TANGERANG SELATAN, biem.co — Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2015/2016 dari berbagai fakultas, kembali melakukan protes penolakan kepada pihak kampus yang telah menetapkan kebijakan masa studi maksimal 10 semester, untuk tahun ajaran 2015/2016.
Protes mahasiswa dilatarbelakangi oleh alasan jika masa studi singkat masih tetap diberlakukan, dikhawatirkan akan menciptakan budaya mahasiswa pragmatis, sehingga perguruan tinggi hanya sebagai wadah yang mendidik untuk menjadi buruh.
"Saya khawatir yang ada di dalam pikiran mahasiswa menjadi pragmatis, mereka hanya ingin lulus dengan cepat lalu mencari kerja. Jika pola pikir seperti itu tentunya perguruan tinggi hanya mendidik untuk menjadi pekerja, buruh, bukan untuk menjadi cendekiawan," ungkap Neng Ulffah, mahasiswi Jurusan Sejarah UIN Syarif Hidayatullah, dalam keterangan tertulis yang diterima biem.co, (29/02).
Baca juga: Mahasiswa UIN UIN Syarif Hidayatullah: Kampus Jangan Jadi Mesin Pencetak Buruh!
Selain itu, menurut mahasiswi yang biasa disapa Ulfah ini, konsekuensi dari kebijakan tersebut tentunya akan menambah daftar panjang pengangguran Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
"Dengan paradigma mahasiswa yang pragmatis dan ditambah dengan banyaknya lulusan jika masa studi dipercepat, maka mau tidak mau akan terjadi penumpukan pengangguran sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta," ujarnya.
Ulfah menegaskan, jika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjamin dan sudah mempersiapkan pekerjaan untuk menampung para sarjana yang lulus cepat tersebut, boleh saja kebijakan kuliah maksimal 5 tahun diberlakukan. “Tapi UIN Jakarta kan tidak begitu,” tegasnya. (red)