Judul : 11:11
Penulis : Fiersa Besari
Penyunting : Juliagar R.N
Penyunting Akhir : Fenisa Zahra
Desain Cover : Budi Setiawan
Penerbit : Media Kita
Tahun terbit : 2018
ISBN : 978-979-794-596-5
Jumlah Halaman : 302 Halaman
Selang satu tahun setelah Albuk (album buku) pertamanya berjudul “Konspirasi Alam Semesta” tahun 2017. Lahir Albuk kedua dengan judul “11:11”.
Berbeda dengan Albuk “Konspirasi Alam Semesta”, yang alur ceritanya besautan antara bab demi bab. Albuk ”11:11” memiliki sebelas sub judul berupa cerita pendek dengan judul dan kisah yang berbeda-beda dan tidak saling berkaitan.
Kesebelas sub judul tersebut adalah Ainy, Melangkah Tanpamu, Acak Corak, Home, Samar, Temaram, Kala, Glimpse, Harapan, I Heart Thee, dan Senja Bersayap.
Kisah-kisah yang dituangkan penulis penuh dengan imajinasi. Ada Dunia Kala yang bercerita tentang masa depan dengan segala kecanggihan dan planet Mars yang sudah digunakan oleh manusia selain bumi.
Ada Samara dengan perjalanan mimpi di negeri kayangan dengan segala keajaibannya.
Ada Acak Corak bercerita tentang percakapan malaikat dan iblis di sebuah halte bus.
Dan ada I Heart Thee dengan cerita tentang dua insan dari dua dunia berbeda. Kerajaan yang entah di mana dan bumi tempat manusia tinggal.
Dalam segi deskripsi cerita, sangat terasa bahwa si penulis berusaha dengan baik agar pembaca dapat membayangkan kejadian demi kejadian di dalam buku terasa nyata.
Hanya saja, ada satu cerita yang cukup membingungkan. Pada sub judul Temaram ketika sang anak bernama Kirana yang sudah sekarat dan hampir meninggal, berakhir dengan tidak meninggal dan sang ayah yang selalu berdoa agar diberi kesembuhan bagi sang anak “Aku belum membuat permohonan apa pun di hari ulang tahunku. Aku tahu Kau Maha Pemurah. Maka dari itu aku meminta, tolong jangan dulu panggil dia (sang anak) ke sisi-Mu.” Sang ayah terus mengulang-ngulang doanya di sisi ranjang di rumah sakit tempat sang anak dirawat. Setelahnya, sang ayah malah merenggang nyawa, entah bagaimana. Barangkali mungkin adalah keajaiban. Tapi kronologi kematian sang ayah masih tidak jelas menurut saya.
Di akhir cerita, memang ada pengulangan adegan. Bedanya, kali ini Kirana yang berdoa persis seperti yang ia dengar dari sang ayah ketika ia sekarat dulu.
Setelah Kirana mengalami kecelakaan mobil ketika sedang bersama Bujangga, lelaki yang merupakan sahabatnya sedari mereka kecil dan cinta sejati Kirana, telah dinyatakan meninggal oleh para dokter yang menanganinya.
Mendengar itu, Kirana yang juga terbujur lemah disebelah ranjang Bujangga di rumah sakit tempat mereka dirawat, berdoa “Tolong jangan dulu panggil dia (Bujangga) ke sisi-Mu” “Jika kau harus panggil salah satu dari kami, panggil saja aku” doanya.
Bujangga kembali hidup, Kirana yang akhirnya merenggang nyawa. “Ini keajaiban” kata sang dokter. Tapi tetap saja, teka-teki mengapa ayah Kirana meninggal, tidak terpecahkan.
Sama dengan buku-buku sebelumnya, dalam Albuk “11:11” ini, penulis juga menyelipkan pesan-pesan humanisme dalam setiap sub judul cerita.
“Orang bilang, jodoh takkan ke mana. Aku rasa mereka keliru. Jodoh akan ke mana-mana terlebih dahulu sebelum akhirnya menetap. Ketika waktunya telah tiba, ketika segala rasa sudah tidak bisa dilawan, yang bisa kita lakukan hanyalah merangkul tanpa perlu banyak kompromi” bagian Ainy.
“Dan seperti kata Shakespeare, pertunjukan harus terus berjalan. Kurasa, hidup pun demikian” bagian Melangkah Tanpamu.
