Kabar

Penolakan UU Cipta Kerja dalam Dialog Publik ‘Simalakama Omnibus Law’

KOTA SERANG, biem.co — Bertempat di Padepokan Kupi, telah berlangsung acara diskusi ‘Simalakama Omnibus Law’ yang dilakukan oleh Komunitas Relawan Banten (KRB) dan Criminal Law Students Assosiation (CLSA) FH Untirta, yang di dukung oleh Padepokan Kupi, Haji Rocker Foundation, Labarotorium Banten Girang, dan Sharing Musik Banten, Sabtu (18/10/2020).

Narasumber dalam diskusi kali ini terdiri dari beberapa elemen, yakni mahasiswa, akademisi/dosen, dan juga pekerja (buruh). Menariknya selain diselenggarakan secara offline, kegiatan dialog publik pada kesempatan ini juga diselenggarakan melalui online dengan menggunakan medium Google Meet.

“Tujuan dari diselenggarakannya kegiatan dialog publik ini adalah untuk membuat ruang demokrasi bagi masyarakat untuk memperdalam pemahaman mengenai Omnibus Law UU Cipta Kerja,” kata Founder KRB, Aliyth Prakarsa.

Kemudian, Fairuz perwakilan Mahasiswa CLSA FH Untirta yang ikut menyuarakan tuntutan di jalanan menyatakan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja sangat tidak demokratis dalam proses pembentukannya dan sarat akan kepentingan golongan tertentu.

“Omnibus Law ini juga bukti kegagalan pemerintah dan parlemen dalam membuat suatu produk hukum yang sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945,” ungkapnya. Ia pun mengecam tindakan represifitas aparat yang terjadi saat demonstrasi.

Sedangkan Japra, Mahasiswa UIN Banten mengatakan, Omnibus Law UU Cipta Kerja menjadi titik klimaks dari berbagai macam produk hukum yang anti rakyat dan anti demokrasi.

“Situasi ini akan semakin membuat rakyat menderita dalam situasi krisis ekonomi dan krisis kesehatan Covid-19,” tuturnya.

Dari elemen akademisi, ada Azmi Syahputra yang merupakan Dosen FH Universitas Bung Karno. Ia mengungkapkan kejanggalan UU Cipta Kerja.

“Lebih parah dan niat banget mereka membuat pasal kebal hukum agar tidak bisa dituntut. Dalam Pasal 163 UU Cipta Kerja, Menteri Keuangan dan lembaga tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, dan pasal ini tidak mencerminkan asas equality before the law (semua orang sama kedudukannya dimata hukum),” terangnya.

Menurutnya, UU Cipta kerja juga mencabut UU Pengelolaan Negara dan UU Keuangan Negara (Pasal 164 UU Cipta Kerja), sehingga ke depan unsur keuangan atau uang negara yang jadi poin pintu masuk dalam tindak pidana korupsi akan hilang.

“Dan malah organ lembaganya tidak bisa dikenakan tindak pidana korupsi. Lembaga tersebut nantinya akan bernamakan LPI (Lembaga Pengelolaan Investasi), lalu akibatnya lembaga penegak hukum pidana dipastikan tidak bisa masuk untuk menyidik lembaga ini (apabila diduga korupsi), padahal dana modal dan aset awal pada lembaga investasi tersebut bersumber dari negara,” paparnya.

Lalu, elemen pekerja (Buruh) diwakilkan oleh Adi Satria  dari Serikat Buruh Pekerja Hero Supermarket. Ia mengatakan bahwa Omnibus Law akan mengakibatkan perbudakan selamanya.

“Pasal-pasal yang tidak ada menjadi ada, pasal yang ada menjadi tidak ada; kejahatan sistematis yang akan merugikan masa depan. Dalam situasi ini, pekerja buruh mengalami ketidakpastian kerja, ketidakpastian jaminan sosial dan jaminan hari tua,” pungkasnya. (red)

Editor: Yulia

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button