JAKARTA, biem.co — “Awal menjabat kepala sekolah, saya dihadapkan dengan banyak masalah. Mulai dari guru yang kurang disiplin dalam mengajar, sering terlambat, pembelajaran berjalan konvensional, dan masyarakat kurang dilibatkan dalam pengembangan sekolah. Banyak yang bilang karena ini sekolah di desa maka hal itu wajar,” urai Sri Winarni, Kepala SDN Sumbergondo 2 Batu Jawa Timur, mengawali paparannya dalam acara Kopi Darat yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud dengan dukungan ACDP (Analytical and Capacity Development Partnership), di Jakarta, Rabu (27/4/2016).
SDN Sumbergondo 2, Batu, Jawa Timur, adalah sekolah mitra kohor 3 USAID PRIORITAS yang mulai bermitra tahun 2014.
Sekolah yang berada di daerah pedesaaan lereng Gunung Arjuna ini berhasil menjadi sekolah rujukan bagi sekolah-sekolah lainnya karena peran kepemimpinan kepala sekolah. Kemitraan dengan USAID PRIORITAS dimanfaatkan kepala sekolah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar. Dia melibatkan guru dan komite sekolah dalam merancang perubahan di sekolah. Kepala sekolah juga terbuka dalam pengelolaan anggaran sekolah. PSM dilibatkan untuk mendukung peningkatan kualitas pembelajaran.
”Para guru membuat komitmen baru dalam mengajar dengan pendekatan pembelajaran aktif. Saya juga aktif melakukan supervisi sekaligus melakukan pendampingan kepada guru. Pembelajaran secara berkala dievaluasi bersama melalui kelompok kerja guru (KKG) sekolah. Guru yang sudah berhasil menerapkan pembelajaran aktif dijadikan rujukan bagi guru lainnya,” katanya lagi.
Dampaknya, kini semua guru kelas sudah menerapkan pembelajaran aktif, siswa difasilitasi untuk belajar dengan memanfaatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan hasil belajar siswa meningkat. Mereka berhasil meraih peringkat 1 UASBN tingkat kecamatan, dari sebelumnya hanya peringkat 15. Sekolah ini juga ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Kota Batu dan Provinsi Jawa Timur menjadi sekolah rujukan bagi sekolah lainnya.
Menurut Trihananing Tyas, guru kelas VI, pembelajaran aktif di kelasnya menjadi lebih optimal karena dukungan kepala sekolah dan komite sekolah yang menyediakan kebutuhan untuk pelaksanaan pembelajaran aktif. “Saat menghadapi UASBN (ujian akhir sekolah bertaraf nasional), siswa kami menjadi lebih siap karena dalam pembelajaran mereka sudah terbiasa belajar dengan praktik, mempresentasikan hasil karyanya yang ditulis dari hasil pemikiran dan kata-katanya sendiri. Jadi mereka lebih percaya diri dan terbiasa tidak mencontek,” katanya. (red)