InspirasiOpini

Ruang Bahasa: Mari Cintai Bahasa Indonesia, Paling Tidak Jangan Mencederainya!

 

biem.co – Sebenarnya, seberapa besar, sih, cinta kita pada Tanah Air ini? Seberapa besar kita mau berkorban untuk membelanya? Ya, bahasa Indonesia adalah salah satu kekayaan yang tak ternilai harganya yang dimiliki oleh Indonesia. Pernah membayangkan sendainya bahasa Indonesia tak pernah ada? T.D. Asmadi, Ketua Umum Forum Bahasa Media Massa menyebutkan, ada sekitar 746 bahasa di negara kepulauan yang berjejer dari Sabang sampai Merauke ini. Seandainya setiap orang berbahasa dengan bahasa daerahnya masing-masing, tentu tidak terbayangkan apa yang terjadi, kan?

 

Hal paling sederhana yang bisa kita lakukan sebagai wujud kecintaan pada Indonesia ini, mungkin salah satunya, dengan tidak mencederai bahasa persatuan kita, Sob. Mencederai di sini bukan berati kita tidak boleh ahli berbahasa asing atau mengunakan bahasa daerah di rumah, lho, ya! Ya, paling tidak, dalam aktivitas formal kita, mari kita gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa Indonesia yang sesuai kaidah yang telah ditetapkan.

 

Di bawah ini adalah beberapa kata yang artinya perlu kita selamatkan dari pengertian yang telanjur (telanjur dan terlanjur adalah dua kata dengan pengertian berbeda, ya!) salah di tengah masyarakat. Jangan-jangan kita adalah salah satu oknum yang suka menyebarkan kata yang salah arti itu dalam percakapan atau kegiatan tulis-menulis kita. Yuk, intip!

 

 

"Memesona", bukan "mempesona"!

Pantai Tanjung Layar di Desa Sawarna adalah salah satu pantai yang sangat memesona. 

Kata berimbuhan me- yang satu ini adalah kata yang paling sering kita “sakiti” dengan selalu salah ketika menuliskan maupun mengucapkannya. Sob, aturan dari Badan Bahasa yang seharusnya kita ikuti adalah seperti ini: imbuhan me- akan meleburkan huruf pertama pada kata berimbuhan me- dengan beberapa syarat, yaitu kata tersebut harus diawali dengan huruf K, T, S, atau P, lebih dari satu suku kata, dan diawali dengan KV, bukan KK (huruf pertama berupa konsonan, huruf kedua berupa vokal). Bingung? Langsung saja redaksi biem berikan beberapa contoh, ya, untuk selanjutnya bisa Sobat pelajari sendiri.

 

Misalnya, kata dasar dengan huruf pertama K adalah “kaca”. Ketika kata “kaca” mendapat imbuhan me-, maka huruf K di awal katanya akan lebur, sehingga menjadi "mengaca", bukan "mengkaca", toh? Nah, mulai paham, kan? Oke, kita lanjutkan! (sttt… penggunaan kata oke di sini bukan berati redaksi biem tidak cinta Bahasa Indonesia, lho. Ada aturannya juga dari Badan Bahasa mengenai ini. Lain kali kita bahas).

 

Kata dasar dengan huruf pertamanya P kita ambil contoh kata “pukul”. Hayooo, kata “pukul” mendapat imbuhan me- bukan jadi "mempukul", kan? Yaps! Yang benarnya adalah "memukul". Begitu juga dengan kata “pesona” ketika bertemu imbuhan me-, huruf P akan lebur, sehingga menjadi "memesona", bukan "pempesona". Kata "sosialisasi" menjadi "menyosialisasi", kata "kampanye" menjadi "mengampanye-", kata "koordinasi" menjadi "mengoordinasi-", kata "kolaborasi" menjadi "mengolaborasi", dan kata "tendang" menjadi "menendang". Nah, kalau masih salah, siap-siap redaksi biem tendang, ya, Sob! Hehehe. 

 

Dalam aturan ini ada pengecualian juga, Sob. Baca lagi syarat ketiga, deh!  Yaitu, apabila diawali dengan KV, bukan KK (huruf pertama berupa konsonan, huruf kedua berupa vokal). Jadi, kalau kata “program” bertemu imbuhan me-, maka penulisan dan pengucapannya tetap "memprogram", ya! Karena dua kata pertamanya adalah konsonan, yaitu huruf P dan R. Begitu juga dengan kata "praktik" yang tetap ditulis "mempraktik-" ketika bertemu imbuhan me-.

 

Penting kita ketahui, Sob. Selain kata dasar dengan huruf pertamanya K, T, S, atau P (ditambah aturan nomor tiga tadi), dan apabila kata-kata itu diberi imbuhan me-, maka kata dasarnya tidak mengalami perubahhan sama sekali. Siiip, langsung kita berikan contohnya.

 

Misal, kata “lihat” huruf pertamanya adalah L dan huruf keduanya adalah I (sama-sama huruf vokal), sehingga tidak terjadi perubahan apabila mendapat imbuhan me-. Lihat contoh di bawah ini!

Me + Lihat = Melihat

Me + Cium = Mencium, bukan menyium

 

 

Acuh itu artinya peduli, Sob! Bukan cuek!

Acuh itu artinya peduli, bukan cuek! via KBBI Online

Kata “acuh” adalah kata kedua yang paling sering kita buat bersedih. Iya, dong, kata ini selalu kita pisahkan dari arti yang sebenarnya. Sob! Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “acuh” diartikan peduli, bukan cuek!

 

So, kalau kamu diacuhkan seseorang, itu artinya kamu dicintai oleh seseorang itu, dong. Sudah paham, ya?

 

 

"Antre", bukan "antri"!

Sahabat yang super! Kita sering sekali toh menggunakan kata “antri”? Nah, yang benar dan sesuai kaidah itu adalah "antre", ya! Jangan salah lagi! Sama dengan kata “apotik”, yang benar adalah “apotek”, karena orang yang bekerja di apotek disebutnya apoteker, bukan apotiker, apalagi opor ayam. Hehehe. “Saksama” adalah penulisan yang benar, bukan "seksama". Ih, seram, kan, kalau kamu sering seksama sesuatu!

Mas, saya bisa antre, lho. Situ, kok, nggak? via https://prismanalumsari.files.wordpress.com

 

 

Dan yang terakhir adalah kata “jiran” yang selalu diidentikkan dengan Negara Malaysia.

Sobat, dalam KBBI, kata “jiran” diartikan sebagai 1/ji·ran / n 1 orang yg tinggal sebelah-menyebelah atau dekat (sekitar) rumah; tetangga: — yg terdekat; 2 negara tetangga, msl Malaysia atau Brunei Darussalam.

 

Nah, langsung paham, toh? Mulai sekarang, kalau ada yang menyebut Negeri Jiran itu hanya Malaysia doang, langsung saja kamu jewer, ya! Hehehe. Jadi, selain Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Papua Nugini, atau Timor Leste, juga Filipina adalah negeri yang berjiran dengan Indonesia tercinta.

 

Serial "Jiran Masa Gitu?". Eh, "Tetangga Masa Gitu?" via Kompasiana.com

 

Sekian dulu catatan singkat dari redaksi biem, ya! Pantengin terus rubrik Ruang Bahasa ini agar kamu semakin cinta dengan Indonesia.

 

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button