biem.co — Beberapa tahun yang lalu pada kegiatan literasi saya mengenal nama Fatih Zam. Nama yang harus saya ingat, karena berada pada frekunsi yang sama. Namanya semakin lekat di kepala, semakin dekat, karena rumahnya masih satu kecamatan dengan tempat tinggal istri saya. Saya sempat berkunjung ke rumahnya, pertama itu saya mendengar nama Cendekiawan Kampung, selain artikel yang terpampang di koran tentang Cendekiawan Kampung.
Setiap kali bertemu, pembicaraan tentang Cendekiawan Kampung dan Saung Huma selalu seru untuk dibicarakan. Akan tetapi pada Cendekiawan Kampung saya melihat hal lain yang harus saya tiru di TBM Saung Huma.
Fatih yang ternyata bernama asli Atih Ardiansyah selalu mendorong perbaikan sistem pada pengelolaan TBM yang saya dirikan. Saya menyadari itu perlu dilakukan. Dari hari ke hari saya terus mengikuti berbagai hal yang berkaitan dengan Cendekiawan Kampung melalui media sosial. “Mempertemukan orang-orang kampung yang ingin kuliah dengan pemberi beasiswa, serta mendorong mereka untuk kembali ke kampung dan membangun kampung dengan bekal pendidikan,” itu melulu inti dari setiap pembicaraan kami. Cendekiawan Kampung adalah antitesa dari pengalaman hidup saya yang ingin kuliah tetapi terhalang biaya.
Cendekiawan kampung, tujuannya sederhana sebenarnya, tetapi tidak semua orang dan lembaga bisa melaksanakannya. Butuh konsep dan tindakan yang besar untuk mewujudkan hal yang dianggap sederhana itu. Mendapatkan beasiswa adalah mimpi semua orang, dan CK bekerja mempertemukan keinginan itu dengan orang yang mau membantu mengabulkan. Tugas hebat yang terlihat mudah tetapi berat.
Saya, Munawir Syahidi, yang akhirnya dianugerahi Cendekiawan Kampung Award 2020 merasa belum pantas diri, tetapi lebih daripada itu saya akan belajar memantaskan diri.
Ini bukan penghargaan untuk saya, ini adalah penghargaan untuk semua orang yang mendukung mimpi-mimpi saya, mimpi yang sama dengan CK. Jika CK mendorong anak-anak kampung untuk dapat kuliah, maka saya di kampung bergerak bagaimana masyarakat dan anak-anak merasa perlu terhadap pendidikan.
Penghargaan ini saya berikan kepada orang tua saya, orangtua dari istri saya yang akhirnya menjadi orangtua saya juga, kepada guru-guru saya dari SD sampai Perguruan Tinggi, kepada anak-anak Planters, Kepada anak-anak Paksi MAN 4 Pandeglang, Keluarga Besar MAN 4 Pandeglang, teman-teman di Gesbica, semua orang yang pernah bersinggunagan dengan saya, para donatur TBM Saung Huma, donatur moril dan materil.
Terima kasih tiada terhingga kepada ibu dari anak-anak saya, Arnasih, perempuan yang selalu setia mendampingi keinginan-keinginan saya yang akhirnya mengabaikan keinginan-keinginannya, kegiatan-kegiatan literasi yang biasanya menghabiskan biaya dapur. Semoga kau tidak lelah.
Saya selalu ingat yang dinasihatkan bapak kepada saya, tentang Ibrahim As, Ismail As, dan Siti Hajar. Ketika Allah memerintahkan kepada Ibrahim untuk menyembelih Ismail sebagai pengorbanan, sama sekali ketiga orang itu tidak menolak karena hanya satu alasan bahwa itu perintah Allah. Setan beraksi sekuat tenaga, tetapi tidak berhasil, sampai akhirnya Allah mengganti Ismail dengan seekor domba. Saya meyakini setiap kebaikan pasti akan ada setan yang mengganggu. Untuk menghadapinya dibutuhkan kekompakan, maka kebaikan itu akan terwujud, dan Allah tambah kebaikan itu.
Maka pengahargaan itu sejatinya bukan hanya untuk saya, tetapi untuk semua orang yang ikut andil mewujudkan mimpi-mimpi saya. Mimpi-mimpi saya adalah mimpi CK dan CK adalah mimpi semua orang.
Penghargaan itu telah membuat saya sibuk membalas ucapan selamat, dan lebih daripada itu pikiran saya sibuk untuk memantaskan diri agar penghargaan itu cocok untuk saya.
Kepada yang memandang dan berpikiran bahwa yang dilakukan Cendekiawan Kampung itu hal biasa dan sedehana, maka silakan membuat yang serupa dengan Cendekiawan Kampung agar semakin banyak orang-orang kampung yang kurang biaya agar dapat kuliah. Dulu, bagi saya, kuliah adalah mimpi yang mewah, pun bagi anak-anak kampung yang lain, sehingga dapat masuk perguruan tinggi menjadi mimpi. Cendekiawan Kampung memang bukan satu-satunya, dan karena bukan satu-satunya justru menunjukan bahwa akses pendidikan bagi orang-orang kampung dan orang-orang terbatas biaya masih menjadi masalah bagi kita semua.
Terima kasih Cendekiawan Kampung telah memberikan harapan baru kepada kita semua, kepada anak-anak yang punya mimpi mewah menjadi lebih mewah.
Semoga kehadiran CK bisa mewujudkan mimpi-mimpi anak-anak kampung, mimpi mewah menjadi lebih mudah. Cendekiawan Kampung seperti diutus Tuhan agar anak-anak kampung dengan segala keterbatasan merasa bahwa mereka mimpi mereka tak sia-sia. (*)
Munawir Syahidi, Peraih Cendekiawan Kampung Award 2020. Pendiri TBM Saung Huma.