InspirasiOpini

Zakat untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Kontroversi atau Solusi?

Oleh : Bung Eko Supriatno

Zakat itu bukan cuma soal uang yang mengalir, tapi tanggung jawab untuk menolong yang membutuhkan, bukan buat cari perhatian atau popularitas. Gotong royong itu, kalau tulus, gak cuma sekadar memberi, tapi memberi dengan cara yang benar.” — Bung Eko Supriatno

BANTEN, biem.coPernyataan Sultan Bachtiar Najamudin, Ketua DPD RI, yang mengusulkan pemanfaatan dana zakat untuk mendanai Program Makan Bergizi (MBG), telah memicu perdebatan yang cukup hangat di kalangan publik. Program yang bertujuan memberikan makanan bergizi kepada masyarakat kurang mampu ini, meski terdengar sebagai sebuah upaya mulia, justru menimbulkan pro dan kontra yang tajam.[1] Banyak yang menilai gagasan tersebut sebagai langkah cerdas untuk meringankan beban sosial, namun di sisi lain, ada yang khawatir bahwa pemanfaatan zakat untuk MBG bisa berisiko melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaan dana zakat.[2]

Zakat, sebagai salah satu rukun Islam yang memiliki makna mendalam, memiliki landasan kuat dalam ajaran agama. Sebagai instrumen redistribusi kekayaan, zakat seharusnya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang berhak menerimanya—fakir, miskin, amil, muallaf, budak, orang yang berhutang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan musafir.

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Tujuan dari zakat, sebagaimana ditetapkan dalam syariat, adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial dan mendukung kesejahteraan umat, tanpa melenceng dari koridor aturan yang berlaku.

Ketika Sultan Bachtiar Najamudin mengajukan ide untuk memanfaatkan dana zakat guna mendukung program MBG, tujuannya adalah untuk membantu masyarakat miskin mendapatkan asupan gizi yang lebih baik. Tentu saja, niatnya tidak bisa begitu saja dikesampingkan.

Program MBG yang menawarkan makanan bergizi gratis bagi mereka yang kurang mampu adalah sebuah inisiatif yang sangat relevan dengan kondisi sosial-ekonomi saat ini, di mana banyak kalangan bawah kesulitan mengakses kebutuhan dasar seperti gizi yang cukup.[3]

Namun, pertanyaannya adalah, apakah alokasi dana zakat untuk program ini sudah sesuai dengan tujuan syariat yang lebih luas?

Kritik terhadap usulan ini mengemuka terutama dari kalangan ulama dan pengamat keagamaan, yang menilai bahwa pengelolaan zakat harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip yang telah ditentukan dalam syariat.

Zakat seharusnya difokuskan untuk memberikan bantuan langsung kepada mereka yang memang berada dalam kondisi yang sangat membutuhkan, seperti fakir dan miskin, serta untuk tujuan yang lebih mendasar seperti pendidikan, perawatan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.[4]

Meskipun program MBG berpotensi memberikan manfaat besar bagi banyak orang, harus dipastikan bahwa pengelolaan dana zakat ini tidak menciptakan ketidaksesuaian antara tujuan utama zakat dengan penggunaannya.

Dari sudut pandang penulis, usul Sultan Bachtiar Najamudin mencerminkan dinamika baru dalam kebijakan publik, di mana solidaritas sosial dan keberpihakan kepada kelompok marginal sering kali menjadi isu sentral dalam setiap kebijakan.

Di satu sisi, Indonesia dikenal dengan semangat gotong royongnya yang sangat kental, yang bisa diterjemahkan dalam berbagai bentuk, termasuk melalui inisiatif seperti MBG.[5]

Di sisi lain, perlu adanya pengawasan yang ketat agar dana zakat tidak digunakan untuk program yang dapat menimbulkan dampak negatif, atau lebih parah lagi, bertentangan dengan prinsip syariah yang sangat mendasar.[6]

Jika dilihat dari konteks kebijakan sosial, alokasi dana zakat untuk program-program sosial seperti MBG bisa dianggap sebagai langkah progresif yang mengutamakan kepentingan rakyat kecil.

Namun, dari perspektif hukum Islam, harus ada kejelasan mengenai bagaimana dana zakat tersebut dikelola, dan apakah program seperti MBG benar-benar memenuhi kriteria syariat, atau justru hanya menjadi pemanis politik yang lebih menguntungkan segelintir pihak.

