Oleh H. Uus M. Husaini, Lc., M.Pd.I
biem.co — Sudah menjadi fitrah manusia memiliki kecenderungan menyenangi wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, binatang-binatang ternak, sawah, ladang dan lain sebagainya.[1]
Kecenderungan ini begitu hebatnya, sehingga tak heran banyak manusia yang berlomba-lomba mendapatkannya. Tak peduli benar atau salah, halal ataupun haram, yang penting bisa mendapatkannya. Mereka beranggapan bahwa itu semua dapat memberikan kebahagiaan dan kesenangan bagi dirinya.
Namun terkadang, setelah mendapatkan itu semua, manusia tidak menemukan kebahagiaan yang selama ini dicarinya. Bahkan tak jarang mereka tidak bisa menikmati harta yang dimilikinya. Hidupnya menjadi gelisah, tidak tenang, diliputi kehawatiran dan lain sebagainya.
Islam, melalui banyak ayatnya dalam al-Qur’an sesungguhnya telah menjelaskan kepada manusia bahwa isteri, anak, dan harta yang dimiliki pada hakikatnya adalah “fitnah” (cobaan).
Dalam al-Qur’an surah al-Anfaal [8]: 28 Allah Swt berfirman: Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.[2]
Dalam keterangan ayat yang lain Allah Swt juga menegaskan: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar[3]
Menurut Ibnu Katsir kata fitnah dalam ayat tersebut adalah ujian dan cobaan yang Allah berikan kepada manusia, agar Allah mengetahui apakah manusia akan bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut dan taat kepada-Nya, ataukah manusia malah disibukkan mengurusinya.[4]
Banyak manusia yang lebih sabar dan lebih dekat dengan Allah (red. Taat) dalam menghadapi kesulitan hidup dibandingkan dengan kesenangan hidup. Seperti kisah Tsa’labah bin Hatib al-Anshory yang begitu masyhur. Ketika miskin ia rajin beribadah, namun setelah Rasulullah Saw mendoakannya dan menjadi kaya, ia menjadi budak harta, hidupnya disibukkan mengurusi hartanya, bahkan kemudian meninggalkan shalat dan enggan membayar zakat.[5]
Baca Juga
Dalam ayat yang lain Allah Swt telah mengingatkan manusia agar jangan sampai harta dan anak-anak yang dimilikinya itu melalaikan manusia dari mengingat Allah. Dan apabila keduanya telah melalaikan manusia dari mengingat Allah maka kita akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.[6]
Oleh karena itu, manusia harus berhati-hati menyikapi “fitnah” tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan justru diantara isteri dan anak-anak ada yang menjadi musuh bagi manusia itu sendiri sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surah Ath Taghabun [64] : 14; Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[7]
Menyenangi wanita, anak-anak dan harta bukanlah hal yang terlarang dalam Islam. Namun, kesenangan tersebut harus kita posisikan pada tempatnya yang proporsional. Jangan sampai kesenangan itu menjadikan manusia lalai kepada Allah Swt, apalagi sampai bermaksiat kepadanya. Sebagai manusia kita harus ingat bahwa akan ada suatu masa nanti dimana ia akan mempertanggungjawabkan itu semua di hadapan Allah pada hari kiamat kelak.
Semoga kita semua bisa menyikapi “fitnah” itu dengan sikap yang terbaik dan benar. ***
_________________________________
[1] Q.S. Ali Imran [3]: 14
[2] Q.S. al-Anfaal [8]: 28
[3] Q.S. Ath Taghabun [64]: 15
[4] Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, (Daar Thoyyibah, 1422 H/2002 M), h. 42
[5] Muhammad bin Ahmad al-Anshory al-Qurthuby, al-Jami’ liahkam al-Qur’an, (Daar el-Fikr, t.t.), h. 134, lihat juga Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyy al-Dimasqy, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, (Daar Thoyyibah, 1422 H/2002 M), h. 184-185
[6] Q.S. Al Munafiqun [63]: 9
[7] Ath Taghabun [64] : 14
Uus Muhammad Husaini, aktif sebagai Pengurus Forum Dosen Agama Islam Universitas Serang Raya dan menjabat sebagai Sekretaris Umum Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional (IAAI) Banten.
Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi.