Oleh Rizqiyanti Utami
biem.co — Assalamualaikum, Bun. Bagaimana kabar Bunda di sana? Aku, putrimu berharap kau baik-baik saja. Aku rindu Bunda setelah sekian lama melakukan pendakian untuk menuju puncak tertinggi. Aku rindu Bunda. Ingin rasanya aku segera turun untuk langsung menemui Bunda. Aku rindu Bunda. Rindu suaramu, rindu semua yang ada pada dirimu.
Selain rindu, aku juga khawatir dengan kesehatan Bunda sekarang. Akhir-akhir ini Bunda sering jatuh sakit. Entah itu hanya batuk, pusing, kedinginan, bahkan sampai demam. Bunda, percayalah, sekalipun kita terpisahkan oleh daratan luas, dan jarak ribuan kilometer, tapi aku bisa merasakan apa yang Bunda rasakan. Capek, pegal, letih, sampai jatuh sakit pun aku bisa merasakannya. Bunda, janganlah terlalu memforsir tubuhmu. Jangan terlalu banyak melakukan pekerjaan. Aku di sini khawatir akan kesehatan Bunda. Maafkan aku, Bun, aku yang tega melakukan pendakian dan meninggalkanmu. Aku hanya ingin menepati janji yang sudah aku buat sebelumnya. Bukankah itu yang selalu kau ajarkan selama ini?
Bunda tahu? Ketika aku menuliskan surat ini, rasa rindu yang menggelegar kembali menghampiriku. Rasa cinta yang mendesakku, dan rasa sayang yang membuncah semakin membuatku ingin berlari memeluk Bunda. Semua itu tiba-tiba menyusup ke dalam jiwa. Sekalipun tak ada yang memerintahkan mereka untuk melakukannya.
Bun, rasa terima kasih ini tiada henti-hentinya terucap. Terima kasih telah mengizinkan aku berada di dalam perutmu selama sembilan bulan. Terima kasih telah izinkan aku lahir dari rahim surgamu. Aku hanyalah bayi lemah yang tidak berdaya pada saat itu. Namun, Bunda mampu membesarkanku sampai saat ini dengan berjuta kasih dan rasa cinta.
Terima kasih telah mendidikku sampai sekarang ini. Sampai waktu di mana aku menjadi seorang remaja yang belum mengerti betapa lelahnya Bunda. Hanya tawa yang kucari dan selalu kucari. Aku tak acuh setiap kata yang kau ucap. Maafkan aku, Bun. Sungguh, aku tidak sadar telah melakukan hal itu. Betapa berdosanya aku selalu meninggikan egoku, kerap meminta apa pun yang aku inginkan tanpa mengetahui dan mengerti keadaan ekonomi keluarga.
Lihatlah dirimu, Bunda, betapa mulianya dirimu mampu bersabar menghadapi segala ocehanku, segala tingkahku, dan segala hal yang merepotkanmu. Sekali lagi maafkan putrimu ini. Setiap hari kau berusaha untuk selalu menampakkan senyuman indah di wajahmu. Senyuman yang sedamai aliran air. Sejuk, tenang, dan mampu memberikan ketenangan bagi siapa pun yang melihatnya. Seolah tak peduli akan berjuta kesalahan yang telah aku lakukan, dan berkat senyuman itu aku mengerti bahwa kau adalah cinta terbesarku di dunia ini. Alasan terbesarku bertahan sampai sekarang ini.
Pengorbanan dan cintamu adalah dua hal yang mampu membangkitkan semangat dan harapan pada jiwaku yang begitu lemah. Kau penguatku. Kau menguatkan diriku, menguatkan pendirian dan pilihanku. Kau juga yang mampu membuatku menjadi orang yang hebat dengan segala pengorbananmu, cucuran keringatmu, dan isakan air mata yang tiada hentinya mengalir di pipimu. Aku tahu kau selalu memohon yang terbaik untukku, agar aku sukses, sukses, dan sukses.
Bunda, aku tak mampu jauh darimu. Sungguh aku tak mampu. Di sini, di puncak ini aku merindukanmu. Rindu segala yang ada pada dirimu. Aku tak mampu berbuat apa pun. Aku lemah tanpamu, aku cengeng, Bun, ketika jauh darimu, aku sangat membutuhkanmu, sangat manja terhadapmu. Tapi, kau mampu menanganiku, mampu menguasai jiwaku. Aku salut padamu ! Aku bangga memiliki Bunda sepertimu.
Maafkan aku…. Maafkan aku, Bunda, aku yang selalu merepotkanmu, tak mendengarkan nasihatmu, membohongimu, bahkan sampai membentakmu. Maafkan semua sifat kekanak-kanakanku. Maafkan segala kekhilafanku ini. Aku sungguh menyesal telah menyakiti manusia berhati malaikat sepertimu. Manusia yang menjadikan pengorbanan adalah bagian dari hidupnya demi mendapatkan kebahagiaan untuk para buah hatinya. Sekali lagi, maafkan aku, Bunda.
Terima kasih kuucapkan kepadamu, Bunda. Inspirasiku, pahlawan hidupku. Berkat Bunda, aku bisa lahir ke dunia ini, menikmati indahnya dunia, manisnya kasih sayang Bunda, dan kasih sayang keluarga. Kau adalah manusia hebat yang bisa mengantikan posisi siapa pun, tapi, tidak ada yang bisa menggeser posisimu. Bunda, kaulah wanita luar biasa dan tidak ada yang bisa menandingimu.
Bunda, rasanya ucapan terima kasih yang tak terhingga tidak akan mampu terbendung di dalam diriku. Terima kasih, Bunda, sudah menjadi madrasah pertama untukku. Terima kasih juga telah menjadi guru kehidupanku yang telah mengajarkan arti sebuah kehidupan, kepercayaan, cinta sampai pada hal-hal kecil namun berarti besar bagi kehidupan.
Bunda, rasanya ucapan terima kasih tak akan pernah berhenti terucap dari bibirku. Sekali lagi terima kasih, Bunda. Terima kasih alasan terbesarku, penguatku, inspirasiku, pahlawan hidupku, madrasahku, dan guru kehidupanku. Sekali lagi ku ucapkan terima kasih, Bunda. Perempuan terhebat, dan terkuat yang pernah aku miliki. Aku bangga memiliki Bunda sepertimu, aku bangga lahir dari rahim Bunda, aku bangga bisa menjadi anak Bunda, dan aku cinta Bunda sampai waktu memisahkan kita.
Pelukan hangat
Putrimu
Penulis: Rizqiyanti Utami, siswi SMAN 2 KS Cilegon