Oleh Mahdiduri
biem.co – Sejalan dengan tingkat kebutuhan dan kemudahaan masyarakat dalam mengakses jaringan internet, program e-government (pemerintahan berbasis elektronik) sudah tidak bisa lagi dihindari, mengingat, e-government dimaknai sebagai proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efektif, efisien dan terbuka. Kehadiran website pemerintahan dijadikan sebagai salah satu tolok ukur penyelenggaraan e-government, sehingga kepemilikan website SKPD adalah sebuah keharusan.
Terlebih, semangat keterbukaan informasi dan kemudahaan layanan semakin membuncah, diperkuat dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, hal tersebut mesti direspons secara positif oleh pemerintah. Penyediaan ringkasan data realisasi anggaran, program kerja tahunan SKPD atau layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor, permohonan rekomendasi mutasi siswa, layanan e-SP2D, pusat informasi budaya dan, wisata secara online menjadi harapan yang bisa diwujudkan.
Munculnya berita mengenai pengelolaan website Pemerintahan Provinsi Banten yang dinilai buruk, mestinya dijadikan jeweran rasa sayang bagi SKPD untuk mengevaluasi kembali tata kelola website masing-masing. Hal ini perlu dilakukan untuk dapat menyelenggarakan e-government secara maskimal, e-government yang menekankan pada peningkatan keterbukaan informasi dan pelayanan kepada publik secara online.
Fitron Nur Ikhsan, selaku sekretaris komisi V DPRD Banten pernah mengkritisi soal ketidakaktifan website SKPD dilingkungan Pemprov Banten.
Hal yang dikritisi oleh Fitron, tentunya diamini oleh segenap pembaca/netizen, setidaknya keburukan tata kelola website SKPD adalah sebuah fakta. Saya sendiri misalnya, saat mengunjungi beberapa website SKPD, hanya disuguhi oleh berita/foto kegiatan yang sudah dilaksanakan tanpa pernah saya bisa mengakses fitur layanan bagi masyarakat sesuai lingkup kerja SKPD tersebut. Dari fakta tersebut, saya dihinggapi pertanyaan sederhana, ”Ini website pemerintahan atau website media (news)?”
Menilai website dan e-government Pemprov Banten
Untuk lebih memastikan kritikan Fitron, saya akan coba mendedahnya lewat beberapa parameter pembobotan. Menurut Miranda F.J. dan Yayan K.A. Migdadi, untuk mengevaluasi kualitas website dilakukan dengan mengukur berdasarkan parameter aksesibilitas, kecepatan, ukuran (byte) web, sistem navigasi, dan kualitas isi. Saya akan menyederhanakannya dengan pembobotan pada parameter evaluasi efektifitas (popularitas link dan peringkat traffic), kecepatan (waktu loading), isi website, dan kesiapan menuju e-government. Berikut hasil penelusuran parameter di atas pada website SKPD Pemprov Banten, sebagai sampling, saya memilih website Dishubkominfo, Disbudpar, BPAD, Dinas Sosial, dan Birokesra.
Evaluasi efektivitas
Popularitas link (poplink) diukur dari jumlah penyematan alamat website di website lain menggunakan jasa submitexpress.com, sementara untuk peringkat traffic (trafficrank) diukur dari banyaknya jumlah kunjungan dan link in menggunakan jasa alexa.com. Berdasarkan pindaian Submitexpress dan Alexa, hasilnya didapatkan untuk poplink kelima website yang disampling bernilai nihil.
Untuk trafficrank, Alexa hanya mengindeks domain utamanya yaitu bantenprov.go.id di ranking 189,672 meningkat 23.047 dari 3 bulan sebelumnya. Sementara sub domain dishubkominfo, disbudpar, bpad, dinsos dan birokesra tidak terindeks hasilnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka sebenarnya statement fitron mengenai tingginya pengunjung di salah satu website SKPD kurang pas, dikarenakan data yang tersaji di Alexa, rank adalah nilai global domain bantenprov.go.id, selain itu data statistik kunjungan yang ditampilkan di bagian footer halaman utama tidak bisa dijadikan landasan tinggi rendahnya kunjungan pada sebuah web. Mengingat, data statistik kunjungan tersebut adalah fitur template atau plugin yang bisa diatur jumlahnya.
