biem.co – Menjelang Magrib, saya masih menjadi bagian dari kemacetan panjang di ruas jalan Pasar Tambak, Kibin, Serang. Mengularnya kendaraan bermotor menjadi pemandangan setiap hari dan menjadi tempat yang paling efektif untuk membuang waktu serta menguji kesabaran. Berbagai upaya telah dilakukan oleh aparat untuk mengurai dan menertibkan kemacetan di kawasan tersebut, namun sayang, belum ada tanda-tanda solusi yang konkret dan permanen di sana. Menurut teori broken windows, persoalan kemacetan yang terus berulang sepanjang tahun di kawasan tersebut disebabkan karena semua individu yang terlibat di dalamnya telah mengabaikan masalah-masalah kecil dan membiarkan kesalahan-kesalahan kecil terus terjadi, sehingga pada akhirnya mengundang masalah besar yang sulit diatasi. Ratusan pedagang kaki lima, supir angkot, pengendara motor, dan lain-lain sudah menanam ketidakdisiplinan yang buahnya tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga berimbas kepada orang banyak.
Pada awalnya, teori broken windows ini dicetuskan oleh dua orang kriminolog bernama James Q. Wilson dan George L. Kelling pada majalah bulanan Atlantic terbitan bulan Maret 1982. Teori ini menjelaskan bahwa satu jendela pecah yang dibiarkan akan mengundang orang lain untuk memecahkan kaca jendela yang lainnya. Jendela pecah yang tidak diperbaiki menimbulkan kesan ketidakpedulian. Inilah yang memicu datangnya kerusakan-kerusakan lain yang lebih parah. Artinya, kita sering tidak peduli terhadap hal-hal kecil yang sebenarnya dapat segera kita perbaiki, namun karena disepelekan maka cacat kecil ini dapat menjelma menjadi sumber masalah besar yang dapat merugikan perusahaan, organisasi, maupun sebuah usaha yang sedang kita jalankan.
Teori ini mulai berkembang ketika wali kota New York City yang baru saja terpilih, Rudy Giuliani, mengumumkan niatnya untuk menjadikan kota yang dipimpinnya itu bersih, tertib, dan teratur. Pada saat itu angka kriminalitas di New York City sangat tinggi. Namun pada kurun waktu 1994 hingga 2001 sang wali kota dan tim kepolisian mampu menurunkan secara drastis jumlah pembunuhan, penyerangan, perampokan dan tindak kekerasan lainnya. Keberhasilan ini bukan karena operasi perburuan kriminal secara besar-besaran melainkan memulainya dengan memperbaiki jendela pecah.
Asumsinya begini, jendela pecah yang dibiarkan menimbulkan kesan bahwa sebuah rumah sudah tidak ada yang mengurus atau tidak ditinggali. Ini akan mendorong vandalisme dan tindakan anarki berikutnya. Misalnya memecah jendela yang lain, dinding yang dicoreti graffiti, hingga akhirnya lingkungan menjadi tempat nongkrong berandalan, dan seterusnya. Ini yang secara akumulatif menjadikan angka kriminalitas demikian tinggi. Sehingga untuk menurunkan kriminalitas harus dimulai dari hal kecil, seperti memperbaiki jendela pecah tadi.
Contoh kecil saja dalam keseharian kita, misalnya ketika kita tidak membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak menyimpan kembali semua peralatan yang kita pakai pada tempatnya, tidak membuang abu dan puntung rokok pada tempatnya, maka hal yang sangat mungkin terjadi adalah semakin banyak orang yang akan membuang sampah sembarangan, peralatan pun menjadi berantakan dan sulit dicari saat kita memerlukannya lagi, dan semakin banyak orang yang berani membuang abu dan puntung rokok sembarangan. Bukankah kita sering mendengar terjadinya kebakaran yang disebabkan oleh bara api yang ada di puntung rokok.
