan buku puisi Aku karya Sjuman Djaya. Bagaimana buku tersebut pada akhirnya diburu dan dibaca anak-anak muda pada masanya. Kharisma Chairil Anwar begitu melekat di sana. Sedang di AADC? 2 ada sesuatu yang ditambahkan untuk menarik minat anak muda pada sastra. Contohnya saja, puisi-puisi yang bertebaran di sana, dan juga ada pameran seni dan instalasi karya seniman di kota Yogyakarta yang menjadi alur dalam cerita sekuel Ada Apa dengan Cinta? 2. Selain itu, tempat wisata alam di Yogyakarta juga diperkenalkan dalam sekuel ini. Tempat-tempat wisata kuliner dan pertunjukkan seni juga disuguhkan dengan sangat apik. Hal itu tentu saja membawa angin segar. Sekuel drama—yang populer di tahun 2000-an, dan dilanjutkan dengan cerita ke2-nya di tahun 2016 ini, tidak hanya menyuguhkan cerita cinta anak SMA yang selesai pada “jadian”, tetapi juga memberi makna persahabatan yang tersaji dari tokoh Cinta (Dian Sastrowardoyo), Carmen (Adinia Wirasti), Maura (Titi Kamal), Milly (Sissy Priscillia), dan Alya (Ladya Cheryl)—di film kedua, Alya diceritakan meninggal dunia karena kecelakaan.

 

Meski karakter Rangga berubah. Meski ada bagian-bagian adegan yang terkesan buru-buru diselesaikan. Berkat puisi-puisi manis yang tersaji di sekuel Ada Apa dengan Cinta? 2 ini, membuat saya tidak buru-buru untuk berhenti menikmati ceritanya sampai akhir. Untuk kamu yang penasaran bagaimana manis-romantisnya puisi itu, nonton! Jangan ngarep bawa pacar, untuk yang jomblo, karena ada area baper yang bakal bikin kamu dag dig dug cari pegangan. Ahai! [*]


biem

Mauliediyaa Yassin, senang jalan-jalan dan minum jus stroberi.

Editor: Muhammad Iqwa Mu'tashim Billah

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button