Maka, sebagai bangsa yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kebersamaan, penting bagi kita untuk terus mendalami dan mengkaji setiap langkah yang diambil dalam pengelolaan dana zakat.

Jangan sampai niat baik kita untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang kurang beruntung, justru malah berbalik menjadi masalah yang lebih besar di kemudian hari.

Program MBG, jika benar-benar diusulkan melalui pendekatan yang tepat dan dengan pemahaman yang mendalam tentang syariat, bisa menjadi langkah besar dalam mengurangi ketimpangan sosial.

Namun, jika tidak, maka risiko ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip syariah harus menjadi perhatian serius bagi kita semua.

Sebuah Gambaran Sosial

Sebagai bangsa, Indonesia memang dikenal dengan semangat gotong royongnya yang luar biasa.[7]

Dalam banyak kesempatan, masyarakat Indonesia terbukti dapat bahu-membahu, saling membantu dalam kondisi apapun. Inilah nilai yang telah terpatri dalam budaya kita, menjadikan semangat kebersamaan sebagai kekuatan sosial yang tak tergantikan.

Zakat, sebagai salah satu kewajiban dalam Islam, seharusnya menjadi wujud nyata dari semangat ini. Zakat bukan sekadar kewajiban finansial, tetapi juga merupakan bagian dari sistem redistribusi kekayaan yang diatur dalam syariat, dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan dan mempererat solidaritas antar sesama.

Namun, di balik semangat itu, muncul berbagai pertanyaan mengenai apakah program MBG, yang didorong oleh Sultan, benar-benar dapat mencerminkan semangat gotong royong yang tepat sasaran.[8] Zakat, dalam perspektif Islam, memiliki batasan yang cukup ketat. Ia tidak bisa digunakan sembarangan, apalagi untuk program-program yang tidak secara langsung terkait dengan pemenuhan kebutuhan delapan golongan asnaf yang telah ditetapkan syariat.

Namun, jika kita melihat dari perspektif yang lebih luas, mungkin sudah saatnya untuk mencari solusi yang lebih tepat dan lebih adil, yang tidak berbenturan dengan prinsip-prinsip syariah. Mengapa tidak mengadopsi semangat gotong royong ini dengan cara yang lebih inklusif dan adil, tanpa melibatkan dana zakat? Sebagai contoh, pemotongan penghasilan pejabat tinggi negara atau sektor swasta untuk mendanai program sosial semacam ini bisa menjadi alternatif yang lebih sesuai dengan asas keadilan sosial. Dengan cara ini, kita tetap menjaga keberlanjutan prinsip syariah, sekaligus memastikan bahwa semangat kebersamaan tetap terjaga.

Tidak dapat dipungkiri bahwa potensi zakat di Indonesia masih sangat besar dan belum sepenuhnya dikelola dengan maksimal. Sultan, dalam banyak kesempatan, menekankan betapa pentingnya untuk memanfaatkan potensi ini demi kemaslahatan umat. Namun, ia tampaknya melewatkan satu hal penting: mengelola zakat tidak hanya soal memanfaatkan potensinya, tetapi juga tentang menjaga agar penggunaannya tetap sesuai dengan aturan yang berlaku—baik itu aturan agama maupun hukum negara. Jika kita ingin membuat terobosan, kita harus memastikan bahwa terobosan tersebut tidak mengorbankan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan.

Perdebatan mengenai penggunaan dana zakat untuk program MBG ini menggambarkan betapa pentingnya dialog yang sehat dalam demokrasi. Kepala Staf Kepresidenan, Letjen TNI (Purn) AM Putranto, dengan tegas menolak gagasan Sultan, mengingat bahwa MBG sudah dianggarkan oleh pemerintah dan dikelola melalui mekanisme yang sah. Pandangan ini bukan tanpa alasan, mengingat jika dana zakat dialihkan untuk program pemerintah yang sudah dianggarkan, maka akan terjadi tumpang tindih yang dapat merugikan pihak-pihak lain yang seharusnya mendapatkan hak zakat mereka.

Selain itu, tidak sedikit pihak yang menganggap usulan Sultan sebagai “asbun” (asal bunyi), yang hanya menciptakan kegaduhan tanpa solusi konkret. Meskipun demikian, kritik ini adalah bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Dalam sistem demokrasi, pendapat yang berbeda seharusnya dianggap sebagai sebuah kesempatan untuk berdebat dan mencari solusi terbaik, bukan untuk dijadikan sebagai alat delegitimasi.

