SERANG, biem.co – Kepolisian Daerah (Polda) Banten melalui Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) berhasil menangkap sepuluh pelaku tambang emas ilegal di Kabupaten Lebak. Aksi penambangan emas tanpa izin (PETI) ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan.
Sepuluh tersangka yang diamankan dalam operasi ini adalah UK (35), AG (53), YA (42), YI (46), SU (53), AS (35), DE (53), AN (38), OK (39), dan SM (38). Mereka menjalankan aktivitas pertambangan di beberapa titik, antara lain Desa Citorek, Desa Neglasari, dan Desa Kujang Jaya di Kecamatan Cibeber serta Desa Girimukti di Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (07/02), Kapolda Banten Irjen Pol Suyudi Ario Seto mengungkapkan bahwa kegiatan PETI di wilayahnya semakin marak. Selain berdampak buruk terhadap lingkungan, aktivitas ini juga berisiko menyebabkan pemborosan sumber daya alam.
“Sejalan dengan hal ini, Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Banten dan Polres Lebak telah mengungkap 10 kasus tindak pidana pertambangan emas tanpa izin di Kabupaten Lebak dengan 10 tersangka yang terlibat,” ungkap Suyudi.
Modus Operandi dan Kerusakan Lingkungan
Kapolda menjelaskan bahwa para pelaku menggunakan metode penggilingan batuan mengandung emas dengan besi hingga halus, kemudian direndam dalam kolam atau tong besar selama sekitar tiga hari. Untuk memisahkan emas dari material lainnya, mereka menggunakan bahan kimia berbahaya seperti zinc carbon dan sianida.
“Para penambang menggunakan metode yang sangat berisiko, termasuk pembakaran emas dengan teknik ‘gembos’ yang dapat mencemari lingkungan,” kata Suyudi.
Lebih lanjut, Suyudi menuturkan bahwa kegiatan ini berlangsung dalam kurun waktu satu hingga enam bulan, dengan hasil produksi mencapai 8-10 gram emas per sesi yang dijual ke penadah ilegal seharga Rp800.000 hingga Rp1.000.000 per gram.
Selain itu, beberapa pelaku diketahui berperan sebagai pemilik lokasi tambang sekaligus pengolah emas, sementara lainnya bertindak sebagai penyewa lokasi atau pemodal. Keterlibatan mereka menunjukkan adanya jaringan ilegal yang cukup terorganisir.
Barang Bukti dan Ancaman Pidana
Dari tangan para tersangka, polisi menyita berbagai alat tambang, di antaranya besi glundung, batuan mengandung emas, tabung gas dan oksigen, palu martil, dinamo, blower, serta bahan kimia seperti merkuri dan sianida.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara. Mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
Sebagai langkah penindakan, polisi telah menutup lubang tambang dan menyita seluruh peralatan yang digunakan. Kapolda Banten juga mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal yang membahayakan keselamatan jiwa dan lingkungan.
“Kami mengajak seluruh masyarakat untuk menjauhi praktik tambang ilegal yang dapat merusak lingkungan dan membahayakan keselamatan hidup para penambang,” ujar Suyudi.
Senada dengan Kapolda, Dirreskrimsus Polda Banten Kombes Pol Yudhis Wibisana menekankan pentingnya peran masyarakat dalam memberantas aktivitas ilegal ini. “Kami mendorong masyarakat untuk segera melaporkan kepada polisi jika mengetahui adanya aktivitas penambangan ilegal,” tegas Yudhis.
Di akhir pernyataannya, Yudhis menegaskan komitmen Polda Banten dalam menindak tegas para pelaku PETI. “Ditreskrimsus Polda Banten selalu siap mengambil tindakan terhadap pelaku penambangan ilegal. Mari kita jaga kelestarian alam demi kehidupan yang lebih baik,” tutupnya. ***