Oleh: D. Setiawan Chogah
biem.co — Bulan Dzulhijjah datang menjemput, dan selalu mengingatkan kita akan dua peristiwa sakral sepanjang perjalanan manusia, yaitu haji dan kurban.
Haji, yang sarat pesan moral akan kerendahan hati dan sikap tawaduk menapaktilasi proses pengorbanan dan perjuangan keluarga Nabi Ibrahim As. dalam meraih kesalehan. Sampai kini, panggilan haji menjadi buluh perindu bagi hamba Allah sebagai proses muraqabah untuk meraih kemabruran. Sementara itu, kurban menjadi sejarah monumental yang tak tergeserkan.
Fenomena kurban melahirkan kesalehan pribadi dan kesalehan sosial pada diri pengurban. Hewan yang dikurbankan menjadi simbol pengikis nafsu hewani yang ada pada manusia, yaitu sifat egois, serakah, rakus, ingin menang sendiri, senang mengeksploitasi yang lemah, memperkaya diri sendiri, dan merasa paling hebat. Semangat kedekatan kepada sesama terpancar indah saat kurban telah ditunaikan.
Kurban sarat dengan hikmah berbagi dan peduli. Di Dompet Dhuafa, lembaga yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan dari pengelolaan dana umat–yang menjadi tempat saya berkegiatan saat ini, mengangkat tema kurban “Andai ini Kurban Terakhirku”. Tema ini merupakan simbol sebuah kedekatan diri yang dibangun dengan sentuhan iman karena melahirkan persaudaraan kepada sesama, berusaha memberikan hewan kurban terbaik yang sehat dengan senyum bahagia untuk saudara sesama yang ada di pelosok negeri, di pojok dusun, desa tertinggal yang jarang sekali menikmati lezatnya daging kurban.
Ketika kurban ditunaikan, senyum kegembiraan kaum papa merekah—tatkala menerima daging kurban yang jadi penghancur dinding keangkuhan sosial. Tak ada lagi dikotomi di tengah masyarakat, karena simpul keharmonisan telah terjalin oleh tetesan darah kurban.
Kurban memiliki makna kedekatan, mengingatkan kita pada salah satu peristiwa paling sakral sepanjang perjalanan umat manusia, yaitu sebuah hikayat tentang kesalehan yang mengantar manusia pada kedekatan Rabb-nya. Sejarah kesalehan Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail, menoreh banyak ibra atau pembebasan atas tanggung jawab dari sebuah tanggungan bagi kaum muslimin. Sepasang bapak dan anak pilihan Tuhan itu piawai dalam memanajemen hati dan hawa nafsu dalam melakukan proses muraqabah atau menyerahkan rezeki kepada Allah Swt.
Tebar Hewan Kurban
Penyaluran hewan kurban melalui Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa berkonsep memuliakan dengan mengedepankan masyarakat di daerah-daerah terpencil, miskin, terbelakang, rawan gizi, dan rawan aqidah. Distribusi kurban juga merambah kepada saudara-saudara kita yang tinggal di daerah bencana dan kerusuhan, yang mana di tahun ini juga menyasar pengungsi Rohingya di Aceh serta korban konflik Tolikara, Papua. Penyaluran tersebut dilakukan melalui mitra Pemberdayaan Kampoeng Ternak Nusantara di daerah setempat.
Program THK Dompet Dhuafa dihadirkan dengan beragam kemudahan baik bagi pekurban maupun penerima manfaat daging kurban, karena mengedepankan sistem pemerataan. Seperti yang telah berjalan pada 2014, penyaluran hewan kurban mencakup 4.155 desa, 375 kecamatan, 214 kabupaten dari 33 Provinsi di Indonesia. Bahkan hingga mancanegara di 6 (enam) negara seperti Filipina, Kamboja, Vietnam, Myanmar-Rohingya, Thailand, Timor Leste, serta Gaza, Palestina pun menerima distribusi hewan kurban dari program THK Dompet Dhuafa.
Khusus di Banten, program Tebar Hewan Kurban di-bundling dengan program sedekah ikan. Setiap yang berkurban melalui Dompet Dhuafa Banten akan disisihkan sebesar Rp50.000 untuk program Kolam Usaha Santri, yaitu sebuah program untuk membantu santri dan pesantren dalam memenuhi kebutuhan harian mereka sekaligus memberikan edukasi dini dalam aspek entrepreneurship.
Andai ini Kurban Terakhir Kita
Andai ini kurban terakhir kita. Lantas, apa janji Allah kepada hamba-Nya tentang perintah kurban ini? Ibadah kurban memiliki pesan moral yang sangat dalam. Seperti pesan yang terkandung dalam makna bahasanya, qurb atau qurbân yang berarti “dekat” dengan imbuhan ân (alif dan nun) yang mengandung arti “kesempurnaan”, sehingga qurbân yang dalam bahasa Indonesia ditulis “kurban” kurang lebih memiliki pengertian “kedekatan yang sempurna”.
Alquran merekam kata qurbân berulang kali pada Surat Ali Imran, Al-Maidah: dan Al-Ahqaf. Tentu, pengulangan ini adalah bentuk penegasan dari Dia, bahwa kurban umat-Nya tidak pernah bernilai sia-sia di sisi-Nya. Setidaknya, ada 6 (enam) hikmah yang dipetik pengurban apabila kurban telah ditunaikan. Pertama, kurban adalah bukti nyata ekspresi syukur atas limpahan rezeki dari Sang Pemilik Hidup. Hal ini tertulis jelas dalam Alquran Surat Al-Hajj: 34), “Supaya mereka menyebut nama Allah atas apa yang Allah karuniakan kepada mereka berupa binatang ternak….”
Kedua, kurban adalah bukti sebagai hamba bertakwa. Mari lihat Alquran Surat al-Hajj: 37): “Daging daging kurban dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaanmulah yang dapat mencapainya.” Ketiga, terakuinya sebagai umat Rasulullah Saw. “Barang siapa yang mempunyai keluasan (harta) dan tidak mau berkurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami!” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim, Ad Daruquthni, dan Al Baihaqi). Keempat, kurban adalah sarana meraih ampunan dosa. Abu Daud dan At-Tirmizi meriwayatkan: ”Fatimah, berdirilah dan saksikan hewan sembelihanmu itu. Sesungguhnya kamu diampuni pada saat awal tetesan darah itu dari dosa dosa yang kamu lakukan….”. Kelima, Allah menjanjikan kebaikan yang demikian besar bagi hamba-Nya yang berkurban, "Pada setiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan," (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah). Dan yang terakhir, dengan kurban, seorang hamba mendapat kesaksian yang indah. “Sesungguhnya ia (hewan kurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, dan bulunya. Dan sesungguhnya darah hewan kurban akan jatuh pada sebuah tempat di dekat Allah sebelum darah mengalir menyentuh tanah. Maka berbahagialah jiwa dengannya". (H.R. At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al Hakim).
Demikian keutamaan ibadah kurban yang Allah janjikan untuk kita. Lantas, sudahkan kita siap untuk mengurbankan yang terbaik demi amal terbaik? Semoga. [*]
D. Setiawan Chogah, lahir di Batusangkar, Sumatra Barat. Sehari-hari bergiat sebagai Corporate Communications Dompet Dhuafa cabang Banten. Chogah juga aktif berkomunitas di Banten Muda Community dan Kremov Pictures, serta kini mengelola media dalam jaringan biem.co sebagai editor in chief.