SERANG, biem.co – Target proyek pembangunan jalan dan jembatan berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang percepatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten dengan penganggaran tahun jamak, dipastikan tidak akan tercapai. Hingga saat ini masih banyak jalan yang masuk dalam amanat perda tersebut belum selesai dibangun, sementara target waktu dalam perda akan habis sampai 2017. "Saya yakin target itu tidak mungkin tercapai. Untuk revisi perda, sudah tidak mungkin, sebab waktunya sudah mepet. Sedangkan pekerjaan yang belum selesai masih banyak. Sekitar empat puluh lima persen lagi yang belum," ujar anggota Komisi IV DPRD Banten Bidang Pembangunan, Miptahuddin, Rabu, 6 Januari 2015.
Menurut Miptahuddin, sebaiknya program pembangunan infrastruktur jalan tidak usah pakai perda. Namun cukup dimasukkan saja dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah). "Kemudian diperkuat dengan pergub," katanya.
Menurut dia, untuk meningkatkan pencapaian target pembangunan jalan dan jembatan, DPRD siap menganggarkan lagi pada perubahan APBD Banten 2016, dan pada APBD Banten 2017. "Targetnya kan habis 2016 ini, tapi nanti pada APBD 2017 kita bisa alokasiin lagi. APBD 2017 kan nanti dibahasnya pada 2016," kata Miptah.
Wakil Ketua DPRD Banten Ali Zamroni sepakat bahwa pembangunan infrastruktur jalan amanat dari perda 2/2012 tidak mungkin terlaksana sesuai target. Menurut Ali, ada masalah yang komplek dalam pembangunan infrastruktur jalan ini.
"Masalahnya adalah pembebasan lahan yang rumit dan butuh waktu lama, serta masalah tender atau lelang. Tahun 2014, nyaris seratus persen alokasi anggaran untuk pembangunan jalan yang diamanatkan perda ini tidak terlaksana. Kendalanya karena proses tender. Nah ini menjadi masalah yang utama mewujudkan target perda ini," katanya.
Ali yang juga Koordinator Komisi IV ini menjelaskan, kendala lain yang tak kalah penting adalah keterbatasan anggaran. Ali mengungkapkan, pada tahun 2015 Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) Banten mengajukan anggaran untuk proyek jalan Rp 2,5 triliun, kemudian dipangkas menjadi Rp 1,6 triliun, ternyata ketersediaan anggaran tidak mencukupi, sehingga akhirnya dipangkas lagi menjadi Rp 1,07 triliun. "Artinya, keterbatasan anggaran ini juga menjadi kendala. Tapi ini juga harus diselesaikan karena ini amanat perda," katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Teknik DBMTR Banten Robbi Cahyadi mengatakan, dari target 10 kilometer lahan yang akan dibebaskan, pihaknya hanya bisa membebaskan sepanjang 4 kilometer. Menurutnya, masalah anggaran masih menjadi kendala untuk proses pembebasan lahan. Ditambah lagi, dalam melakukan perencaaan, pihaknya salah melakukan prediksi harga. Robbi mencontohkan, saat perencanaan 2012, DBMTR memprediksi harga lahan masih Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per meter, tapi sekarang harganya sudah di atas Rp 2 juta per meter. "Jadi lahannya saja untuk sepuluh kilometer butuh anggarannya sekitar Rp 500 miliar. Ini jauh lebih tinggi dari konstruksinya yang hanya Rp 340 miliar,” ujarnya.
Menurutnya, pembebasan lahan di depan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) sampai Polda Banten butuh dana Rp 1,2 triliun, tapi karena ada kebijakan dialihkan ke sektor lain akhirnya DBMTR hanya mendapat Rp 850 miliar saja. "Makanya, dari total dari sepuluh kilometer yang kita targetkan dibebaskan, kelihatannya hanya empat kilometer saja yang bisa dibebaskan,” katanya.
WASI'UL ULUM (TEMPO.CO)