KOTA SERANG, biem.co — Universitas Primagraha (UPG) bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Serang menggelar penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), Jumat (10/12/2021).
Wakil Rektor III Universitas Primagraha, Ega Jalaludin mengatakan, MoU ini memberikan jalan bagi mahasiswa, dosen serta stakeholder UPG untuk ikut berpartisipasi dalam proses politik, khususnya dalam hal pengawasan.
“Ini tentu saja senada dengan konsep MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) bahwa mahasiswa bisa melakukan aktivitas di luar kampus dan memiliki kompetensi tambahan dalam pengawasan partisipatif. Semoga sinergi ini dapat menguatkan Tri dharma serta meningkatkan pengawasan demi tegaknya demokrasi,” kata Ega.
Dalam kesempatan itu, Ketua Bawaslu Provinsi Banten, Didih M. Sudi menerangkan tentang proses pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2024.
“Berkaitan dengan kegiatan, saya ingin menyampaikan bahwa kita akan menghadapi tahun 2024, yaitu tahun Pemilu dan Pilkada. Pilkada itu Pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan secara serentak di seluruh indonesia, sedangkan Pemilu kita memilih Presiden, DPD, DPR Kabupaten/Kota, Provinsi maupun RI secara nasional,” terang Didih.
Selain MoU, pihaknya juga menggelar Diskusi Publik bertema ‘Mewujudkan Pemilu dan Pemilihan 2024 yang Berintegritas di Wilayah Provinsi Banten’. Kegiatan diskusi publik yang juga dilakukan secara hybrid menggunakan Zoom Meeting ini mengundang Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo bersama Dekan Fakultas Hukum UPG, Fatullah.
Fatullah mengatakan, kampus memiliki peranan penting dan strategis dalam melaksanakan gerakan partisipatif untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang jurdil dan transparan.
“Kita akan menyongsong pelaksaan pesta demokrasi di tahun 2024, dan kampus merupakan bagian dari komunitas masyarakat yang memiliki peranan penting dan strategis untuk melakukan satu gerakan partisipatif dalam mewujudkan pelaksanaan pemilu 2024 yang jujur, adil dan transparan,” ungkapnya.
Fatullah juga menjelaskan mengenai makna pemilu yang dibagi menjadi tiga hal, ia dengan semangat memberi materi di hadapan mahasiswanya berkaitan dengan Pemilu yang harus diwujudkan dengan partisipasi penuh oleh masyarakat dalam mewujudkan Pemilu yang berintegritas.
“Pertama, Pemilu adalah instrumen pergantian pimpinan politik secara reguler dan damai. Kedua, Pemilu merupakan instrumen partisipasi rakyat dalam politik dan pemerintahan. Ketiga, Pemilu juga merupakan partisipasi rakyat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dari pusat hingga daerah. Tentu hal ini yang menyebabkan kita selaku civitas akademik bersama penyelenggara Pemilu memiliki peran penting untuk mewujudkan pemilu damai, tertib, jujur, adil, tanpa ada hal-hal yang mengakibatkan delegitimasi terhadap pemimpin politik yang dipilih oleh rakyat,” paparnya.
Sementara itu, Ratna Dewi Pettalolo, Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu RI menguatkan apa yang disampaikan oleh Fatullah mengenai makna hakiki Pemilu. Ia menyebutkan pengawasan oleh rakyat adalah yang utama dan pertama.
“Kalaupun konstitusi ada lembaga formal seperti Bawaslu untuk menjadi yang mengawasi Pemilu tidak melepas tanggung jawab utama dan pertama dari masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu, karena pemilu tidak lain adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara periodik lima tahun sekali, yang dimaksudkan sebagai kesempatan bagi rakyat sebagai pemegang kedaulatan untuk melakukan sebuah proses evaluasi kepemimpinan yang ada di negara yang kita cintai ini,” ujarnya.
Ratna melanjutkan, bahwa Pemilu dan pemilihan tidak bisa dibiarkan berjalan tanpa pengawasan. Menurutnya jika tidak ada pengawasan bisa terjadi penyimpangan, pelanggaran bahkan proses Pemilu akan berlangsung curang dan menghasilkan pemimpin yang tidak amanah.
“Ketika proses Pemilu itu tidak laksanakan secara jujur, maka dihawatirkan melahirkan pemerintahan yang tidak berpihak terhadap kepentingan rakyat di masing-masing cabang kekuasaan yang diisi melalui Pemilu, baik eksekutif, legislatif atupun yudikatif. Nanti semua pilar kekuasaan ini bergerak pada kepentingan kelompok tertentu saja, tidak pada kepentingan rakyat. Apa kepentingan rakyat? Yaitu untuk mendapatkan kehidupan yang nyaman, aman, bahagia dan sejahtera,” tegasnya. (red)