Kabar

Seba Baduy 2015: Menjaga Lingkungan dengan Budaya

Komunitas Baduy

Masyarakat Baduy adalah salah satu dari komunitas yang memiliki banyak keunikan, dari sekian komunitas adat yang ada di Indonesia. Lebih menarik dari komunitas adat lainnya adalah; bahwa, jika komunitas adat lain, biasanya mereka mencirikan/membentuk satu “suku”. Namun Baduy bukanlah “sukubangsa”, karena sesungguhnya sukubangsanya adalah “Sunda” sebagaimana kita mengenal Jawa Barat atau Parahiyangan yang begitu identik dengan kata “Sunda”. Namun ternyata nun jauh di pegunungan Kendeng di Banten Selatan, ada sekelompok masyarakat yang berbahasa Sunda, kukuh memegangtradisi hidup ala Sunda, bahkan kepercayaan (baca Agama) yangjuga “Sunda”. Sementara di luar komunitas ini, di Jawa Barat, Banten, bahkan di Cilacap Jawa Tengah, mengaku sebagai masyarakat Sunda.

Masyarakat Baduy hidup dengan tetap bersikukuh pada budaya leluhur.Hidup mereka menyatu dengan alam.Sehingga sangat menjaga keseimbangan alam. Tinggal di rumah tradisional panggungdengan peralatan tradisional yang alami. Menggunakan aliran sungai untuk keperluan air, tidak bersabun, shampoo dan bahan modern lainnya. Tidak menggunakan energy listrik, sehingga dilarang memiliki TV.atau Radio.

Menjunjung tinggi asas gotong royong, jujur, silih asah, silih asih dan silih asuh, yang merupakan prinsip hidup orang Sunda.

Asal-usul Baduy

Sesungguhnya mereka tidak menyebut dirinya masyarakat “Baduy”.  Mereka lebih senang disebut sebagai orang Kanekes, Cibeo, Cikartawana dan sebagainya sebagaimana nama kampung tempat mereka bermukin. Sebutan “Baduy” disebutkan oleh orang luar.

Kata Baduy sendiri dimungkinkan dari nama sungai yang melintasi perkampungan mereka “Cibaduy”. Mungkin juga dari sebutan para peneliti Belanda  yang menyamakan dengan orang Arab”Badawi”, yakni   masyarakat yang berpindah-pindah. Mungkin dihubungkan dengan tidak maunya mereka masuk Islam.Menyingkir untuk tidak masuk Islam, ketika Maulana Hasanudin meng-Islamkan Banten dan sekitarnya.

Belum diketahui dengan pasti asal-usul masyarakat ini.Walau telah banyak penelitian, namun hingga kini masih misteri.Karena tidak ada satu koropak (naskah kuno) yang menjelaskannya.Ada yang menyebut bahwa mereka adalah masyarakat Pakuan Pajajaran yang tersingkir..Namun Koorders 1864 menyatakan bahwa mereka adalah penduduk yang berpindah-pindah.Jadi mereka adalah orang Banten sendiri yang menyingkir dari utara ke Selatan.Dari utara menetap di Banten Girang bekas pusat kerajaan tua di Banten, kemudian menyingkir ke Cibiuk, Distrik Cimanuk, lalu ke Kumpay, Distrik Parung Kujang, dan terakhir di Kanekes. Prof. Dr.Yudistira Garna 1987  dalam disertasi Orang Baduy hanya menyingkap mencoba memahami bagaimana mereka memberikan arti dalam kehidupannya.

  • Kewilayahan

Secara administrative termasuk ke dalam wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.Tanah yang mereka tinggalai merupakan areal tanah Ulayat Hutan Lindung seluas 5.101,85 Ha.46 Km ke arah Selatan dari Kota Rangkas Bitung, ibukota Kabupaten Lebak. Wilayahnya terbagi dalam :Baduy Dalam (Kapuunan Cibeo, Cikeusik dan Cikartawana) serta beberapa kampung di luar kapuuan tersebut, yang disebut Baduy Luar.  Untuk menuju Baduy Dalam haru menempuh perjalanan kaki sekitar 12 Km.

Lingkungannya berupa pegunungan yang memiliki keaslian alam cukup terjaga, karena merusak alam, merupakan hal tabu “pamali” bagi mereka.Berada di ketinggian 800-1.200 m dpl.Dengan suhu berkisar antara 20-220 C. Perkampungannya dibangun secara berkelompok. Jarak antar kampung mereka dihubungkan dengan jalan setapak antara 1-5 km. melintasi sungai, ladang (huma) dan lembah, diantaranya Gunung Kenjur, Handarusa, Hoe, Gunung Pamuntuan, Gunung Kendeng, Sangresik, Kiara Damar dan lain-lain. 

  • Sosial Budaya

Masyarakat Baduy yang berjumlah sekitar 7.265 jiwa pada tahun 2004, lebih mengutamakan kepentingan umum untuk menunjang kelangsungan hidup generasinya daripada kepentingan pribadi.Prinsip pola hidupnya sederhana dan kerja keras bersahabat dengan alam, memanfaatkan sumberdaya alam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka tidak mendatangkan bahan baku dari luar, tetapi memanfaatkannya alam sekitarnya. Melakukan gotong royong dikomandoi oleh kasepuhan kampung yang disebut Jaro Dangka yang merupakan kepercayaan Puun (pemimpin tertinggi dalam struktur masyarakat Baduy).

Rumah tinggal mereka berbentuk panggung terbuat dari bambu, kayu dengan atap dari ijuk yang bahannya didapat dari alam sekitarnya. Bahan, bentuk dan  tata ruang rumah mereka relative sama, dengan satu pintu dan tanpa jendela.   Arah hadap Utara-Selatan, sebagai bentuk penghormatan terhadap Arca Domas (tempat yang paling disakralkan).

Pakaian yang digunakan Baduy Dalam serba putih hasil tenunan dari kapas murni, hasil jahitan tangan, tidak menggunakan saku, berlengan panjang, tanpa leher baju/kerah, disebut jamang sangsan.Bercelana diikatkan seperti sarung, diikat dengan kain yang disebut adu mancung. Bagi Kepunggawaan dilengkapi gelang kain atau merjan, berselendang, menggendong tas/ jarog  dari kulit teureup, dan terselip sebilah golok. Berikat kepala warna putih, yang tidak pernah lepas menutupi rambut panjangnya.Sementara Baduy Luar menggunakan baju berwarna hitam atau biru tua. Potongan hamper sama, hanya bersaku dan kancing. Berikat kepala batik biru.Dengan jarog dan golok yang terselip dipinggangnya.

Mata pencaharian utamanya adalah bercocok tanam padi di huma atau ladang. Dengan memiliki tahapan dan waktu tanam yang seksama, sesuai perhitungan yang seksama dari para  olot. Prosesi penanaman hingga panen padi, memiliki kekhasan  kukuh pada aturan tradisi, seperti : Nyacar bulan Sapar, Ngaduruk bulan Kapitu, Ngaseuk bulan kasalapan. Ada juga Ngadiukkeun Indung dan lain-lain.

Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional;  mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat ;  mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan.Artinya; secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu "Pu'un".

"Pu'un" berada di tiga kampung tangtu.Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya.Jangka waktu jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.

  • Upacara

Setiap tahunnya Masyarakat Baduy melakukan Upacara Adat yang beberapa diantaranya tidak boleh dilihat orang luar.Diantaranya :Kawalu (merupakan prosesi tutup tahun dengan melakukan puasa selama 3 (tiga) bulan, hingga Baduy tertutup bagi tamu ); Ngalaksa (dilaksanakan seusai Kawalu sebagai wujud kegembiraan setelah berpuasa); Serentaun (merupakan sidang evaluasi hasil pertanian, ditandai dengan mamasukan padi ke dalam lumbung / leuit, diakhiri dengan hiburan yang dilakukan di setiap kampungnya); Seba (wujud dari kesetiaan dan ketaatan warga Baduy kepada pemerintahan Republik Indonesia).Diantara upacara-upacara tersebut, Seba merupakan upacara yang banyak menarik perhatianmasyarakat luar, karena mereka melakukan ritual hingga ke luar wilayah Kanekes, yakni ke Ibukota Kabupaten Lebak  dan Provinsi Banten.  Seba adalah kunjungan sowan masyarakat Baduy: Jaro, para tokoh adat kajeroan, panamping, juru bahasa, tokoh pamuda dan beberapa warga. Mereka berkunjung  dengan membawa amanat Puun, serta  hasil bumi ke Bupati  dan Gubernur.Yang disampaikan adalah amanat puun, serta memberikan laporan selama 1 (satu) tahun keadaan daerahnya, serta harapan orang Baduy. Menyampaikan apa adanya, jujur, tidak boleh menutup-nutupi atau memamerkan yang baik lojor teu meunang diteukteuk, pendek teu meunang disambun (panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung; ajaran kejujuran dan apa adanya).

  • Pelaksanaan Event Seba Baduy

Sejak Provinsi Banten berpisah dari Jawa Barat.Seba Baduy dilaksanakan dengan difasilitasi Pemerintah Provinsi Banten, dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai panitia.Peserta Seba Baduy (masyarakat Kanekes) yang datang selalu menunjukan peningkatan. Dari  500 orang  pada tahun 2002, kini pada pelaksanaan terakhir tahun 2014 terhitung  1.750 jiwa, tahun 2015 ini diprediksi 2000 orang lebih yang akan datang ke Pendopo Lama Gubernur Banten, dengan pakaian khasnya; Jamang Sangsang Hitam, Lomar, Sarung, Koja dan tanpa alas kaki.

