BOGOR, biem.co – Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat diabaikan. Seiring dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat, tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi semua orang menjadi semakin mendesak. Sebagai seorang ahli pangan, tugas kita adalah memahami masalah ini dan mencari solusi yang berkelanjutan. Penduduk dunia, diperkirakan akan mencapai delapan miliar jiwa pada 15 November tahun 2023 ini dan berkembang menjadi 8,5 miliar jiwa pada 2030 dan 10,4 miliar pada 2100 menurut laporan PBB, sedangkan di Indonesia, jumlah penduduk kini telah mencapai sebanyak 278,69 juta jiwa pada pertengahan 2023 dan akan terus bertambah setiap tahunnya (BPS, 2023).
Keamanan pangan juga menjadi masalah di Indonesia, berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI) ketahanan pangan di Indonesia pada tahun 2022 menduduki urutan ke 63 dari 113 negara, dibawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Indikator utama dalam mengukur ketahanan pangan yaitu keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan (availability), kualitas gizi dan keamanan makanan (quality and safety), dan ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience). Masalah mengenai keamanan pangan menjadi dampak yang serius jika tidak ditangani dengan sigap karena dapat mempengaruhi kualitas hidup masyarakat, ditengah Indonesia menghadapi masalah penyakit diabetes, obesitas, gizi yang buruk serta stunting pada anak.
Berdasarkan data Global Hunger Index (GHI), indeks kelaparan masyarakat Indonesia merupakan yang tertinggi nomor tiga di Asia Tenggara pada tahun 2022. Namun disisi lain Food Sustainability Index pada tahun 2021, Indonesia menempati rangking dua terendah sebelum Filipina. Food waste and lose oleh Indonesia mencapai sekitar 9,8 juta ton per tahun. Angka yang fantastis dan sangat ironi ketika masalah pangan masih menghantui masyarakat justru pangan di Indonesia masih banyak terbuang. Masalah Food waste and lose juga menjadi masalah serius di banyak negara, makanan yang seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sering terbuang karena berbagai alasan, termasuk ketidakseimbangan distribusi dan praktik konsumsi yang boros. Pemborosan makanan dapat berasal dari rumah tangga, industri kuliner, pusat distribusi, pasar tradisonal, supermarket dan lainnya.
Pemborosan pangan tidak hanya tidak etis secara moral dan berdampak pada ketahanan pangan, tetapi juga berdampak negatif pada lingkungan. Pemborosan makanan ini dapat pula terjadi akibat kerusakan baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologis. Kerusakan oleh mikroorganisme merupakan hal yang sangat sulit untuk dihindari oleh karena itu perlu dilakukannya penanganan untuk menghindari pemborosan akibat penyimpanan bahan pangan ataupun pengolahan yang tidak tepatsehingga menyebabkan pangan yang tidak layak konsumsi.
Indonesia membutuhkan perubahan untuk menangani keadaan darurat dalam sektor pangan. Sebagai masyarakat tentunya kita penting berkontribusi dalam perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Salah satu aspek yang perlu diperbaiki yaitu segi pendidikan, jika sektor pendidikan rakyat baik maka perbaikan sektor apapun termasuk pangan akan menjadi lebih mudah. Jika melihat negara maju, para petani berasal dari pendidikan tinggi. Sehingga riset tidak hanya dilakukan oleh akademisi saja tetapi para petani juga ikut andil karena kesehariannya merupakan praktisi pertanian. Edukasi ataupun pelatihan akan keamanan pangan juga akan semakin mudah dikarenakan kemampuan intelektual yang baik. Rekayasa teknologi untuk memperbaiki sektor pertanian akan menjadi mudah dan cepat. Teknologi pertanian yang baik akan menciptakan pangan yang berkualitas dan harga yang terjangkau.
Selain dari segi pertanian, penangan pascapenen perlu dilakukan secara baik, sebab seringkali pangan terbuang setelah proses pemanenan akibat dari tidak memahami penanganan produk dengan benar serta harga yang anjlok di pasaran. Pengolahan produk untuk meningkatkan efisiensi juga penting dilakukan untuk mengurangi angka food waste and lose. Aspek pengolahan keamanan pangan baik dari segi hygenitas perlu menjadi perhatian. Pengolahan yang baik dapat menciptakan produk yang berkualitas. Alat pemrosesan yang yang lebih hemat akan mengurangi biaya energi. Untuk menghasilkan peralatan pemrosesan maka diperlukan riset untuk meningkatkan inovasi produk pengolahan. Oleh sebab itu ilmu dan teknologi pangan penting untuk dipelajari.
Sebagai salah satu peran sebagai food scientist yaitu dengan berkontribusi dalam melakukan riset dan pembuatan peralatan yang berguna untuk meminimalkan kerusakan pangan secara fisik, kimia dan mikrobiologis untuk memproduksi pangan sesuai dengan standar keamanan pangan yang berlaku dan dapat mengurangi pangan yang terbuang. Salah satu contoh peralatan yang dapat aplikasikan dan dikembangkan di Indonesia yaitu peralatan non-termal seperti High Pressure Processing (HPP), Pulsed Electric Field (PEF), Cool Plasma Processing (CPP) dan masih banyak peralatan yang perlu dikembangkan dengan menggunakan energi rendah dan pemrosesan yang lebih mudah sehingga dapat diaplikasikan baik pada industri maupun skala kecil UMKM. Dengan adanya penggunaan peralatan tersebut dapat mengupayakan minimnya kerusakan dan penyakit khususnya dari mikroorganisme yang dapat mengancam kesehatan manusia serta dapat memproduksi produk dengan biaya rendah. (Red)