biem.co – Akhir bulan Maret lalu, Kompas Corner Universitas Multimedia Nusantara menggelar seminar kepenulisan kreatif yang mengundang novelis Gramedia Pustaka Utama, Dyan Nuranindya sebagai permateri tunggalnya. Peserta yang datang tak hanya dari kalangan mahasiswa UMN dari berbagai jurusan, tapi hadir juga para siswa berseragam abu-abu dari SMA Perguruan Buddhi. Bertempat di Kompas Corner, lantai dua New Media Tower UMN, perempuan bertubuh mungil nan manis itu pun membuka seminar yang dimulai pukul setengah tiga siang itu dengan bercerita.
“Sesungguhnya, impian awalku bukan jadi penulis, tapi penyanyi. Namun, baru tahu passion-ku di dunia kata-kata, saat aku sering menulis buku harian,” ujar Dyan, yang hari itu mengenakan kemeja putih polos dipadukan dengan cardigan hitam panjang. Dalam kesempatan yang sama, Dyan memberikan sejumlah teknik sederhana untuk menuangkan ekspresi dalam diri ke atas kertas. Berikut teknik-tekniknya yang bisa langsung kita coba dan terapkan.
1. Menyimpan Ide
Dyan bercerita, ia kerap kali mendapat banyak keluhan dari para calon penulis yang isinya rata-rata sama: tidak punya ide, sulit menulisi ide, atau bahkan kebanyakan ide hingga tak tahu bagaimana menguraikannya. Bagi Dyan, kita bisa menyiasatinya dengan ‘menyimpan ide’. Pastikan ke mana pun, kita membawa salah satu dari benda-benda ini: buku catatan kecil, ponsel, ipod/mp3, laptop, dan kamera. Kita pasti bertanya-tanya, untuk apa? Tujuannya satu: mengundang ide datang, dan ketika ide itu muncul, coba untuk mengabadikannya dalam jepretan kamera, tulisan singkat di ponsel maupun buku. Jadi, saat kita akan menulis, kita bisa membuka koleksi ide-ide yang kita simpan.
“Aku biasanya menemukan ide saat aku membaca, jalan-jalan, dengar musik, riset, browsing, dengar masukan/nasehat dan lain-lain. Aku menemukan ide dimana saja.”
Lalu, bagaimana jika terlalu banyak ide? Dyan menyarankan agar kita menyambungkan setiap ide yang sudah ada, menemukan benang merahnya, dan mengeksekusinya menjadi tulisan utuh.
“Sahabat penulisku, Esti Kinasih, saat aku berkunjung ke rumahnya, aku menemukan dinding temboknya dipenuhi oleh banyak post-it, isinya adalah kalimat-kalimat idenya yang ia sambung satu perstau hingga jadi tulisan yang bagus, ini namanya metode puzzle,” tambah Dyan.
2. Menulis Secara Bertahap
Jika kita tidak bisa langsung menulis novel, kita bisa memulai dengan bentuk tulisan yang lebih sederhana, misalnya buku harian atau blog. Karier kepenulisan Dyan sendiri juga dimulai dengan rajin menulis diari. Untuk meletupkan semangat menulis kita, kita juga bisa mencoba gaya ‘bercerita dan rekam’.
“Ada seseorang yang harus menceritakan secara lisan terlebih dulu apa yang ada di kepalanya, kemudian merekamnya, sebelum akhirnya bisa menumpahkan itu ke dalam tulisan. Itu bisa dicoba,” ujar Dyan memberi saran.
Hal-hal lainnya yang mmebnatu kita untuk mengembangkan ide kita adalah dengan menyiapkan opening dan ending ide kita, membuat storyline, lalu mencoba menulis yang pende-pendek terlebih dulu.
3. Free Writing and Self Editing
Ini adalah bagian yang menjadi favorit Dyan; free writing. Dalam materi yang disampaikan Dyan, ia menuturkan, menulislah dengan bebas, yaitu menikmati waktu-wkatu saat kita menulis. Jangan pernah takut melakukan kesalahan, serta jangan membaca sebelum tulisan kita selesai.
“Sering kali ada kasus, kamu sudah menulis belasan halaman, lalu sebelum kamu melanjutkannya lagi, kamu membaca ulang tulisanmu dari awal. Kamu merasa tidak percaya diri dan ragu dengan pembukaan ceritamu, kamu pun merevisinya, kemudian membacanya lagi, terus-menerus begitu. Pertanyaannya, kalau gitu, kapan tulisanmu kelar?”
Bagian pengeditan dalam sebuah tulisan punya waktunya, dan itu dinamakan self editing. Waktunya adalah ketika tulisan benar-benar sudah selesai. Kita bisa mulai mengecek kebenaran pengetikkan kata, kenyamanan kalimat hingga EYD.
4. Mengenali Target Pembaca
Penting bagi seorang calon penulis untuk mengetahui pasar dan target pembaca yang ditujunya. Menurut Dyan, ini bisa menjadi penentu kita ingin menghasilkan tulisan yang seperti apa. Dyan sendiri awal menulis novelnya yang berjudul Dealova, adalah caranya untuk mengecek keadaan pasar buku remaja di Indonesia yang saat itu tengah gandrung oleh novel-novel remaja terjemahan luar. Dyan berusaha untuk membaca pasar dan target pembacanya agar tepat sasaran.
Mengenali hal ini juga mengarahkan kita untuk menentukan tokoh utama cerita yang seperti apa, topik yang ingin diangkat, gaya bahasa, kemasan, promosi, bahkan judul. Ada banyak pilihan judul yang menarik, yang ditujukan pada target pembaca tertentu.
“Contohnya, judul yang sensational seperti ‘Jangan Main-Main dengan Kelaminmu’ karya Djenar Maesa Ayu, dari judulnya saja, kita tahu jika segmen pembacanya adalah dewasa. Selain itu, judul yang bagus menruutku adalah yang mampu menimbulkan pertanyaan,” tukas Dyan.
5. Writer’s Block adalah Bentuk Kemalasan
“Aku adalah salah satu dari sekian banyak penulis yang setuju jika writers block adalah bentuk dari kemalasan si penulis,” ucap Dyan dengan mantap.
Ada banyak ide yang bertebaran di sekitar, rasanya tidak mungkin mengalami kebuntuan ide. Dyan sendiri punya tips-tips bagi kita untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang membuat kita mentok dalam menulis. Ada dua tips. Pertama, kita bisa meminjam satu kalimat dari mana saja, baik itu lirik lagu favorit kita, kutipan buku, dialog film atau apapun, lalu coba untuk melanjutkan kalimat itu jadi sebuah cerita. Kedua, keluarlah sejenak, jalan-jalan ke mana saja, bertemu dengan orang-orang tak teduga dan coba untuk mengobrol dengan mereka, misalnya dengan sekuriti, penjaga kantin dan lainnya. Kita pasti mendapat kejutan dan inspirasi tak terduga dari sana.
Jadi, semoga lima tips dari Dyan Nuranindya di atas bisa langsung kita praktekkan dan berguna bagi kita semua yang ingin mengekpresikan diri dalam tulisan-tulisan. Mari menulis! (Veronica Gabriella)