Sultan sendiri, dengan gaya retoris khasnya, terus menekankan potensi besar zakat yang belum dikelola secara optimal. Ia melihat zakat bukan hanya sebagai kewajiban individual, melainkan sebagai kekuatan kolektif yang dapat memberi dampak besar terhadap perubahan sosial. Meskipun demikian, ia perlu menyadari bahwa dalam mengelola zakat, kita harus tetap berhati-hati dan patuh pada regulasi yang ada. Prinsip kehati-hatian ini tidak hanya penting untuk menjaga keabsahan program sosial, tetapi juga untuk memastikan bahwa kita tidak tergelincir dalam niat yang baik menuju tindakan yang salah.

Kita harus mengakui bahwa zakat, dalam konsepnya yang asli, adalah sarana untuk memberdayakan umat dengan cara yang adil dan tepat sasaran. Jika kita ingin mengoptimalkan zakat untuk keperluan sosial, kita harus memastikan bahwa pengelolaan dan penggunaannya tidak melenceng dari tujuan utama syariat. Program MBG[9] memang dapat menjadi solusi sosial yang sangat penting, tetapi harus dicari cara-cara alternatif yang lebih sesuai dengan regulasi zakat, demi menjaga agar semangat gotong royong[10] ini tetap sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial dan hukum agama.

Gotong Royong dan Tanggung Jawab Sosial

Di ujung perdebatan ini, kita harus kembali bertanya pada diri kita sendiri: Apa yang sebenarnya ingin kita perjuangkan sebagai sebuah bangsa? Apakah solidaritas sosial hanya dapat diukur dengan angka dan material, seperti halnya dana zakat yang kita alokasikan untuk program-program tertentu? Atau, adakah cara lain yang lebih inklusif, yang tetap mengedepankan nilai-nilai agama tanpa harus mengorbankan prinsip dasar yang kita junjung tinggi? Ini adalah pertanyaan besar yang harus dijawab dengan bijak, terutama ketika kita berbicara mengenai kepentingan yang lebih luas—kepentingan bangsa dan umat manusia secara keseluruhan.

Sultan Bachtiar Najamudin, dengan gagasan kontroversialnya, telah membuka ruang untuk diskusi yang lebih mendalam tentang bagaimana kita bisa membangun bangsa yang lebih adil, inklusif, dan penuh empati. Meskipun usulnya mengenai pemanfaatan dana zakat untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengundang banyak kritik, tidak bisa dipungkiri bahwa ia telah berhasil menantang kita untuk berpikir ulang mengenai batas-batas solidaritas dan tanggung jawab sosial. Namun, dalam proses itu, kita harus lebih jeli dalam mempertimbangkan nilai-nilai yang ingin kita pertahankan, agar tidak melukai prinsip keadilan yang seharusnya menjadi dasar dari setiap kebijakan sosial.[11]

Penting untuk dipahami bahwa gotong royong sebagai nilai dasar bangsa Indonesia tidak selalu harus berbentuk material atau dana semata. Gotong royong dalam tradisi kita adalah tentang rasa saling peduli, kerja sama, dan pengorbanan tanpa mengharapkan imbalan. Ini adalah sebuah filosofi hidup yang mengedepankan kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Dalam konteks ini, adakah cara yang lebih baik untuk menunjukkan solidaritas sosial selain dengan melibatkan mereka yang memiliki lebih banyak, baik itu pejabat negara, pengusaha besar, atau masyarakat yang lebih mampu, untuk memberikan kontribusi mereka bagi kesejahteraan umum?

Di sinilah relevansi gagasan untuk mengalihkan sebagian penghasilan pejabat tinggi negara atau pelaku bisnis besar untuk mendanai program-program sosial seperti MBG menjadi penting. Langkah ini tidak hanya mencerminkan keadilan sosial yang lebih nyata, tetapi juga memberikan contoh yang baik bagi masyarakat luas bahwa para pemimpin negara tidak hanya mengandalkan aset publik, tetapi turut memberikan kontribusi dari kekayaan pribadi mereka. Ini adalah bentuk konkret dari tanggung jawab sosial yang lebih menyeluruh, yang tentu saja akan menginspirasi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam menjaga keberlanjutan kesejahteraan sosial.