Evaluasi kecepatan memuat laman
Dalam melakukan evaluasi kecepatan mengakses laman web, saya menggunakan jasa situs gtmetrix.com, hasilnya sebagai berikut.
Untuk bisa mengakses website Dishubkominfo memerlukan waktu loading selama 10.1 detik, Disbudpar selama 10.3 detik, BPAD selama 6.5 detik, Dinsos selama 8.2 detik, dan Birokesra selama 5.5 detik. Ini berarti, rentang waktu loading laman website antara 5-10 detik, hal ini mengindikasikan pembuatan website yang disampling sudah mempertimbangkan waktu loading laman web agar tidak lambat yang bisa menyebabkan pengguna situs enggan untuk menunggu sampai loading selesai.
Evaluasi isi website
Depkominfo sudah merilis buku panduan penyusunan website pemerintah daerah yang berisi mengenai ketentuan minimal isi/konten yang mesti ada dalam tiap website pemerintahan, yaitu pertama, selayang pandang yang berisi sejarah, motto daerah, lambang dan arti lambang, lokasi dalam bentuk peta, visi dan misi. Kedua, informasi pemerintah daerah yang berisi struktur organisasi yang disertai biodata. Ketiga, informasi geografis yang berisi topografi, demografi, cuaca dan iklim, sosial dan ekonomi, serta budaya. Keempat, informasi peta wilayah dan sumberdaya (dalam bentuk GIS). Kelima, informasi peraturan/kebijakan daerah yang bisa diakses/diunduh. Keenam, buku tamu yang berisi fitur penerimaan pesan/pengaduan.
Evaluasi isi ini dilakukan dengan mempertimbangkan ketentuan Depkominfo di atas, dengan penyesuaian tilikan didasarkan pada ketersediaan data sebagai berikut: (1) berita daerah terbaru, (2) informasi profil daerah/dinas, (3) informasi potensi daerah, (4) informasi fasilitas layanan online (sistem), (5) informasi program kegiatan SKPD, (6) email atau nomor telepon resmi, (7)produk hukum, dan (8) fitur pencarian. Hasilnya, dari lima website yang disampling, tedapat kecendrungan yang sama, yaitu: berita sudah di-update per April meskipun rentang waktu antar berita cukup berjauhan.
Profil daerah/dinas, tiap SKPD memiliki perlakuan yang berbeda, Dishubkominfo hanya menerakan bagan struktur organisasi tanpa identitas person, Disbudpar hanya menerakan profil kabupaten/kota, Birokesra tidak menerakan, Dinsos cukup lengkap, dan BPAD lengkap (bisa diunduh). Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan pemahaman mengenai rubrikasi website. Perlu ada ketentuan baku (juklak/juknis) mengenai rubrikasi.
Informasi potensi daerah, Dinsos, Birokesra, BPAD, dan Dishubkominfo tidak menyediakan informasi ini. Disbudpar sudah menerakan potensi wilayah secara umum. Perlu adanya informasi dalam bentuk pemetaan potensi wilayah berdasarkan geografis atau bidang.
Informasi fasilitas online (sistem), selain BPAD, tidak terdapat layanan online berbasis sistem. BPAD sudah cukup baik dengan menautkan sistem online yang ada di pusat, misalnya OPAC, KIN, BNI, NPP, INLISlite, SIKN-JIKN. Yang patut untuk ditingkatkan adalah adanya satu sistem yang bisa mengakses dokumen (buku/arsip) yang ada di BPAD sendiri.
Informasi program kegiatan SKPD, hanya BPAD yang memuat program kerja, meskipun terbatas pada program tahun sebelumnya.