Ketika kita melihat tembok rumah kita dicoret-coret dan membiarkannya begitu saja, maka tidak lama kemudian tembok lain yang masih bersih akan penuh dengan coret-coretan baru. Sikap kita yang tak acuh dan terkesan tidak peduli secara tidak langsung mengundang dan mempersilakan mereka melakukan hal yang lebih parah lagi pada rumah kita. Ketidakpedulian kita sama saja dengan memberi lampu hijau kepada mereka untuk melakukan hal tersebut, bahkan melakukan hal-hal yang lebih parah lagi.
Apa yang akan terjadi ketika manajemen perusahaan membiarkan seorang karyawan melakukan tindakan tidak disiplin dalam bekerja? Maka lama-kelamaan karyawan yang lain juga akan mengikuti bertindak tidak disiplin dalam bekerja. Apa yang akan terjadi ketika sebagai atasan kita bersikap biasa-biasa saja pada saat bawahan kita memberikan laporan pada jam sebelas siang, padahal deadline yang telah ditetapkan adalah maksimal setiap jam sepuluh pagi? Maka jangan kaget jika suatu saat bawahan kita memberikan laporan tidak lagi jam sebelas melainkan sore hari atau keesokan harinya lagi.
Kita tahu kalau hampir semua restoran cepat saji bernama Mc Donald’s di mana-mana selalu ramai dan buka 24 jam, Mc Donald's terkenal memiliki obsesi yang luar biasa terhadap kecepatan dan kebersihannya. Namun pernah terjadi di suatu negara beberapa bulan terakhir penjualannya begitu menurun terutama pada malam hari. Apa yang sebenarnya terjadi? Ternyata salah satu lampu pada lengkungan huruf M sebagai logo Mc Donald yang terpasang besar di halaman mati, sehingga menyebabkan calon pembeli yang semula hendak berkunjung ke tempat itu membatalkan diri karena mengira restoran tersebut tutup. Lampu yang mati itu sebenarnya sepele, hanya saja tidak ada karyawan yang peduli untuk melaporkan hal ini agar segera diperbaiki.
Berbicara teori broken windows itu bicara persepsi, seperti dokter yang memiliki naluri untuk melakukan pencegahan daripada melakukan pengobatan. Broken windows itu bisa terlihat bisa juga tidak langsung terlihat. Sadarkah kita ketika acuh terhadap lampu yang berkedip-kedip karena expired, sebenarnya kita telah membiarkan tubuh kita terkena radiasi sinar-X yang berbahaya? Lampu kedap-kedip akan memancarkan tenaga yang lebih besar ketimbang lampu yang terus menyala. Meskipun paparan sinar-X bukanlah penyakit, tapi dampak yang ditimbulkan sangat besar karena bisa menurunkan kekebalan tubuh yang membuat seseorang jadi gampang terkena penyakit. Paparan sinar-X bahkan diduga bisa memicu risiko kanker dan membuat pertumbuhan janin terhambat.
Bagaimana sebuah hal sepele ternyata membawa konsekuensi yang demikan besar? Berikut ini ada sebuah ungkapan lama yang konon aslinya dari Jepang: “Karena sebatang paku terlepas, lepaslah sepatu kuda; Karena sepatu terlepas, terjatuhlah kuda; Karena kuda terjatuh, pesan tidak terkirim ke garis depan; Karena pesan tidak terkirim, pasukan kalah perang; Karena kalah perang, jatuhlah sebuah negara!" Menurut Giuliani: "You had to pay attention to small things, otherwise they would get out of control and become much worse." Giuliani memperhatikan hal kecil, memperhatikan "paku di sepatu kuda"-nya supaya tidak lepas. Dan kita juga dapat mulai belajar untuk menjadi seperti Giuliani. Sekalipun usaha atau organisasi kita belum sebesar mereka, atau bahkan sebagai karyawan sekalipun.
Segera perbaiki!