Namun, jika kita berbicara tentang MBG atau program-program sosial lainnya, maka nilai gotong royong harus tetap menjadi dasar dari setiap kebijakan yang kita buat. Program sosial yang berhasil adalah yang tidak hanya menawarkan solusi materi, tetapi juga membangkitkan rasa empati dan kepedulian di dalam hati setiap individu. Program MBG, jika benar-benar ingin mencerminkan semangat bangsa Indonesia, harus dirancang dengan dasar semangat gotong royong yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, tanpa mengorbankan nilai-nilai keadilan dan kejujuran.

Usulan Sultan untuk memanfaatkan zakat, meskipun kontroversial[12], telah membuka peluang diskusi yang sangat penting.

Di satu sisi, ia memunculkan ide baru tentang bagaimana kita bisa memanfaatkan potensi besar yang ada di masyarakat untuk kebaikan bersama. Di sisi lain, ia juga menyadarkan kita bahwa setiap keputusan dalam pengelolaan dana publik dan zakat harus selalu memerhatikan prinsip-prinsip dasar syariat dan keadilan sosial yang sudah diatur dalam hukum negara.

Pada akhirnya, kita harus bertanya pada diri kita sendiri: Seberapa jauh kita siap mengorbankan egoisme demi kebaikan bersama? Apakah kita siap untuk berpikir lebih luas dan lebih inklusif dalam melihat setiap kebijakan, dengan tetap menjaga nilai-nilai luhur yang kita junjung tinggi? Sultan mungkin tidak salah dalam berharap bahwa zakat bisa menjadi kekuatan yang luar biasa untuk kebaikan sosial. Namun, seperti halnya kekuatan besar lainnya, zakat harus digunakan dengan penuh tanggung jawab dan kehati-hatian, agar tidak menyimpang dari tujuan mulia yang ingin dicapai.

Gotong royong, jika diterapkan dengan tepat dan sesuai dengan semangat kebersamaan yang telah menjadi ciri khas bangsa ini, tidak memerlukan pengorbanan nilai. Justru, jika dilaksanakan dengan benar, gotong royong akan memperkuat pijakan bangsa ini untuk menghadapi tantangan-tantangan besar di masa depan. Semangat berbagi yang tumbuh dari hati dan rasa tanggung jawab bersama adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, lebih sejahtera, dan lebih bersatu. Inilah nilai yang harus terus kita perjuangkan, agar Indonesia tetap tegak sebagai bangsa yang besar, berbudaya, dan penuh empati. Wallahu a’lam bishawab.****

Bung Eko Supriatno, penulis adalah Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Berita ANTARA. (2023). DPD usul zakat biayai MBG sebab DNA masyarakat Indonesia gotong royong. Diperoleh dari https://www.antaranews.com/berita/4583046/dpd-usul-zakat-biayai-mbg-sebab-dna-masyarakat-indonesia-gotong-royong
  2. CNN Indonesia. (2023). Sehari-hari. Diambil dari https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20231009140509-569-1008935/manfaat-gotong-royong-dan-contoh-penerapan-dalam-kehidupan-sehari-hari
  3. Detik. (2023). Pengertian Gotong Royong, Tujuan, Manfaat, Nilai yang Terkandung, dan Contohnya. Diambil dari https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7333460/pengertian-gotong-royong-tujuan-manfaat-nilai-yang-terkandung-dan-contohnya
  4. Kompas.com. (2023). Program Makan Bergizi Gratis Dimulai, 190 Dapur MBG Siap Beroperasi di 26 Provinsi. Diperoleh dari https://nasional.kompas.com/read/2025/01/05/20573731/program-makan-bergizi-gratis-dimulai-190-dapur-mbg-siap-beroperasi-di-26
  5. Kompas.com Lestari. (2023). Program Makan Bergizi Gratis Bisa Dorong Ekonomi Sirkular, Begini Skemanya. Diambil dari https://lestari.kompas.com/read/2025/01/10/110000186/program-makan-bergizi-gratis-bisa-dorong-ekonomi-sirkular-begini-skemanya
  6. Melintas.id. (2023). Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Langkah Dimulai Januari 2025: Strategi Pemerintah Menuju SDM Unggul di Indonesia. Diambil dari https://www.melintas.id/pendidikan/345469795/program-makan-bergizi-gratis-mbg-dimulai-januari-2025-langkah-strategis-pemerintah-menuju-sdm-unggul-di-indonesia
  7. Monitor Indonesia. (2023). DPR Nilai Zakat Tak Seharusnya Danai Makan Bergizi Gratis. Diambil dari https://monitorindonesia.com/politik/read/2025/1/601465/dpr-nilai-zakat-tak-seharusnya-danai-makan-bergizi-gratis
  8. OJK. Prinsip dan Konsep Dasar Perbankan Syariah. Diambil dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Prinsip-dan-Konsep-PB-Syariah.aspx
  9. VOI. (2023). Menag Tegaskan Pemerintah Terapkan Asas Keadilan pada Program Makan Bergizi Gratis. Diambil dari https://voi.id/berita/449316/menag-tegaskan-pemerintah-terapkan-asas-keadilan-pada-program-makan-bergizi-gratis
  10. VOI. (2023). Komisi VIII DPR: Usulan Penggunaan Zakat untuk Program MBG Hanya Picu Polemik Baru. Diambil dari https://voi.id/berita/452107/komisi-viii-dpr-usulan-penggunaan-zakat-untuk-program-mbg-hanya-picu-polemik-baru
  11. Gramedia. (2024, 10 Desember). Manfaat Gotong Royong Untuk Kehidupan Masyarakat Sosial. Diambil dari https://www.gramedia.com/literasi/manfaat-gotong-royong/

