InspirasiOpini

Optimalisasi Pencegahan Kasus Albi Kekerasan dalam Pendidikan untuk anak-anak di Masa Depan

Oleh: Fairuz Hilali, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

BANTEN, biem.co – Kekerasan dalam konteks pendidikan adalah masalah serius yang berdampak pada perkembangan psikologis dan sosial anak-anak. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap isu ini semakin meningkat, khususnya di Indonesia.

Data menunjukkan bahwa insiden kekerasan di sekolah, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik, terus mengalami peningkatan. Kasus yang menimpa Albi Rufi Ozara, seorang siswa kelas 3 SD di Jayamukti, Kabupaten Subang, Jawa Barat, menyoroti pentingnya penanganan serius terhadap masalah perundungan di sekolah.

Albi menjadi korban perundungan yang berujung pada kekerasan fisik yang menyebabkan ia meninggal dunia setelah 6 hari dirawat di ruang ICU RSUD Ciereng Subang. Kejadian ini bermula ketika korban dimintai uang oleh kakak kelasnya, dan setelah korban menolak untuk memberi, terjadilah kekerasan fisik yang menyebabkan luka berat pada tubuhnya.

Pernyataan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Subang mengonfirmasi bahwa korban sebelumnya sudah mengalami perundungan. “Informasi yang diterima menyebutkan bahwa kejadian ini berlangsung selama korban bersekolah pada Selasa hingga Sabtu, dan kemudian korban mengeluh tidak bisa masuk sekolah pada Senin hingga Rabu.

Pada hari Kamis, kondisi korban semakin memburuk dan akhirnya dibawa ke rumah sakit. Kejadian ini menunjukkan adanya eskalasi kekerasan, mengingat sebelumnya korban pernah mengalami perundungan, namun kekerasan kali ini jauh lebih parah dan mengarah pada ancaman jiwa.”

Namun, kejadian kali ini disebut sebagai bentuk kekerasan yang jauh lebih serius” oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kekerasan fisik yang dialami Albi menunjukkan betapa seriusnya dampak dari perundungan yang tidak segera ditangani dengan tepat.

Perundungan, terutama yang berakhir dengan kekerasan fisik, dapat menyebabkan dampak psikologis yang mendalam pada korban. Jika tidak ditangani dengan segera, perundungan ini bisa berkembang menjadi kekerasan yang lebih berat, bahkan mengancam keselamatan jiwa.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya peran semua pihak dalam melindungi anak-anak dari kekerasan, baik di lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Langkah preventif yang lebih tegas serta edukasi mengenai bahaya perundungan perlu terus dilakukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Proses hukum yang jelas dan adil sangat diperlukan untuk memberikan keadilan bagi Albi dan sebagai bentuk pertanggungjawaban bagi pelaku perundungan. Selain itu, sekolah harus meningkatkan pengawasan serta menyediakan saluran yang aman bagi siswa untuk melaporkan perundungan.

Membentuk sistem dukungan untuk korban perundungan juga sangat penting agar mereka merasa dilindungi dan mendapatkan bantuan yang layak.

Pentingnya Mencegah Kekerasan di Sekolah
Kekerasan di sekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti perundungan, kekerasan fisik, dan pelecehan seksual. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), pada tahun 2023 tercatat lebih dari 15.120 kasus kekerasan terhadap anak, menunjukkan peningkatan lebih dari 50% dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, hingga September 2024, tercatat 11.624 kasus kekerasan anak, menurun 13% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari angka tersebut, 9.134 korban adalah laki-laki, dan 3.752 korban adalah perempuan. Statistik ini menggarisbawahi pentingnya peran institusi pendidikan dalam mencegah dan menangani kekerasan.

Sekolah idealnya menjadi lingkungan yang aman untuk belajar dan berkembang. Namun, realitas menunjukkan bahwa kekerasan di sekolah sering kali menimbulkan trauma bagi siswa. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret untuk memastikan pencegahan kekerasan secara menyeluruh.