Semantara, untuk informasi email atau nomor telepon resmi, email Dishubkominfo dan BPAD sudah memakai domain website, sedangkan Disbudpar, Dinsos, dan Birokesra masih memakai pihak ketiga (Gmail). Untuk memperkuat semangat integrasi, tentunya akan lebih elok jika alamat email resmi memakai domain website.
Bagian produk hukum, Dishubkominfo, Disbudpar, Dinsos, BPAD tidak menyediakan bagian ini. Sedang Dishubkominfo dan Disbudpar sudah menyediakan. Perlu adanya pemahaman bersama mengenai produk hukum ini, mengingat regulasi menjadi payung hukum bagi SKPD.
Di bagian fitur pencarian, search engine di web Disbudpar, Dinsos, Biro Kesra tidak berfungsi, BPAD sinkronisasi dari pencarian Google, bukan pencarian dalam website, Dishubkominfo berfungsi baik. Perlu dipertimbangkan agar web developer memfungsikan semua fitur.
Evaluasi e-Government
Menurut EA Sosiawan, e-government bukan berarti mengganti cara pemerintah dalam berhubungan dengan masyarakat. Pada konsep e-government, masyarakat masih bisa berhubungan dengan pos-pos pelayanan, berbicara melalui telepon untuk mendapatkan pelayanan pemerintah, atau mengirim surat. e-government hanya berfungsi pada konteks penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain.
Dalam e-government, terdapat 4 tingkatan pengembangan, yaitu (1) tingkat persiapan website sebagai media informasi dan komunikasi pada setiap lembaga serta sosialisasi website untuk internal dan publik. (2) Tingkat pematangan yang berupa pembuatan website informasi publik yang bersifat interaktif dan pembuatan antarmuka keterhubungan dengan lembaga lain. (3) Tingkat pemantapan yang berisi pembuatan website yang bersifat transaksi pelayanan publik dan pembuatan interoperabilitas aplikasi dan data dengan lembaga lain. (4) Tingkat pemanfaatan yang berisi pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat Government to Government (G2G), Government to Business (G2B), dan Government to Consumers (G2C).
Membandingkan antara kodisi riil sesuai hasil evaluasi efektivitas, kecepatan, isi dengan kondisi ideal pengembangan e-government, nampaknya Pemprov Banten tidak beranjak dari tingkat pertama pengembangan e-government. Hal ini tentu memprihatinkan, mengingat, program e-government sudah dikenalkan sejak 2003, dan Banten masih tinggal kelas selama empat belas tahun.
Seperti halnya pemerintah daerah lainnya, hambatan dan tantangan dalam menyelenggarakan e-government selalu sama, di antaranya kemampuan dan kesiapan manajemen serta para pelakunya bukan pada teknologi, mekanisme pasar yang memperlambat laju penetrasi prasarana jaringan informasi dan pemanfaatannya bagi kegiatan pemerintahan, bisnis, pelayanan publik, serta kegiatan masyarakat (budi.paume.itb.ac.id/articles/- 8k). Belum tumbuhnya kultur berbagi “sharing information”, di antara pejabat pemerintahan dan budaya dokumentasi yang masih rendah juga menjadi bagian penghambat e-government. Saya sendiri menyaksikan betapa sulitnya membangun sinergisitas, jangankan antar-SKPD, antar-seksi atau bidang dalam satu SKPD saja sulit dicapai, bahkan ada kecendrungan saling curiga akan mengganggu ‘dapur’ masing-masing.
Label buruk yang diberikan Fitron sangat beralasan, dan jika mengacu pada uraian di atas, maka mungkin label yang tepat bukanlah buruk, melainkan mengenaskan. Tulisan ini hanya mengurai kondisi riil atas penilaian buruk performa website SKPD, uraian mengenai langkah apa saja yang bisa dilakukan oleh Pemprov Banten untuk menggenjot performa website dan mendorong program e–government akan diulas dalam tulisan lain. [*]
Penulis adalah Direktur Zeta Consultant