“Seharusnya aku bisa lebih bersyukur. Dengan segala perbedaan yang kita punya” bagian Acak Corak.
“Ada hal yang lebih berharga dibandingkan uang, dan ia bernama “waktu”. Uang yang hilang bisa diganti, namun waktu yang hilang takkan pernah bisa kembali” bagian Home.
“Aku malah mensyukuri senja yang membawa kita pada kegelapan. Karena, jika kita mau mengarungi gelapnya malam, mentari yang sama juga akan membawa kita pada indahnya pagi” bagian Samar.
“Bahkan saat hidupmu sedang gelap seperti ini, akan selalu ada cahaya yang membantu kamu menemukan jalan keluar. Yang perlu kamu lakukan adalah berdoa dan belajar ikhlas” bagian Temaram.
“Dan yang lebih menyenangkan atau menyeramkan, tergantung dari sudut mana kau melihatnya” bagian Kala.
“Rasa sakit hatinya berangsur sembuh ketika ia tidak lagi memaksa otaknya melupakan. Toh, dengan sendirinya, seiring waktu, manusia memang akan melupakan segalanya” bagian Glimpse.
“Wahai keadilan, apa kabar? Apakah kau baik-baik saja? Sekarang sedang sibuk apa? Begitu sibukkah sampai-sampai aku tidak pernah melihatmu berkunjung ke kehidupanku? Di mana kau berada saat keluargaku tidak dapat bantuan? Di mana kau berada saat aku kesulitan untuk bersekolah? Di mana kau berada saat aku kehujanan di kelas karena atap yang menganga. Ku cari kau di tepi pantai, hingga ke kolong dipan, tapi tidak juga kutemukan. Ataukah kau sedang sibuk mengurusi orang-orang kota, berkutat dengan kemewahan mereka? Ataukah kau memang tidak pernah ada, sebatas fiksi yang hanya bisa kulihat di layar kaca?
Ah, tapi, untuk apa kau berkunjung ke kehidupanku. Siapalah aku ini? Hanya satu dari banyaknya anak kecil yang tidak tahu apa-apa tentangmu. Hanya satu dari banyaknya anak kecil yang berjuang demi mendapatkan pendidikan, namun tidak tahu harus mengadu pada siapa jika suatu saat tidak bisa sekolah. Hanya satu dari banyaknya anak kecil yang tidak mengerti mengapa wakil rakyat bisa berobat ke luar negeri sementara ibuku yang memang rakyat tidak pernah punya cukup uang untuk berobat” bagian Harapan.
“Kejujuran adalah sebilah pisau terasah tajam yang siap menusuk dada orang-orang yang tidak siap menghadapinya. Cinta akan hadir dalam bentuknya yang lain. Ia akan berdiri dari keterpurukan, melangkah pergi dari ketidakpastian, sembuh dari kesakithatian. Ia yakin itu. Hidupnya yang baru masih panjang terbentang” bagian I Heart Thee.
“Kini aku yakin, bahwa harapan, sekecil apa pun, dapat menuntun seseorang yang dikungkung kegelapan untuk melihat secercah harapan” bagian Senja Bersayap.
“Jangan pernah berkata bahwa kau terpenjara. Sesungguhnya terpenjara atau tidak tergantung dari pikiran kita sendiri. Syukurilah udara segar yang kau hirup di pagi hari dan caha kemuning di sore hari. Tuhan tidak pernah merenggut kebebasan kita. Tidak pernah. Ingat itu” bagian Senja Bersayap.
11:11 adalah album musik yang pernah dirilis oleh penulis pada tahun 2012, yang kemudian dipadu padan dengan naskah, hingga akhirnya lahir kembali dalam bentuk albuk (album buku) di tahun 2018. 11:11 merupakan proyek albuk keduanya setelah “Konspirasi Alam Semesta”, sekaligus menjadi buku kelimanya.
Dan sama dengan album buku sebelumnya, “11:11” juga masih dengan menaruh lirik lagu diakhir cerita disetiap sub judul. Kawan-kawan hanya perlu menscan kode yang sudah ada disetiap akhir lirik lagu untuk bisa mendengarkan lagu tersebut dan jika kawan-kawan masih bingung, ada cara istimewa menikmati “11:11” yang tersedia di pembatas buku tersebut. Tersedia juga CD yang bisa langsung disetel untuk menikmati lagu-lagunya. (susi)