Strategi untuk Mencegah Kekerasan

Pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK)
TPPK berperan sebagai ujung tombak dalam mencegah kekerasan di sekolah. Anggota tim ini memerlukan pelatihan khusus untuk mengenali dan mengantisipasi potensi kekerasan sebelum menjadi masalah serius.

Selain itu, TPPK harus aktif melakukan sosialisasi kepada siswa dan orang tua guna menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.

Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) memiliki berbagai tanggung jawab, antara lain:

  1. Memberikan edukasi kepada siswa dan orang tua mengenai pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman.
  2. Menangani laporan dugaan kekerasan yang terjadi di sekolah dan mengambil langkah lanjutan sesuai kebutuhan.
  3. Mengajukan program atau kegiatan untuk pencegahan kekerasan kepada kepala satuan pendidikan.
  4. Memberikan pendampingan kepada korban kekerasan, termasuk merujuk mereka ke layanan yang relevan.

Pembentukan TPPK di setiap sekolah harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu setelah regulasi pemerintah diberlakukan, seperti diatur dalam Permendikbud No. 46 Tahun 2023 terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.

Pelatihan untuk Guru dan Tenaga Pendidik
Guru perlu dibekali pelatihan agar mampu mengidentifikasi serta menangani kasus kekerasan dengan tepat. Dengan wawasan yang memadai, mereka dapat lebih siap menghadapi situasi yang berpotensi menimbulkan kekerasan.

Pelatihan ini juga sebaiknya mencakup pendekatan psikologis agar guru dapat memberikan dukungan emosional kepada siswa yang membutuhkan.

Pelatihan yang diberikan kepada guru sebaiknya mencakup:

  1. Melatih guru untuk mengenali tanda-tanda awal kekerasan.
  2. Memberikan teknik penanganan kasus kekerasan secara efektif.
  3. Mengajarkan cara memberikan dukungan emosional kepada siswa yang mengalami trauma.

Kolaborasi dengan Berbagai Pihak Terkait
Pencegahan kekerasan membutuhkan sinergi antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Sebagai contoh, Dinas Pendidikan dapat bermitra dengan aparat hukum untuk mengedukasi siswa dan masyarakat mengenai peraturan terkait kekerasan anak. Di sisi lain, tokoh masyarakat dan agama dapat dilibatkan dalam kampanye anti-kekerasan guna memperluas kesadaran publik.

Beberapa bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan, antara lain:

  1. Menyelenggarakan seminar atau lokakarya tentang pencegahan kekerasan dengan melibatkan pihak berwenang dan tokoh masyarakat.
  2. Mengadakan kampanye anti-kekerasan melalui media sosial atau kegiatan komunitas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Kampanye Kesadaran Anti-Kekerasan
Mengadakan kampanye kesadaran anti-kekerasan di sekolah, seperti seminar, workshop, atau kegiatan ekstrakurikuler, dapat memperkuat nilai saling menghormati di antara siswa. Kegiatan ini juga dapat membentuk karakter siswa yang menghargai perbedaan dan toleransi.

Strategi Kampanye Kesadaran

  1. Menyelenggarakan kegiatan yang fokus pada pengembangan karakter positif siswa.
  2. Mengundang narasumber ahli untuk memberikan wawasan tentang dampak kekerasan.
  3. Menggunakan platform media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan positif terkait anti-kekerasan.

Integrasi Nilai Anti-Kekerasan dalam Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka memungkinkan sekolah untuk memasukkan nilai-nilai anti-kekerasan ke dalam proses belajar-mengajar. Melalui pendekatan ini, siswa diajarkan empati dan toleransi sejak dini, menciptakan budaya saling peduli di lingkungan sekolah.

Integrasi Nilai Anti-Kekerasan dalam Kurikulum

  1. Memasukkan pembelajaran tentang nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan ke dalam kurikulum.
  2. Melibatkan siswa dalam kegiatan sosial yang bertujuan untuk mencegah kekerasan.
  3. Mengadakan diskusi tentang isu sosial dan kekerasan untuk mendorong siswa berbagi pandangan dan solusi.

