OpiniReview

Berhentilah Membunuh Temanmu dengan Kata-Kata Berbisa

biem.co – Sahabat biem.co pernah dikritik? Atau malah sebaliknya suka mengkritik? Tahukah Sahabat, ternyata begitu besar efek dari sebuah kritikan? Hmm, berikut akan kita coba kupas apa saja efek yang disebabkan oleh sebuah kritikan itu.

Begini—saya punya cerita yang begitu berkesan tentang kritik-mengkritik ini. Seorang sahabat saya pernah curhat mengenai judul skripsinya yang ditolak mentah-mentah oleh dosen pembimbing. Selain itu, seorang teman juga bercerita tentang laporan praktikumnya yang wajib revisi dari asisten laboratorium. Tanggapan mereka menunjukkan satu keseragaman setelah menerima dua hal berbeda namun sama, sama-sama sebuah penolakan.              

Sahabat saya yang pertama mengungkapkan perasaannya melalui status-status galau di sosial media. Status yang bermuatan kesedihan dan putus asa. Sedangkan sahabat saya yang kedua, dengan muka marah memperlihatkan laporan praktikumnya yang penuh coretan ‘tak senonoh’ pada saya, yang pada akhirnya membuat saya jadi tahu, ternyata begitu besar efek yang disebabkan oleh sebuah kritikan. 

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Begini, Sobat. Sahabat saya yang kedua tadi, di laporannya tertulis kata-kata yang mengungkapkan ketidaknyamanan, marah, dan tidak senang seorang asisten laboratorium terhadap laporan yang dibuat praktikannya. Kalimat pernyataan revisi yang ditulis uppercase, ukuran yang tidak lazim, dan kalau dibaca sungguh membuat setan-setan terbangun. Kalimat yang mengalirkan energi negatif, menyulut api dendam, dan membuat semangat yang sempat jatuh menjadi semakin terpuruk. Down

Kisah dua sahabat saya itu hanya sebagian kecil dari efek negatif sebuah kritikan yang disampaikan dengan tidak sehat. Kita perlu lagi belajar, setidaknya mengetahui kalau kata-kata yang kita ucapkan, yang kita tuliskan meberikan efek luar biasa terhadap sisi kejiwaan seseorang. 

Mungkin Sahabat sudah tahu mengenai sebuah penelitian yang pernah dilakukan terhadap dua toples nasi. Pada toples yang satu dituliskan kata-kata “kamu pintar, cerdas, cantik, baik, rajin, sabar, aku sayang padamu, aku senang sekali melihatmu, aku ingin selalu di dekatmu, dan terima kasih”, sedangkan toples yang kedua dituliskan kata-kata “kamu bodoh, goblok, jelek, jahat, malas, pemarah, aku benci melihatmu, aku sebel tidak mau dekat dekat kamu.” 

Lalu kedua toples tersebut diletakkan di tempat yang sering terlihat, dan setiap orang yang lewat mengucapkan kata-kata yang tertulis pada kedua toples tersebut. Lantas apa yang terjadi?

                              

Efek dari kata-kata itu benar-benar mengejutkan. Nasi dalam toples yang dibacakan kata-kata negatif ternyata cepat sekali berubah menjadi busuk dan berwarna hitam dengan bau yang tidak sedap. Sedangkan nasi yang dibacakan kata-kata positif masih berwarna putih kekuningan dan baunya harus seperti ragi.

Penelitian sejenis pun pernah dilakukan seorang peneliti dari Hado Institute di Tokyo pada tahun 2003, Masaru Emoto.

