biem.co – Di era modern ini, perempuan nyaris menandingi laki-laki dalam segala hal. Berkat adanya emansipasi wanita yang dibawa R.A Kartini, perempuan mulai dilihat dan tak lagi dinomorduakan. Perempuan saat ini bebas mengenyam pendidikan dari berbagai tingkatan, hingga ke berbagai belahan dunia. Posisi di pemerintahan baik daerah maupun nasional sudah banyak diduduki oleh perempuan. Lantas apa yang menjadi masalah bagi kaum perempuan saat ini?
Kesetaraan gender yang saat ini tengah marak diusungkan baik melalui program pemerintah maupun gerakan-gerakan komunitas tertentu, bukan sebagai wujud ketidakpuasan perempuan dalam memenuhi haknya. Namun, permasalahan yang menyangkut perempuan masih terlalu banyak dan perlu menjadi perhatian umum.
Akibat pergaulan bebas para remaja mengakibatkan banyaknya kasus KTD (Kehamilan yang Tidak Diinginkan) terjadi, perempuanlah yang banyak dirugikan dalam hal ini. Selain padangan negatif dari lingkungan sekitar, dimarahi oleh kedua orangtuanya, remaja perempuan tersebut pun tak dapat melanjutkan pendidikannya, karena terpaksa dikeluarkan dari sekolah. Melihat dampak negatif yang akan diterima oleh remaja perempuan, bagi mereka yang juga mengalami KTD malah menimbulkan permasalah lain dengan melakukan tindakan aborsi. Selain telah melanggar norma yang berlaku di masyarakat, melanggar hak hidup bayi yang dikandungnya, juga akan merusak kesehatan ibunya. Kasus KTD ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan sebuah pernikahan. Remaja perempuan dalam hal fisik ia belum siap untuk mengandung, melahirkan, menyusui, mengurusi anak, bahkan membangun rumah tangga. Mental mereka pun belum siap untuk mengahadapi permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi ke depannya.
Selain KTD, saat ini masih banyak kekerasan yang dialami para perempuan di Indonesia—seperti perdagangan perempuan, pemerkosaan, dan pelacuran. Perdagangan perempuan dan pelacuran tidak dapat dilepaskan dari permasalahan ekonomi keluarga. Para perempuan terpaksa memperoleh tambahan penghasilan guna membantu membiayai kebutuhan keluarga, serta memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan normal keluarga setiap bulan, ditambah biaya sekolah, pemeliharaan kesehatan keluarga, atau kebutuhan-kebutuhan lain, kadang memaksa orangtua harus melibatkan anak dalam kegiatan ekonomi untuk menambah penghasilan keluarga. Faktor yang sangat berpegaruh dalam hal ini adalah lingkungan di sekitarnya. Remaja perempuan cenderung menyamai teman-temannya dengan berdandan mewah, berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan ternama di ibu kota, atau bahkan sekadar nongkrong-nongkrong cantik di kafe atau lainnya.
Dari uraian di atas, perempuan bukan satu-satunnya makhluk yang harus disalahkan, karena permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut laki-laki dan perempuan. Bagi para perempuan menjaga dirinya baik fisik maupun mental sangat penting, sesulit apapun menjaga diri di zaman modern ini, masih banyak teman perempuan yang lain yang senantiasa akan menjaga diri temannya. Laki-laki, baik remaja, menuju dewasa, maupun dewasa, diharapkan mampu melihat perempuan sebagaimana perempuan adalah perhiasan mahal yang harus dijaga. Tidak mempermainkan dan menjadikan mereka sebagai lolipop yang sudah manis dijilat kemudian dibuang.
Dalam mendidik, orangtua cenderung mengekang anak perempuannya dan membebaskan anak laki-lakinya ketika anak-anak mereka mulai beranjak remaja. Semestinya orangtua harus lebih terbuka dan ada untuk anak. Orangtua perlu mengetahui hal-hal sensitif yang kadang luput dari perhatian, seperti perilaku pacaran dan hal-hal yang di dalamnya. Informasi yang diberikan orangtua akan menunjukkan arah positif dibanding membiarkan anaknya mencari informasi secara bebas di internet atau orang lain. Peran pemerintah dan lemabaga-lembaga lainnya terkat permasalahan perempuan dan remaja saat ini juga sangat dbutuhkan.
Berpikir tidak hanya dilakukan satu kali, lihatlah masa depan dan harapan untuk hari esok. Hal yang perlu diingat oleh seluruh manusia di bumi ini adalah: kami perempuan, bukan barang!
Artikel ini ditulis oleh Desny Putri Sunjaya, mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.