JAKARTA ECHO
1.
ini adalah blues–irama perih
perbudakan, kesengsaraan tiada
batas yang nyaris tanpa akhir
ini adalah blusukan—dangdutan
dengan banyak mabuk, hiburan
mimpi siang bolong, dan jogetan
blusukan saat macet atau banjir
2
setiap yang hidup pasti
akan mati, maka
belajar berserah diri. tawakal
setiap korupsi pasti
akan disergap kpk, maka
banyak senyum bila ditangkap
3
apa ketika kampanye, ketika
pilkada: orang boleh bilang
apa saja, meski itu hoax?
apa demi bea kampanye, ketika
pilkada: orang boleh berbuat
apa saja. termasuk korupsi?
4
bila musin penghujan
selalu sesuai jadwal: kenapa
limpasan air tak tertampung palung
sungai, yang dangkal karena abrasi?
menyempit dan mendangkal. air
tergenang! apa itu salah hujan,
malplanologi pemukiman, atau sebab
target membangun yang turap gagal?
: apa itu karena enggan
menggusur, apa karena
melipat dana penggusuran?
5
dengan e-ktp, meski
tanpa surat undangan nyoblos,
sebagai penduduk terdaftar. legal:
kita bisa memilih–bebas nyoblos
— atau mereka ingin dipotong?
dan seperti kartu debit,
dengan itu kita bisa menark
uang tunai, bungkusan sembako
serta tidak melulu uang transpor
— semua gratis diuruskan orang
22/02/2017
PUISI HAMBA BURUH
kembali makan a la fakir–
sehari sekali saja
setelah makan hemat: famili
mampir–terpaksa ngirit
di bulan depan: pulih. kembali
normal. bisa merokok
2015
DOA MENGAYUH BECAK
segelas kopi jagung, sebatang
rokok lokal, dan goreng
si tempe gembos–semoga
tengah hari bisa membeli
sekilo beras, selojor tempe,
atau sebungkus tahu
: pro makan malam. (mimpi siang
mendapat empat penumpang)
–mengsiabaikan, melupakan
sarapan. sebelum terpikir
sepakat: bunuh diri bersama.
semua serentak dangdut
2015
MANIFESTSI SUBHUMAN
dan surga buruh sangat naif
–tersedia menu kuliner
: sehari tiga kali. dan kalau
harus menghuni neraka–
tak apa! asal ada jeda, jadwal
dan waktu bersantap
mau apa lagi? kami hanya
subhuman, kaum primata
bukan humanik–politikus
rakus dan birokrat curang
2015
Beni Setia, (lahir di Bandung, Jawa Barat, 1954), adalah seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa cerita pendek, esai sastra, dan puisi yang dipublikasikan ke berbagai media massa.
Puisi-puisinya banyak di muat dalam publikasi nasional seperti, Berita Buana, Sinar Harapan, Pikiran Rakyat, Mangle, dan Puisi Indonesia 83 (Buku II); juga dimuat dalam antologi Yang Muda (1978), Senandung Bandung (1981), dan Festival Desember (1981), dan Linus Suryadi AG (ed.), serta Tonggak 4 (br, 1987). Buku pertamanya berjudul Legiun Asing diterbitkan pada tahun 1987.
Rubrik ini diasuh oleh M. Rois Rinaldi.