Coba perhatikan seisi rumah kita. Adakah keran air yang bocor tapi belum diperbaiki? Adakah lampu yang mati tapi belum diganti? Adakah atap yang bocor belum diperbaiki? Adakah selokan yang mampet belum dibersihkan? dst. Kalau menurut teori Broken Windows, maka kerusakan kecil seperti itu harus segera diperbaiki, karena dapat mendorong kerusakan yang lebih besar. Yang ujung-ujungnya biaya membutuhkan yang lebih besar. Seringkali rantai kerusakannya diluar dugaan kita. Misalnya, kebocoran keran air ternyata memicu kerusakan pompa air, kerusakan pompa air memicu hubungan pendek dan listrik mati, listrik mati mendadak memicu rusaknya kulkas, dan seterusnya.
Kerusakan kecil yang tidak diperbaiki juga menggambarkan kondisi organisasi atau perusahaan di mana kita berada. Pernahkah kita datang ke sebuah kantor atau toko yang plafon atapnya sudah jebol namun dibiarkan? Bagaimana perasaan kita melihatnya? Pasti sangat tidak nyaman berada di sana. Orang akan berpikir, memperbaiki hal-hal kecil saja tidak bisa, apalagi hendak berurusan dengan hal-hal yang lebih besar.
Untuk menghidari perubahan-perubahan kecil yang dapat berdampak besar, maka diperlukan standar, baik itu standar pekerjaan, standar perilaku, dan lain-lain. Standar tadi tidak cukup hanya di mulut saja, namun sebaiknya didokumentasi kan dengan baik, supaya dapat menjadi referensi tetap. Tidak perlu dokumentasi yang canggih-canggih, yang penting standar terdokumentasi dan dapat dikomunikasikan dengan mudah.
Memastikan bahwa tidak ada "paku yang terlepas" bukan hanya pekerjaan satu orang saja. Namun butuh keterlibatan semua pihak, dari pemilik usaha hingga anggota tim terbawah. Ignorance adalah awal dari terjadinya paku yang terlepas. Jika ada yang menemukan kerusakan atau kejadian di luar standar, siapapun orangnya, harus segera mengambil tindakan. Mentalitas "ah cuma begitu doang" harus dibuang. Terlebih mental saling mengandalkan. Biasanya pimpinan adalah pihak yang paling rewel karena rasa memiliki yang besar. Tapi pimpinan tidak selamanya bisa berada di lokasi. Jadi anggota tim di semua lini harus memiliki keterlibatan yang sama.
Kritik, baik dari diri kita sendiri, sesama anggota tim, apalagi dari customer, merupakan cara terbaik mengetahui adanya "paku yang akan lepas". Jangan biarkan rasa malas kita menjalar pada semua aspek kehidupan, jangan biarkan rendahnya motivasi merusak keinginan kita untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan jangan biarkan diri kita menjadi bagian dari suatu masalah tetapi menjadi bagian dari solusi.
Sedemikian pentingnya kita menaruh perhatian kepada hal-hal kecil yang selama ini kita anggap sepele. Mengapa? Sebab hal itu memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan kita. Setiap orang memang tidak mungkin dapat berbuat yang jauh lebih baik, lebih dapat dipercaya, lebih dapat diandalkan, lebih dapat dihormati kalau ia sendiri tidak dapat menunjukkan kualitas dirinya yang baik dalam hal-hal yang kelihatannya sederhana.
Ketika ada sesuatu yang tidak beres, jangan membiarkannya menumpuk sampai besar. Akhirnya jadi sulit diurai masalahnya. Kalau muncul sedikit yang tidak beres dan sudah terdeteksi sebaiknya segera dikomunikasikan dan diselesaikan. Perawatan rutin dan kosisten pasti lebih efisien dibandingkan menumpuk untuk dilakukan perawatan besar.
Membiarkan kesalahan-kesalahan kecil akan menciptakan efek bola salju. Mulanya kecil, tetapi kemudian menjadi gelindingan besar dan akan terus membesar, hingga pada suatu saat nanti kita sendiri tidak akan sanggup lagi mengatasinya. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dengan hal-hal yang kita anggap remeh, sepele, tetapi dapat menjadi broken windows kita dalam hidup ini yang dapat merusak hubungan baik kita dengan sesama dan Tuhan; bahkan merusak kehidupan kita sendiri. [*]
Irvan Hq, CEO biem.co dan Ketua Umum Banten Muda Community