Pada penelitiannya, Emoto mengungkapkan suatu keanehan pada sifat air. Melalui pengamatannya terhadap lebih dari dua ribu contoh foto kristal air yang dikumpulkannya dari berbagai penjuru dunia, Emoto menemukan bahwa partikel molekul air ternyata bisa berubah-ubah tergantung perasaan manusia di sekelilingnya, yang secara tidak langsung mengisyaratkan pengaruh perasaan terhadap klasterisasi molekul air yang terbentuk oleh adanya ikatan hidrogen. Emoto juga menemukan bahwa partikel kristal air terlihat menjadi ‘indah’ dan ‘mengagumkan’ apabila mendapat reaksi positif di sekitarnya, misalnya dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Namun partikel kristal air terlihat menjadi ‘buruk’ dan ‘tidak sedap dipandang mata’ apabila mendapat efek negatif di sekitarnya, seperti kesedihan dan bencana. Lebih dari dua ribu buah foto kristal air terdapat di dalam buku “Messages from Water and The Universe” yang dikarangnya sebagai pembuktian kesimpulannya sehingga hal ini berpeluang menjadi suatu terobosan dalam meyakini keajaiban alam. Emoto menyimpulkan bahwa partikel air dapat dipengaruhi oleh suara musik, doa-doa dan kata-kata yang ditulis dan dicelupkan ke dalam air tersebut. 

Buku Messages from Water and The Universe

Begitu dahsyatnya pengaruh dari reaksi yang diperlakukan pada sebuah benda. Percobaan-percobaan tadi hanya dilakukan pada benda mati. Bayangkan apa yang akan terjadi dengan anak-anak kita, pasangan hidup kita, rekan-rekan kerja kita, dan orang-orang di sekeliling kita, bahkan binatang dan tumbuhan di sekeliling kita pun akan merasakan efek yang ditimbulkan dari getaran-getaran yang berasal dari pikiran, dan ucapan yang kita lontarkan setiap saat kepada mereka. 

Maka sebaiknya selalulah sadar dan bijaksana dalam memillih kata-kata yang akan keluar dari mulut kita, kata-kata yang kita tulis, demikian juga kendalikanlah pikiran-pikiran yang timbul dalam batin kita. Saatnya kita bertanya pada diri kita, sudahkan kita berpikiran, berkata-kata, berbahasa dengan menyalurkan energi positif? Kita tidak perlu mencari contoh jauh-jauh. Perhatikan diri kita, jabatan kita yang selalu kita anggap sebuah prestige yang harus dihormati, kekuasaan kita yang memungkinkan kita untuk memberi kritik pada mereka yang membutuhkan jasa kita. Kita sebagai asisten laboratorium yang kerap menemui laporan pratikan yang tidak sesuai prosedur, sebagai pemimpin redaksi yang acap menemukan naskah yang acak kadut, kita yang sebagai dosen atau guru yang dihadapkan pada peserta didik yang terlanjur kita cap ‘bodoh’, dan yang paling sering kita lupa, kita sebagai warga Negara sering kali sesuka hati mengkritik pemerintah yang dinilai tidak becus. Apa salahnya kritikan-kritikan itu kita sampaikan dengan cara-cara terdidik, well educated, sopan, dan yang jelas membawa pengaruh positif bagi mereka yang kita kritik. 

Bayangkan, ketika kritikan kita membuat mereka bersemangat, tentu ini akan menjadi ladang pahala bagi kita. Padahal, agama telah mengajarkan pada kita adab dalam mengkritik. Salah satu contoh paling sederhana dan begitu dekat dengan kita, di dalam agama Islam, ketika Muslim shalat berjamaah, dan imam melakukan kesalahan dalam bacaan ataupun gerakan sholat, agama telah mengajarkan cara yang begitu santun dan indah, yaitu dengan mengucapkan ‘subhanallah’, semuanya dikembalikan kepada Allah, tidak asal berkata-kata, apalagi kata-kata yang menjatuhkan. 

Lebih jelas lagi, Al Quran menjelaskan dalam surah Al-Baqoroh ayat 83: “…serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”

So, sudah keharusan bagi kita untuk membudayakan mengkritik secara santun dan membangun pengaruh positif bagi orang-orang yang kita kritik. (*)


Penulis: Setiawan Chogah

Artikel ini pernah dimuat di Majalah Sabili, Desember 2011, dengan judul "Mengkritik Secara Santun"

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button