biem.co – Dalam beberapa situasi, pernahkah anak-anak kita berbohong? Jika pernah, jangan khawatir, para peneliti mengungkapkan bahwa hal tersebut terbilang masih sangat normal.
Tentu saja, akan banyak sekali penjelasan kenapa anak-anak berbohong. Bisa karena memang mereka sedang menginginkan/tidak menginginkan sesuatu.
Akan tetapi, menurut penelitian, saat anak-anak berbohong, ternyata itu adalah salah satu cara mereka belajar untuk menavigasi dunia sosial mereka. Hal ini tentu saja sebagai bukti, bahwa manusia, ‘sekecil’ apapun selalu punya cara untuk mempertahankan dirinya (defense mechanisms).
Misalnya saja saat anak kita terjatuh dan terluka. Ketika ditanya, “apakah rasanya sakit?”, beberapa anak akan dengan sengaja “berbohong” agar mereka tidak diobati (yang tentu saja, dalam pengertian mereka, akan membuat lukanya bertambah sakit).
Beberapa anak juga akan memilih tidak menangis karena tak ingin dimarahi orangtuanya. Karena bagi sebagian anak yang membuat orangtua marah adalah tangisannya yang berisik (bukan lukanya).
Dalam beberapa kasus, kebohongan yang dilakukan anak-anak memang kita anggap lucu. Bayangkan anak yang mengaku tidak makan kue saat mulutnya masih penuh dengan kue, atau mereka menyalahkan tangannya sendiri karena menggambar di dinding.
Kebohongan Berubah Sejalan dengan Usia
Sebelum usia delapan tahun, anak-anak sering menyerahkan diri (mengakui) ketika berbohong.
Dalam sebuah penelitian, anak-anak yang berusia 3-7 tahun diminta untuk tidak mengintip sebuah mainan misteri (Barney) yang telah ditempatkan di belakang mereka. Hampir semua melakukannya, dan hampir semua berbohong tentang hal itu, dan kebohongan mereka ternyata meningkat seiring bertambahnya usia.
Tetapi di seluruh kelompok, anak-anak juga mengalami kesulitan mempertahankan kebohongannya.
Pembohong yang berusia tiga sampai lima tahun secara mengejutkan bagus dalam menjaga ekspresi wajah mereka tetapi biasanya mereka secara tak sengaja mengakuinya dengan menggambarkan mainan Barney.
Pembohong yang berusia enam dan tujuh berhasil dengan setengah dari mereka pura-pura tidak tahu dan setengahnya lagi tidak sengaja menyebut nama Barney.
Seiring bertambahnya usia anak-anak dan kemampuan pengambilan perspektif mereka berkembang, mereka semakin mampu memahami jenis kebohongan yang akan dipercaya oleh orang lain. Mereka juga menjadi lebih baik dalam mempertahankan kebohongan seiring waktu.
Tanggungjawab Orang tua dan Guru
Sementara berbohongnya anak-anak yang dalam ilmu psikologi dianggap sebuah perkembangan normal, orang tua dan guru dapat membuat tindakan yang mampu membuat mereka berhenti berbohong. Setidaknya ada tiga cara agar anak-anak berhenti berbohong.
Pertama, hindari hukuman berlebihan atau over-the-top. Dalam sebuah penelitian yang membandingkan sekolah Afrika Barat yang menggunakan hukuman sanksi (seperti memukul dengan tongkat, menampar, dan mencubit) dan sekolah yang menggunakan teguran non-hukuman (seperti time out atau omelan), siswa di sekolah dengan hukuman lebih cenderung menjadi pembohong yang efektif.
Anak-anak dari keluarga yang sangat menekankan pada aturan baku dan tidak membuka dialog dengan anak juga ditemukan lebih sering berbohong.
Kedua, diskusikan skenario emosional dan moral dengan anak-anak. “Pelatihan emosi” ini mendukung pemahaman anak-anak tentang kapan kebohongan paling berbahaya, bagaimana mereka memengaruhi orang lain, dan bagaimana perasaan mereka sendiri ketika mereka berbohong.
Anak-anak semakin mengantisipasi kebanggaan karena mengatakan kebenaran, dan orang tua dapat menekankan aspek positif dari pengungkapan kebenaran ini.
Ketiga, pastikan kebohongan itu benar-benar sebuah “kebohongan” secara umum. Anak-anak yang sangat muda cenderung untuk memadukan kehidupan nyata dan imajinasi, sementara anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa sering mengingat argumen berbeda satu sama lain.
Jika seorang anak melaporkan pelecehan fisik atau seksual, tuduhan ini harus selalu diselidiki. Dengan membedakan apakah ada usaha penipuan yang disengaja, orang tua dan guru dapat menargetkan respons mereka secara efektif.
Penny Van Bergen, Dosen Senior Pendidikan Psikologi, Universitas Macquarie dan Carol Newall, Macguire University melakukan serangkaian diskusi dan menemukan cara agar anak-anak tidak berbohong.
Menurut Bergen dan Newall, cara efektif agar anak-anak tidak berbohong adalah dengan memberi tahu mereka “kebenaran” tentang keadaan tersebut.
Terlepas anak-anak mengerti atau tidak tentang itu (kebenaran), peneliti percaya bahwa pada akhirnya hal itu akan membantu mengurangi kebohongan anak-anak saat mereka berkembang (pre-school).
Jadi, kebohongan pada anak-anak adalah perkembangan normal dan itu tanda penting bahwa keterampilan kognitif lainnya juga berkembang.
Jika kebohongan yang mereka lakukan terus-menerus dan mengganggu kemampuan anak secara efektif dalam kehidupan sehari-hari, ada baiknya berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental atau dokter anak. (Sumber: The Conversation/Trans: EJ)