Oleh Tb. Ai Munandar
biem.co – Smart city memang tidak dipungkiri merupakan salah satu solusi alternatif dalam memecahkan permasalahan terkait dengan tata kelola masyarakat perkotaan yang semakin kompleks. Termasuk bagaimana menciptakan kehidupan kota yang nyaman, sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya, memberikan rasa aman, adanya keterbukaan pengelolaan pemerintahan melalui keterbukaan informasi, masyarakat merasa dilayani secara adil dan merata sehingga diharapkan mampu memberikan kehidupan yang sesuai dengan konsep kota cerdas (smart city).
Berbicara smart city, maka tidak akan lepas dari pemanfaatan teknologi informasi sebagai penghubung (enabler) antara satu komponen smart city dengan komponen lainnya. Penggunaan teknologi informasi dalam mengimplementasikan smart city sudah bukan hal yang baru. Layanan pemerintahan yang disediakan oleh smart city mampu memangkas birokrasi yang panjang sehingga proses pelayanan kepada masyarakat bisa lebih cepat, efisien, terbuka dan berkeadilan.
Artinya pelayanan berbasis smart city tidak memandang siapa yang dilayani, apakah masyarakat biasa, pejabat, orang kaya atau orang miskin, sebab sistem hanya mengenal pengguna sistem. Kecuali di dalam sistem yang dikembangkan sudah terintegrasi dengan data kependudukan suatu wilayah sehingga sistem menjadi lebih kompleks. Akses data semakin terbuka dengan luas dan bebas.
Setiap dari kita dapat dengan mudah mengakses data yang digunakan untuk menciptakan berbagai aplikasi baru untuk mendukung konsep smart city, diantaranya adalah keterbukaan akses data trafik lalu lintas, cuaca, jadwal keberangkatan bus, pesawat dan kereta semakin mempermudah masyarakat perkotaan untuk menggunakan jasa layanan transportasi. Bahkan dengan mengetahui prediksi cuaca harian masyarakat mampu memutuskan keberangkatan perjalanan mereka menggunakan mode transportasi apa.
Namun demikian, jangan dikira bahwa pemanfaatan teknologi untuk mendukung smart city tidak memiliki resiko, khususnya terkait dengan masalah privasi sebagai masyarakat perkotaan. Munculnya permasalahan privasi bisa saja disalahgunakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara, juga oleh pihak swasta. Tulisan ini mencoba mensarikan beberapa sumber tentang resiko penggunaan teknologi pada penerapan smart city.
Sebuah kota yang banyak memanfaatkan aplikasi pendukung smart city sangat rentan terhadap penyalahgunaan data yang bersifat privat. Meskipun dengan alasan untuk mempermudah birokrasi, misal dengan mengintegrasikan satu sistem di lembaga pemerintah tertentu dengan lembaga lainnya, memungkinkan data setiap warga kota akan dengan mudah diketahui dan disalahgunakan. Tidak ada lagi ruang privasi warga kota sebab semua data aktivitas dan sebagainya terpantau oleh pemerintah melalui aplikasi yang dikembangkannya.
Keterbukaan akses data pribadi ini yang kemudian dikhawatirkan akan diperjualbelikan ke perusahaan swasta. Oleh karenanya, sebelum betul-betul menerapkan smart city melalui implementasi berbagai aplikasi, sangat perlu untuk melindungi warga perkotaan dari berbagai kemungkinan bocornya data privasi mereka. Perlu dibuat protokol-protokol kendali data sehingga hak-hak sipil dan privasi warga tetap bisa dijaga.
Sabotase terhadap data adalah kemungkinan terburuk lainnya akibat dari implementasi aplikasi pendukung smart city. Pada kenyataanya, integrasi teknologi pintar khususnya untuk mendukung kegiatan sehari-hari tidak lah selalu aman. Banyak kasus dimana kejahatan khususnya cybercrime justru terjadi akibat adanya sabotase data yang bersifat privat. Pencurian informasi username dan password email, media sosial seperti twitter, facebook dan sejenisnya adalah salah satu contoh sabotase yang sering terjadi ketika masyarakat tidak bisa lepas dari penggunaan teknologi dalam kehidupannya.
Ketika warga kota sudah dimanjakan dengan teknologi informasi yang dirasa bisa mempermudah setiap aktivitasnya, sering kali mereka lupa dengan protokol keamanan pribadi yang juga harus diperhatikan. Aktivitas penghuni kota cerdas yang selalu terpantau dan dapat dibaca pola aktivitasnya tentu akan memunculkan bentuk-bentuk kejahatan lain, bahkan lebih memudahkan pelaku kejahatan untuk memuluskan rencana kejahatannya. Dalam kasus ini, sering kali justru warga kota memiliki andil yang sangat bersar untuk terjadinya sabotase data.
Kecerobohan, keluguan sosial warga kota yang tidak jarang berhadapan dengan faktor ‘latah teknologi’ membuat mereka lengah dan menyerahkan semua kendali keamanan datanya kepada perangkat teknologi yang dimiliki. Alhasil, data pribadi akan mengalir dengan sendirinya tanpa diketahui akan bermuara ke arah mana.
Bagaimanapun teknologi akan selalu memiliki dua sisi yang saling berlawanan seperti dua sisi mata uang. Manfaatnya memang besar dalam mendukung implementasi smart city, namun juga dibutuhkan kedewasaan berteknologi oleh setiap individu sehingga dapat memanfaatkan teknologi dengan benar sesuai dengan kebutuhan. Terbangunnya kota cerdas jangan sampai menghilangkan hak-hak pribadi dan privasi sebagai manusia dengan hak asasi yang sudah menempel sejak dilahirkan.
Bagaimanapun, teknologi hanyalah enabler alias jembatan penghubung untuk mempermudah aktivitas dan pelayanan pemerintah kepada warganya, bukan justru menjadi senjata mematikan yang menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat akibat ketidakbijakan semua elemen dalam memanfaatkan teknologi demi membangun sebuah kota cerdas.
Kota cerdas juga bukan justru malah membentuk karakter masyarakat yang apatis terhadap sekitar, masyarakat yang ‘cuek’ dengan apa yang terjadi di lingkungannya, masyarakat yang egois, masyarakat yang merasa ‘paling modern’ dan masyarakat yang individualistik karena segala kebutuhan dapat dilayani hanya dengan bantuan aplikasi hasil konsep smart city. Teknologi adalah alat bantu, dan kota cerdas adalah impian besar untuk menjadikan kehidupan masyarakat lebih nyaman, aman, makmur dan sejahtera.
Tb. Ai Munandar
Penulis adalah Doktor Ilmu Komputer dari Universitas Gadjah Mada dan Dosen Teknik Informatika, Universitas Serang Raya dengan fokus riset di bidang komputasi cerdas (computational intelligence), data mining, artificial intelligence dan decision support system, dengan mengkhususkannya pada implementasi bidang riset untuk kebutuhan pengembangan aplikasi dalam rangka mendukung konsep smart city.
Rubrik ini diasuh oleh Fikri Habibi
Artikel Terkait:
Smart City; Latah dan Salah Kaprah
Arif Budiman: Mengandai Konsistensi Partai
Angga Hermanda: Hari Tani 2017, Banten Darurat Agraria