Oleh Iman Nur Rosyadi
biem.co – Boleh jadi tema yang digelar biem.co terlihat sederhana, yaitu pejabat dan tuntutan masyarakat. Jika ditilik lebih jauh, kesederhanaan tema ini justru mengundang kajian yang mendalam dan lentur untuk dilihat dari berbagai perspektif. Karena itu, saya menambahkan kalimat ‘perkembangan teknologi maya’ atau internet untuk memberikan batasan dari tulisan sederhana ini. Mari cermati terminalogi (peristilahan) yang digunakan dalam tema itu, terdiri dari pejabat, masyarakat dan tuntutan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pejabat adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting atau unsur pimpinan. Dan jabatan bermakna suatu pekerjaan atau tugas di lingkungan pemerintahan atau suatu organisasi. Tuntutan didefisinisikan sebagai permintaan dengan keras agar permintaan itu dipenuhi sesuai dengan keinginan.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur (sumber: id.wikipedia).
Apa itu Pejabat?
Pembicaraan tentang pejabat selalu mendatangkan ghiroh atau semangat yang tak pernah habis-habisnya di tengah kesadaran masyarakat yang melonjak tinggi sejak reformasi di Indonesia tahun 1998 atau tepatnya sejak lengsernya Soeharto dari singgasana kepresidenan yang dikuasainya selama 32 tahun. Sekelompok masyarakat semakin sadar bahwa seluruh aktivitas pejabat mulai dari gaji dan honor-honor bersumber dari uang negara. Dan, uang negara dikumpulkan dari pajak, retribusi, dan pendapatan yang sah lainnya. Semua itu dibebankan kepada masyarakat. Dan, pejabat hanya istilah lain dari orang yang digaji untuk mengabdi ke masyarakat. Karena sesungguhnya, yang menggaji itu masyarakat.
Tetapi mari ditelaah, apa sih sebenarnya pejabat itu? Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disebutkan, ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pejabat pemerintah dengan kontrak kerja atau PPPK. Dalam undang-undang itu juga dinyatakan, pejabat itu hanya terdiri dari 3 bagian, yaitu pejabat administratur, pejabat fungsional, dan pejabat pimpinan tinggi.
Pasal 14 UU ASN menyebutkan, jabatan administratur terdiri dari pejabat administratur, pejabat pengawas dan pejabat pelaksana. Pasal 18, jabatan fungsional terdiri dari pejabat fungsional keahlian dan pejabat fungsional keterampilan. Pasal 19, jabatan Pimpinan Tinggi terdiri dari Pimpinan Tinggi Utama, Pimpinan Tinggi Madya, dan Pimpinan Tinggi Pratama.
Jika dicermati bab III mulai pasal 2 hingga pasal 5 tentang Asas, Prinsip, Nilai Dasar, Serta Kode Etik dan Kode Perilaku ASN, sungguh luar biasa dan nyaris dibayangkan sebagai jongos atau orang suruhan yang sempurna. Misalnya, pasal 2 soal manajemen ASN harus berdasarkan asas kepastian hukum, profesionalitas, proposionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif, efisien, keterbukaan, nondiskriminatif, persatuan dan kesatuan, keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan. Pasal 3, ASN sebagai suatu profesi berdasarkan prinsip nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik, kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas, kualifikasi akademik, jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas, profesionalitas dalam jabatan. Dan dalam pasal-pasal berikutnya justru lebih sempurna lagi dengan kode etik serta kode perilaku ASN.
Pelayanan Publik
Pengertian publik menurut Widodo Joko (2001) dapat diartikan sebagai pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Kridawati Sadhana, Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik, CV. Citrab Malang, 2010, Malang, h. 131).
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/Kep/M.PAN/7/2003, tanggal 10 Juli 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan (Kridawati Sadhana, ibid).
Kesimpulannya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan dan keperluan penerima pelayanan atau masyarakat maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan.
Dunia di Genggaman Tangan
Thomas L Friedman, mantan wartawan menerbitkan sebuah buku yang menggegerkan dunia, berjudul The World Is Flat (Dunia Menjadi Datar) pada tahun 2005. Dia menuliskan pengamatannya yang menggambarkan batasan negara dan daerah tak lagi berarti apa-apa. Perbatasan dan aturan-aturan itu dipecahkan oleh teknologi internet yang menghubungkan setiap orang di belahan dunia ini.
Friedman mencatat pengaruh tekonologi internet dalam kehidupan nyata. Misalnya, sebagian keluarga di Amerika Serikat memiliki guru privat matematika yang berlokasi di India. Murid di Amerika dan guru privat di India terhubung jaringan internet melalui video conference. Interaksi aktif terjadi beberapa jam yang ditentukan. Contoh lainnya adalah saat operasi otak terjadi di Australia. Hasil scan otak dikirim ke dokter spesialis di Amerika untuk mendiagnosis dan menentukan langkah-langkah operasi yang tengah berlangsung di Australia.
