POSO, biem.co – Kedua korban kriminalisasi atas terjadinya peristiwa kerusuhan di PT. Gunbuster Nickel Industri (GNI), Morowali Utara pada 14 Januari 2023 lalu, mulai menjalani sidang perdana pada 04 Juni 2023 di Pengadilan Negeri Poso. Mereka adalah Minggu Bulu dan Amirullah. Sidang dengan register perkara nomor
202/Pid.B/2023/PN Pso dan 201/Pid.B/2023/PN Pso dengan mendudukan Minggu Bulu dan Amirullah yang merupakan korban kriminalisasi sebagai terdakwa dilangsungkan secara daring (online). Keduanya mengikuti persidangan dari ruangan LAPAS Kelas III Kolonodale, Morowali. Buruh PT. GNI didakwa karena memperjuangkan hak pekerja, ancaman serius bagi pembela HAM
Bermula dari adanya end contract yang dilakukan PT. GNI terhadap beberapa karyawan dengan alasan ikut bergabung menjadi anggota serikat dan melakukan mogok kerja, Minggu Bulu dan Amirullah bersama anggota PSP SPN PT. GNI dan buruh PT. GNI lainnya melakukan aksi mogok kerja lanjutan pada 14 Januari 2023.
Selain menuntut PT. GNI mempekerjakan kembali karyawan yang di and contract, aksi mogok kerja tersebut menuntut pula PT. GNI agar menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), menolak pemotongan upah sepihak oleh PT. GNI serta menuntut pertanggungjawaban PT. GNI atas terjadinya kecelakaan kerja dalam kerja perusahaan yang menyebabkan hilang nya nyawa. Aksi mogok kerja berlangsung secara damai dan berakhir pada pukul 17.00 waktu setempat. Bersamaan dengan selesainya aksi mogok kerja tersebut, Minggu Bulu dan Amirullah langsung pulang ke tempat tinggalnya. Berakhirnya aksi mogok kerja tersebut ikut disaksikan oleh Kapolres Morowali beserta beberapa anggota kepolisian setempat.
Merujuk pada surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Minggu Bulu dan Amirullah sebagai Buruh PT. GNI didakwa secara terpisah dengan menggunakan pasal yang sama, yaitu Pasal 160 ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHPidana atau Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Tim Pendamping Hukum menilai bahwa proses hukum dan dakwaan terhadap Minggu Bulu dan Amirullah merupakan upaya kriminalisasi aktivis pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bentuk pemberangusan kebebasan menyampaikan pendapat. Selain itu, aksi mogok kerja yang dilakukan oleh Minggu Bulu dan Amirullah bersama dengan anggota anggota PSP SPN PT. GNI lainnya dengan tuntutan yang dibawanya adalah bagian dari memperjuangkan hak – hak buruh yang dijamin dan dilindungi oleh undang – undang yang diduga telah dilanggar oleh PT. GNI.
Di sisi lain, tim Pendamping Hukum melihat upaya kriminalisasi tersebut semakin tampak jelas jika dihubungkan dengan fakta dilapangan. Pada faktanya, aksi mogok kerja sebagaimana disinggung di atas, berakhir pada pukul 17.00 waktu setempat, bersamaan berakhirnya aksi mogok kerja, Minggu Bulu dan Amirullah langsung meninggalkan lokasi aksi. Lagi pula berakhirnya aksi mogok tersebut disaksikan oleh langsung Kapolres Morowali bersama beberapa anggota kepolisian setempat. Sedangkan, dengan mengacu pada uraian surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, disebutkan bahwa peristiwa kerusuhan terjadi pada sekitar pukul 20.00 WITA hingga pukul 23:00 WITA. Artinya, kerusuhan tersebut terjadi setelah berakhirnya aksi mogok kerja, ditambah lagi Minggu Bulu dan Amirullah tidak berada di lokasi terjadinya kerusuhan tersebut bahkan Minggu Bulu dan Amirullah baru mengetahuinya setelah terjadinya kerusuhan.
Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, maka penggunaan Pasal 160 ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHPidana atau Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana untuk mendakwa Minggu Bulu dan Amirullah sangat dipaksakan, oleh karena tidak ada sama sekali hubungan kausalitas antara aksi mogok kerja dan Minggu Bulu serta Amirullah melakukan hasutan sebagai causa terjadinya peristiwa kerusuhan.
Persidangan akan dilanjutkan pada 11 Juli 2023 dengan agenda eksepsi dari Tim Penasehat Hukum. Dalam kesempatannya di persidangan, Tim Penasehat Hukum yang mendampingi Minggu Bulu dan Amirullah yang tergabung dalam Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) dalam persidangan meminta agar sidang dilangsungkan secara luring (luar jaringan / offline) agar persidangan berlangsung maksimal tanpa adanya hambatan, terutama hambatan jaringan/sinyal. (Red)