Diawali pada sore  Kamis, 23 April 2015,  acara Seba diawali dengan kumpulan warga Baduy dari berbagai kampung di rumah Jaro Dainah, yang merupakan Jaro Pamarentah (kepala desa Kanekes), untuk mendapat arahan tentang pelaksanaan Seba.

Selanjutnya pagi-pagi; Kamis, 24 April 2015, mereka berangkat menuju Pendopo Kabupaten Lebak di Rangkas Bitung.Bagi warga Baduy luar, diangkut oleh kendaraan roda 4 (empat) yang disiapkan pemerintah.Sementara Baduy Dalam jero/urang tangtu, berjalan kaki. Waktu diperhitungkan sehingga tibanya di pendopo  bersamaan. Malam harinnya pukul 19.00 WIB.mereka melakukan prosesi seba kepada Bupati Lebak, dihadiri jajaran aparatur pemerintahan Kabupaten Lebak, dilanjutkan acara dialog, seputar daerah, serta kondisi alam.

Di Pendopo Kabupaten Lebak, mereka akan dihiburan dari para Sastrawan Sunda dari berbagai peloksok Banten dan Jawa Barat, yang akan membaca puisi, fiksi, dongeng dan kawih-kawih Sunda. Warga Kanekes akan menginap se-malam, menikmati kota Rangkasbitung, dimana tidak setiap bulan mereka datang ke sana.

Pagi hari berikutnya, Sabtu 25 April 2015, kembali bergerak menuju Ibukota Provinsi Banten (Serang).Mereka diterima  diterima oleh Kepala Disbudpar Provinsi Banten selaku panitia penyelenggara /leding sector kegiatan Seba Baduy.Tahun 2015 ini para peserta Seba ditampung di Stadion Ciceuri, sebagai start awal berjalan kaki 2000 orang lebih peserta Seba menuju Pendopo Lama Gubernur Banten.

Dari Ciceuri semua warga Baduy yang akanmelakukan Seba, berjalan kaki menuju Alun-alun Barat Kota Serang. Melewati Jalan Achmadyani (Jalan Protokol Kota Serang). Tiba di Alun-alun Barat Kota Serang, disambut oleh Marching Band Gita Surasowan, sebagai penghormatan tamu Gubernur. Di Pendopo sendiri disiapkan kesenian tradisional Gamelan Kliningan untuk menyambut kehadiran warga Baduy.

Di Alun-alun Barat juga digelar pameran produk kerajinan warga Baduy.Selanjutnya sejenak Warga BAduy berinteraksi dengan warga masyarakat pengunjung pameran.

Beberapa utusan Baduy juga mengunjungi Situs Banten Lama dan membaca phenomena peninggalan Sultan di sana.

Pada sore harinya, mereka mandi ke Sungai Cibanten, sebagai  bentuk meneruskan tradisi kolot, sowan kana cai Wahanten.

Malam harinya, pukul 18.30 WIB.  Seluruh warga Baduy berjalan nguntuy/babaduyan (berurutan satu-satu) menuju halaman Pendopo Gubernur Banten, untuk selanjutnya duduk di halaman Pendopo Lama Gubernur Banten, dengan rapi, tertib, tenang, khusuk guna mengikuti acara pokok Seba; menyerahkan kue laksa, hasil bumi, serta menyampaikan amanat Puun.

Diawali dengan rajah panganteur, kemudian menyerahkan Laksa kepada Gubernur, oleh Jaro Tanggungan 12 (utusan Puun) dilanjutkan dengan sambutan menyampaikan amanat Puun oleh Jaro Pamarentah.Gubernur Banten memberikan sambutan penerimaan, serta memberikan arahan dan wejangan, serta ajakan. Selanjutnya diadakan  dialog seputar keadaan alam, serta kondisi kekinian. Beberapa pejabat terkait menjawab pertanyaan dari para utusan Baduy yang hadir menyampaikan pertanyaannya.Kesemuanya disampaikan dalam tutur basa Sunda Banten yang khas, dengan dipandu serta diterjemahkan oleh Pengatur acara yang cekatan mengatur acara Seba ini.

Setelah acara poko selesai, Gubernur memberikan kadeudeuh kepada warga Baduy.Setelah acara pokok ritual Seba selesai, mulailah hiburan Wayang Golek semalam suntuk dengan Dalang pilihan mereka.Tahun 2015 ini adalah Dalang Ki Mursidin Ajen dari Padepokan Ucu Ponah Parwa Pujangga Tanggerang.Para Warga Baduy antusias mengikuti hiburan Wayang Golek, dengan sesekali menari Jaipongan, sesuai lagu yang dipintanya.

Paginya, melakukan Seba Panutup ke Pendopo Bupati Serang.  Setelehnya seluruh warga Baduy luar diangkut kembali menuju Desa Kanekes, tempat tinggalnya, sementara  wargaBaduy dalam kembali berjalan kaki menuju Kampung Cibeo, Cikartawana dan Cikeusik. Acara Seba Baduy 2015 pun selesai.

[*]

Editor: Redaksi

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button