Namun revolusi teknologi dunia maya justru terjadi saat diluncurkannya sistem operasi Android yang digunakan tablet, phabet, dan telepon genggam pintar (smarthphone) pada tahun 2007 dengan nama Android Alpha. Sistem operasi Android dibuat Google dan Open Handset Alliance (OHA). Hingga awal tahun 2015, lebih 1,5 miliar gadget menggunakan sistem operasi Android.
Kehadiran teknologi Android yang kemudian diikuti dengan sistem operasi lainnya seperti Window dan Apple, benar-benar mengubah banyak hal. Kata yang paling tepat untuk melukiskan revolousi itu adalah “dunia dalam genggaman tangan”.
Dengan teknologi ini, berbagai informasi ada pada satu tangan, atau lebih ekstrem disebut dalam sentuhan jari. Melalui gadget, orang bisa berhubungan dengan teman-temannya di media sosial, berkomunikasi tatap muka melalui video conference, bisa mengontral sistem keuangan perusahaannya dalam jarak jauh dan banyak hal pekerjaan mudah dikerjakan tanpa kehadiran secara fisik yang bersangkutan. Para pebisnis pun bisa bertransaksi dalam jumlah miliar dan triliun melalui internet dengan istilah e-commerce.
Teknologi ini juga mengubah paradigma tentang media. Media konvensional seperti media cetak mulai tergeser dengan portal-portal berita. Berita dapat diperoleh secara real time melalui portal berita, dibandingkan dengan media cetak yang membutuhkan paling tidak setengah atau satu hari. Keterbatasan jangkauan radio dan televisi untuk menggapai pendengar dan penonton diatasi dengan internet berkecepatan tinggi seperti teknologi 4G.
Cara kerja wartawan dan fotografer pun berubah drastis. Penulisan berita yang semula mengandalkan mesin tik, kini tak perlu lagi. Melalui email yang tertanam dalam smartphone, wartawan bisa langsung menulis dan mengirimkan ke redaksi. Foto dan video pun dengan cepat bisa dikirim ke redaksi, tidak lagi mengandalkan jasa pengiriman surat (kantor pos) atau jasa pengantaran barang.
Tuntutan Masyarakat
Dalam konteks uraian di atas, Provinsi Banten tentu mengalami revolusi teknologi informasi. Coba cermati para hadirin dalam sarasehan ini, seberapa banyak memiliki smartphone yang menghubungkan dirinya dengan dunia luar melalu media sosial atau kanal-kanal lainnya. Atau sambil mendengarkan celoteh narasumber, bisa jadi yang hadir membaca portal-portal berita mainstream atau portal berita yang baru muncul beberapa tahun terakhir. Semua itu berarti bahwa informasi memang berada dalam genggaman tangan.
Gelombang informasi yang berada di tangan Anda tentu berdampak pada masyarakat. Peningkatan pengetahuan melahirkan berbagai tuntutan yang lebih tinggi, termasuk tuntutan terhadap pengelolaan pemerintahan yang lebih baik. United Nations Economic and Social Commission for Asian and Pacific (Unescap) mendefinisikan tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, yaitu; (1) Partisipasi aktif dari masyarakat; (2) Penegakan hukum; (3) Transparansi atau keterbukaan dari pengelola pemerintahan; (4) Responsif dari pengelola pemerintahan; (5) Berorientasi musyawarah untuk mufakat, bukan penggunaan kewenangan secara sewenang-wenang dalam memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat; (6) Keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang (non diskriminatif); (7) Efektif dan ekonomis dalam penggunaan anggaran; dan (8) Dapat dipertanggungjawabkan.
Konteks Banten
Banten dilahirkan dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000. Kelahirannya adalah buntut dari tuntutan-tuntutan masyarakat Banten yang menurut sejarah telah ada sejak tahun 1962. Dalam suasana reformasi, masyarakat Banten ingin lebih sejahtera dibandingkan saat masih menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Sejak kelahirannya, Banten diwarnai “kontraksi” politik lokal yang berakhir dengan urusan hukum.
Periode kepemimpinan awal dipimpin oleh Joko Munandar-Atut Chosiyah yang kemudian berakhir dengan diberhentikannya Joko Munandar sebagai Gubernur Banten karena kasus dana perumahan bagi anggota DPRD Banten. Meski akhirnya, Mahkamah Agung memutuskan Joko Munandar bebas murni karena tidak terbukti korupsi. Putusan MA itu sampai di tangan keluarganya setelah Joko Munandar meninggal dunia, kemudian Atut Chosiyah menggantikan Joko Munandar sebagai Gubernur Banten.
Periode selanjutnya Atut berpasangan dengan Masduki menjadi dalam ajang pemilukada dan seterusnya Atut berpasangan dengan Rano Karno juga memenangkan Pemilukada yang dihelat pada tahun 2011.
Saat ini, Banten dipimpin seorang pejabat pelaksana tugas (Plt) yang dijalankan Rano Karno menggantikan Atut Chosiyah yang tersandung masalah hukum, sebagaimana kita ketahui, jabatan Plt memiliki kewenangan terbatas, yaitu hanya menjalankan tugas-tugas administratur, tidak boleh melahirkan kebijakan yang bersifat strategis. Celakanya, ada kesan kondisi ini memang sengaja dibuat agar Rano Karno tak perlu lagi memilih wakil gubernur. Silakan dicermati, apakah periode ini telah melahirkan kebijakan yang strategis dan penting bagi masyarakat Banten? Nyaris tidak ada.
