biem.co – Steve Hanke, Ekonom Internasional asal Amerika Serikat yang pernah berperan saat krisis keuangan Indonesia pada 1998 ikut menyoroti kebijakan keuangan era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini.
Dalam laman Twitter-nya, Hanke mengkritik pernyataan Jokowi bahwa pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan faktor eksternal merupakan omong kosong belaka.
“Faktor eksternal berada di balik jatuhnya rupiah ke posisi terendah dalam 20 tahun terakhir. Betapa omong kosong,” demikian cuitan Hanke pada akun resminya @Steve_Hanke, Kamis (6/9).
Dilansir dari CNNindonesia, menurut Hanke, jika Amerika Serikat (AS) dan Dana Moneter International (IMF) tidak berencana menggulingkan Soeharto 20 tahun lalu, Indonesia akan memiliki sistem papan mata uang (currency board) dan rupiah yang sehat.
Atas kritikan tersebut Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon ikut berbicara dan ia mengaku setuju dengan apa yang diungkapkan Hanke.
Fadli pun mengaitkan kedekatan pemerintah Indonesia dengan lembaga keuangan internasional tersebut, karena akan menjadi tuan rumah pertemuan IMF-World Bank pada Oktober mendatang.
“Setuju. Ironisnya, pemerintah akan menjadi tuan rumah pertemuan IMF-World Bank pada Oktober 2018 nanti dan menghabiskan biaya US$70 juta,” ungkap Fadli Zon membalas cuitan Steve Hanke.
Konon, Steve H. Hanke adalah Ekonom Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat, yang sempat berkarib ‘mesra’ dengan Presiden Soeharto karena kecocokan ideologi. Bahkan, Hanke pernah didapuk sebagai penasihat khusus bidang ekonomi saat kondisi keuangan nasional melemah.
Saat itu, Hanke menyarankan secara langsung kepada Presiden Soeharto untuk mengambil kebijakan Currency Board System (CBS) untuk mengatasi krisis ekonomi 1998 silam.
Pemimpin negara tiga dekade itu sempat menyetujui usulan Hanke dan mengumumkannya dalam pidato kenegaraan. Namun akhirnya Soeharto berubah pikiran dan menerima paket bantuan dari IMF. (IY)