Melalui integrasi ini, diharapkan siswa dapat tumbuh menjadi individu yang mampu menyelesaikan konflik dengan damai.

Peran Keluarga dalam Pencegahan Kekerasan
Keluarga memiliki kontribusi besar dalam mencegah kekerasan di sekolah. Orang tua diharapkan memberikan pendidikan moral dan mengajarkan cara menyelesaikan konflik dengan baik di rumah.

Dengan melibatkan orang tua dalam proses pendidikan, upaya mencegah kekerasan dapat lebih efektif. Keterlibatan Keluarga dalam Pencegahan Kekerasan:

  1. Mengadakan seminar tentang pentingnya pendidikan moral dan dampak kekerasan.
  2. Mendorong dialog antara orang tua dan anak untuk membahas isu-isu terkait kekerasan.
  3. Mengajak orang tua untuk berkontribusi dalam kegiatan sekolah yang berfokus pada pencegahan kekerasan.

Pencegahan kekerasan di dunia pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Dengan melibatkan semua pihak dan mengimplementasikan strategi yang tepat, lingkungan belajar yang aman dan kondusif dapat terwujud.

Selain mengurangi angka kekerasan, langkah ini juga membantu membentuk generasi muda yang lebih baik dan berkualitas. (Red)

Fairuz Hilali, penulis adalah mahasiswa aktif di Universitas Sultan Ageng Tirtyasa, yang saat ini fokus pada pengembangan keterampilan di bidang komunikasi, media, dan public relations. Dengan semangat untuk belajar dan beradaptasi, saya terlibat dalam berbagai kegiatan kuliah dan magang yang memperdalam pengetahuan serta pengalaman saya di industri media, komunikasi, public relations. Saya percaya bahwa komunikasi yang efektif adalah kunci untuk membangun hubungan yang kuat dan mencapai tujuan bersama.

 

DAFTAR PUSTAKA

BBPMP Jabar. (2024). Pendekatan terintegrasi pencegahan kekerasan di satuan pendidikan. Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Barat. Diakses pada: 29 November 2024, dari https://www.bbpmpjabar.id/pendekatan-terintegrasi-pencegahan-kekerasan-di-satuan-pendidikan/

Dindikpora Banjarnegara. (2024). Optimalisasi fungsi ULD dan sosialisasi pencegahan kekerasan. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Banjarnegara. Diakses pada: 29 November 2024, dari http://dindikbna.info/artikel/100-optimalisasi-fungsi-uld-dan-sosialisasi-pencegahan-kekerasan-di-satuan-pendidikan

Kemenko PMK. (2024). Pencegahan dan penanganan kekerasan satuan pendidikan. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Diakses pada: 29 November 2024, dari https://www.kemenkopmk.go.id/pencegahan-dan-penanganan-kekerasan-satuan-pendidikan-tanggung-jawab-multipihak

Kompasiana. (2024). Pentingnya optimalisasi tim pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah. Kompasiana. Diakses pada: 29 November 2024, dari

https://www.kompasiana.com/akbarisation/67089ab7c925c4769d31f332/pentingnya-optimalisasi-tim-pencegahan-dan-penanganan-kekerasan-di-sekolah?lgn_method=google&google_btn=onetap

Rahayu, S. R., Sari, R., & Anwar, M. S. (2023). Optimalisasi pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah SMP N 2 Tukak Sadai Kecamatan Tukak Sadai Kabupaten Bangka Selatan.  Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), SNPPM2023SH-33–SNPPM2023SH-39. Retrieved from Diakses pada: 29 November 2024, dari https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/snppm/article/view/39386

TVOne. (2023, November 30). Miris, perundungan sekolah memakan korban lagi [Video]. YouTube. Diakses pada: 1 Desember 2024, dari

https://www.youtube.com/watch?v=k2hEMexJ83s

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button