Oleh para pengamat dan sebagian masyarakat, periode kekuasaan Ratu Atut baik saat menjadi Plt. menggantikan Joko Munandar hingga dua periode berkuasa telah membentuk pola-pola tertentu dalam perekrutan dan penempatan pejabat di lingkungan pemerintahan. Loyalitas pejabat tidak lagi terarah pada terwujudnya cita-cita Banten menjadi provinsi, tetapi loyalitas terhadap kekuasaan politik. Pola-pola tertentu juga terbentuk pada pembangunan dan pelayanan publik. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak lagi untuk kesejahteraan masyarakat, meski dalam dokumen-dokumennya mencantumkan output masyarakat. Namun sejatinya, kegiatan itu untuk kepentingan kekuasaan quo.
Sebagaimana secara gamlang tersiarkan, lalu kontraksi politik melalui jalur hukum kembali terulang di bumi Banten. Efek dari kejadian ini adalah terjadinya konflik pejabat yang saling berbenturan baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi dengan menggerakan pihak-pihak lain untuk menghantam pejabat yang dituju demi mencapai tujuan tertentu. Istilahnya saling sikut, saling hajar, dan saling fitnah menjadi sajian yang tak sedap dalam periode ini.
Tidak heran jika Banten mendapatkan penilaian disclaimer selama dua tahun berturut-turut. Ini mencerminkan kekompakan para pejabat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Banten patut diragukan. Para pejabat itu terkesan berkutat menyelematkan diri sendiri dari jeratan KPK. Celakanya lagi, pejabat-pejabat yang terindikasi masalah hukum (korupsi) masih bercokol di lingkaran pemerintahan.
Pejabat Gaptek dan Media
Gagap Teknologi (gaptek) acapkali disematkan pada orang-orang yang tak mengetahui atau tidak menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dunia maya. Maka pejabat gaptek sering diarahkan pada pejabat yang tak mengikuti perkembangan teknologi dan menerapkan pada kehidupan sehari-harinya. Khusus di media, para pejabat itu masih berkutat dengan media-media konvensional seperti media cetak.
Padahal masyarakat sudah menggunakan media online (portal berita) sebagai sumber berita utamanya, selain media cetak yang konvensional. Padahal media cetak, katakan diterbitkan di lokal, penyebarannya hanya berkutat di sekitar wilayah tertentu yang dapat di-cover oleh distribusi media cetak itu. Sedangkan media online dapat dibaca oleh orang di belahan bumi manapun selama yang bersangkutan memiliki akses internet. Dampak informasi itu menjadi luar biasa, apalagi sudah dikaitkan atau diposting di media sosial. Namun gejala ini acapkali diabaikan pejabat di Banten.
Karena itu, tidak heran, jika banyak pejabat di Banten yang sering tergagap-gagap menghadapi perkembangan informasi yang demikian pesat dan cepat. Para pejabat juga tidak responsif terhadap tuntutan masyarakat akan banyak hal.
Menurut penulis, sebagian besar pejabat di Banten juga terkesan tidak ingin menggunakan teknologi dunia maya untuk memenuhi standar transparansi (keterbukaan), akuntabilitas, dan prinsip efektif dan efisien. Padahal keterbukaan terhadap anggaran sudah dicontohkan oleh Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jawa Timur, Jawa Barat, Pemkot Surabaya, dan pemerintah daerah lainnya.
Banten terkesan tidak ingin mengusir “kabut” yang menutupi penyusunan anggaran dalam APBD-nya. Atau keberadaan “kabut” itu memang menguntungkan pejabat secara personal atau kelompoknya. Wallahu a’lam.
Tulisan ini disampaikan pada kegiatan Sarasehan biem.co dengan tema "Pejabat dan Tuntutan Masyarakat" pada Rabu, 8 Juli 2015 di Serang. Untuk mengunduh materi utuh, klik di sini!
Iman Nur Rosyadi lahir di Serang, 29 November 1964. Memulai kariernya sebagai wartawan di Harian Umum Kompas tahun 1984. Bulan Agustus 1999, dia mengundurkan diri dari HU Kompas untuk alasan keluarga dan pribadinya. Selama 1999-2000, dia nyaris tidak berkarier sebagai wartawan dan berkecimpung kembali di jurnalistik setelah memutuskan kembali ke Banten awal tahun 2002 sebagai wartawan Harian Sore Sinar Harapan yang "bangkit dari kuburnya" setelah diberedel pemerintah tahun 1985. Selama menjalankan tugas itu, dia bersama teman-temannya berusaha memberikan sumber informasi alternatif bagi masyarakat Banten dengan membuat tabloid dan situs berita, di antara nya bantenlink.com. Kemudian sejak 2010, dia membangun situs berita mediabanten.com yang kini di bawah naungan PT Media Banten Blobal Digital.