InspirasiOpini

Uus M. Husaini: Idul Fitri, Saatnya Bagi Raport

Oleh H. Uus M. Husaini, Lc., M.Pd.I

biem.co – Beberapa waktu yang lalu, sebagai orang tua pasti menerima hasil evaluasi pembelajaran anaknya setelah selama kurang lebih enam bulan lamanya dididik dan dibina di sekolah. Ada yang senang dengan hasil tersebut, ada yang biasa saja, dan ada juga yang bersedih.  Sebagai orang tua tentu tidak boleh protes atas nilai yang tertera dalam raport, karena nilai tersebut adalah hasil dari proses pembinaan selama di sekolah, hasil dari usaha masing-masing peserta didik. Bagi yang sungguh-sungguh dalam menjalani proses pedidikannya tentu akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang telah diupayakan. Begitupun bagi yang menjalankan hanya sekedarnya barangkali hanya mencapai sebatas KKM saja.

Seperti halnya sekolah, bulan Ramadhan adalah bulan pendidikan. Bulan yang di dalamnya umat Islam dididik langsung oleh Allah untuk menjadi manusia yang sabar, manusia yang jujur, manusia yang peka terhadap lingkungan sosialnya, manusia yang selalu mawas diri terhadap larangan-larangannya, yang puncaknya adalah menjadi manusia bertakwa sebagaimana Allah firmankan dalam al-Qur’an Surah al-Baqoroh ayat 183.

Nah, pada saat Idul Fitri tiba, setiap muslim tentu akan mendapatkan raport sebagai “laporan” hasil pendidikannya selama bulan Ramadhan. Dan hasil tersebut akan terlihat pada sebelas bulan yang akan datang. Apakah hasilnya sangat baik, atau sekedar mencapai KKM atau bisa jadi lebih rendah dari KKM. Semuanya tergantung pada upaya yang telah dilakukan.

Bagi yang mempersiapkan diri dan hati akan kedatangan bulan pendidikan, serta mendapatkan bonus berupa lailatul qodar, nilai tersebut tentu akan terlihat pada perubahan perilakunya kepada lebih baik lagi dari sebelum datangnya bulan Ramadhan. Ia akan lebih sabar, jujur, peka terhadap lingkungan sosialnya, menjadi pribadi yang selalu terdorong untuk berbuat kebaikan, senantiasa memberikan kedamaian atau keselamatan bagi dirinya maupun lingkungannya sebagai bukti bahwa dirinya telah mendapatkan “malam ketentuan”.

Namun, apabila persiapan menyambut kedatangan “tamu agung” ini hanya sekedarnya saja, tidak ada riak-riak kesemangatan dan kegembiraan, bisa jadi nilainya hanya sekedar mencapai KKM saja. Sehingga tidak heran kalau tidak ada perubahan yang berarti dalam bulan Syawwal dan sebelas bulan yang akan datang. Perilakunya akan kembali seperti sebelum kedatangan bulan Ramadhan. Kebaikan-kebaikan yang selama dilakukan di bulan Ramadhan hanya sebatas edisi Ramadhan saja, layaknya “bunglon” di bulan Ramadhan, yang hanya berubah warna hijau ketika hinggap di daun hijau, dan akan berubah menjadi coklat ketika kembali hinggap di dahan yang berwarna coklat.

Dan apabila dengan kehadirannya kita cenderung “merasa terganggu”, maka bisa jadi nilai yang akan diperolehpun tidak mencapai KKM. Artinya tidak ada perubahan antara sebelum dan sesudah Ramadhan, bahkan bisa jadi lebih buruk dari sebelum datangnya Ramadhan.

Oleh karenanya, hari “pembagian raport” ini perlu dijadikan perenungan dalam diri kita tentang sejauh mana pendidikan Ramadhan dapat menghantarkan kita menjadi insan yang bertakwa. Realitas menunjukkan, bahwa kesemarakan Ramadhan dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun ironisnya, bersamaan dengan itu penyimpangan, ketidaksabaran, ketiadaan dorongan untuk berbuat kebaikan, ketiadaan rasa damai dan aman di sekitar kita masih berjalan terus. Ini bisa jadi pendidikan Ramadhan yang dilakukan masih belum mencapai nilai yang diharapkan, bisa jadi kualitas puasanya masih sebatas menahan lapar dan dahaga saja. Inilah yang diungkapkan oleh hadits yang “betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”.

Semoga kita semua tidak termasuk ke dalam golongan manusia yang terdapat dalam hadits tersebut, melainkan Ramadhan melahirkan kita menjadi manusia-manusia yang bertakwa. Semoga … semoga …

Editor:

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Back to top button