 

 

[1] DPR Nilai Zakat Tak Seharusnya Danai Makan Bergizi Gratis . (2023). Pantau Indonesia. Diambil dari https://monitorindonesia.com/politik/read/2025/1/601465/dpr-nilai-zakat-tak-seharusnya-danai-makan-bergizi-gratis

[2] DPD usul zakat biayai MBG sebab DNA masyarakat Indonesia gotong royong . (2023). Berita ANTARA. Diperoleh dari https://www.antaranews.com/berita/4583046/dpd-usul-zakat-biayai-mbg-sebab-dna-masyarakat-indonesia-gotong-royong

[3] Program Makan Bergizi Gratis Dimulai, 190 Dapur MBG Siap Beroperasi di 26 Provinsi . (2023). Kompas.com. Diperoleh dari https://nasional.kompas.com/read/2025/01/05/20573731/program-makan-bergizi-gratis-dimulai-190-dapur-mbg-siap-beroperasi-di-26

[4] Program Makan Bergizi Gratis Bisa Dorong Ekonomi Sirkular, Begini Skemanya . (2023). Kompas.com Lestari. Diambil dari https://lestari.kompas.com/read/2025/01/10/110000186/program-makan-bergizi-gratis-bisa-dorong-ekonomi-sirkular-begini-skemanya

[5] Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Langkah Dimulai Januari 2025: Strategi Pemerintah Menuju SDM Unggul di Indonesia . (2023). Melintas.id. Diambil dari https://www.melintas.id/pendidikan/345469795/program-makan-bergizi-gratis-mbg-dimulai-januari-2025-langkah-strategis-pemerintah-menuju-sdm-unggul-di-indonesia

[6] Prinsip dan Konsep Dasar Perbankan Syariah . OJK. Diambil dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Prinsip-dan-Konsep-PB-Syariah.aspx

[7] Sehari-hari . (2023). CNN Indonesia. Diambil dari https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20231009140509-569-1008935/manfaat-gotong-royong-dan-contoh-penerapan-dalam-kehidupan-sehari-hari

[8] Pengertian Gotong Royong, Tujuan, Manfaat, Nilai yang Terkandung, dan Contohnya . (2023). Detik. Diambil dari https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7333460/pengertian-gotong-royong-tujuan-manfaat-nilai-yang-terkandung-dan-contohnya

[9] Program Efek Pengganda Makan Bergizi Gratis (MBG) – INDEF. Diambil dari https://indef.or.id/en/publikasi/dampakmbg/

[10] Manfaat Gotong Royong Untuk Kehidupan Masyarakat Sosial . (2024, 10 Desember). Gramedia. Diambil dari https://www.gramedia.com/literasi/manfaat-gotong-royong/

[11] Menag Tegaskan Pemerintah Terapkan Asas Keadilan pada Program Makan Bergizi Gratis . (2023). VOI. Diambil dari https://voi.id/berita/449316/menag-tegaskan-pemerintah-terapkan-asas-keadilan-pada-program-makan-bergizi-gratis

[12] Komisi VIII DPR: Usulan Penggunaan Zakat untuk Program MBG Hanya Picu Polemik Baru . (2023). VOI. Diambil dari https://voi.id/berita/452107/komisi-viii-dpr-usulan-penggunaan-zakat-untuk-program-mbg-hanya-picu-polemik-baru

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button