JAKARTA, biem.co — Pembicaraan mengenai kanon sastra di Indonesia masih sangat minim. Kendati demikian, pakar Ilmu Budaya dan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Faruk Tripoli menyebut setidaknya ada tiga kejadian heboh mengenai kanon sastra.
“Pertama pada awal tahun 1980an di Solo, kemudian masuknya Denny J.A. dalam sebuah buku tentang beberapa tokoh sastra yang paling berpengaruh pada 2014, dan yang paling akhir adalah diskusi mengenai kanon sastra yang diselenggarakan dalam Kongres Kebudayaan 2019,” katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi pra-festival Jakarta International Literary Festival 2019.
Dalam diskusi yang digelar di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Kamis (25/7) itu, Faruk juga mengemukakan adanya tiga pihak dengan tiga kecenderungan orientasi kesastraan yang berbeda akhir-akhir ini dalam konteks sastra Indonesia.
“Pertama, kecenderungan pluralistik yang didorong dan didukung oleh para akademisi yang berperspektif kajian budaya yang pluralistik. Kedua, pihak yang mempertahankan kaidah universal, dan yang ketiga adalah para sastrawan yang bersifat lintas-batas, baik batas wacana, seni, bahasa, genre, dan lainnya,” tandasnya. (Eys)