Ketahanan PanganOpiniTerkini

Peran Ahli Pangan Menghadapi Penurunan Ketersediaan Bahan Pangan Seiring Pertambahan Jumlah Penduduk

Oleh: Amany Awfa Tsania, Mahasiswi Pascasarjana Prodi Ilmu Pangan IPB University

Pangan merupakan penopang utama dalam kehidupan manusia. Peningkatan jumlah penduduk terus terjadi dari tahun ke tahun. PBB memperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2050 akan mencapai 300 juta jiwa sehingga kebutuhan akan penyediaan pangan juga ikut meningkat. Peningkatan jumlah penduduk dengan pemenuhan kebutuhan pangan berbdaning lurus sehingga berdampak pada penurunan sumber daya pangan apabila tidak dikelola dengan baik. Penduduk yang terus bertambah membutuhkan lahan untuk menjadi tempat tinggal mengakibatkan terjadi pengurangan konversi lahan sawah. Selain itu, perubahan iklim global ikut menyumbangkan dampak negatif pada sektor pertanian. Tanaman padi yang relatif sensitif terhadap perubahan iklim dapat mengancam ketersediaan beras yang menjadi bahan pangan pokok masyarakat Indonesia. Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai orang yang belajar dalam bidang ilmu pangan perlu menganalisis potensi dan pengembangan pangan lokal untuk menjadi sumber karbohidrat bagi masyarakat (Sarinah dkk. 2023).

Indonesia yang merupakan negara agraris mampu menyediakan bahan baku dalam melakukan inovasi pangan lokal. Bahan hasil pertanian seperti jagung, ubi kayu, pisang, dan ubi jalar merupakan komoditas pangan dengan perkembangan produksi yang tinggi. Hal ini memperluas kemungkinan untuk dianalisis potensinya untuk menjadi pangan lokal sehingga tidak hanya ketergantungan dengan beras sebagai pangan utama. Tanaman singkong merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan seluruh bagian tanamannya dari batang, daun, dan kulit. Bagian umbi singkong dapat diolah menjadi MOCAF (modified cassava flour)., mie, keripik, kerupuk, dodol, dan lain-lain. Bagian kulit singkong dapat digunakan sebagai bahan baku karbon aktif, pentol bakar, gula cair, pakan ternak, dan prol tape. Kolaborasi bahan pangan dengan teknologi pengolahan sangat diperlukan untuk menjaga ketersediaan bahan pangan dan kemajuan pengembangan pangan local (Sarinah dkk. 2023).

Penerapan teknologi pengolahan pangan dapat dicontohkan seperti pengolahan tanaman pangan sagu dengan bantuan enzim amilase dan glukoamilase dapat berfungsi untuk menghidrolisis pati sagu menjadi sirup glukosa. Penggunaan enzim xilanase dan glukanase pada pengolahan ubi jalar juga dapat meningkatkan kualitas tekstur pada tepung ubi jalar yang dihasilkan. Enzim membantu pemecahan serat dalam tepung sehingga pemakaiannya akan meningkatkan sifat fisik hasil produk akhir seperti roti atau kue (Wijaya et al. 2019). Proses fermentasi tempe dan oncom juga membutuhkan bantuan enzim yang dihasilkan mikroorganisme dalam memecah protein, lemak, dan karbohidrat sehingga meningkatkan cita rasa serta gizinya (Purwati et al. 2019). Susu kerbau yang difermentasi dengan enzim protease dan lipase juga membantu pemecahan protein dan lemak sehingga menghasilkan aroma dan rasa khas serta nilai gizi yang bertambah (Santos et al. 2019).

Pengembangan beras analog yang dapat menggantikan beras berbahan padi dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras padi. Namun, faktanya masyarakat masih kurang berminat terhadap pengkonsumsian beras analog karena kurangnya informasi mengenai manfaat gizi serta kualitas sensori beras analog singkong (Supriadi dan Ubaidillah, 2015). Masyarakat berasumsi jika rasa yang dihasilkan beras analog singkong tidak dapat disukai sehingga pengonsumsiannya masih rendah. Hal ini menjadi tugas bagi ahli pangan untuk dapat memberi edukasi lebih luas supaya meningkatkan minat untuk mengkonsumsi beras analog singkong yang mampu menjelaskan secara singkat mengenai pengolahannya dan nilai gizinya (Wu et al. 2020).

Teknologi pasca panen yang tepat juga mempengaruhi kualitas bahan hasil pertanian yang akan diolah. Penyimpanan dengan suhu rendah, pengeringan yang tepat, penggunaan pengemasan yang efektif, dan transportasi yang baik sangat mempengaruhi kualitas bahan pangan dan mengurangi waste food. Biji-bijian, buah, dan sayuran dapat mengurangi kadar air dan mencegah pertumbuhan jamur. Pengeringan yang efektif dapat dilakukan dengan metode pengeringan alami (matahari) atau pengeringan mekanis (oven) (Mujamdar, 2015). Penyimpanan suhu rendah atau cold storage dapat memperpanjang umur simpan produk segar seperti buah dan sayuran. Teknologi atmosfer terkendali (Controlled Atmosphere Storage) berfungsi dalam menjaga kdanungan gas oksigen dan karbon dioksida sehingga memperlambat respirasi dan pematangan (Opara dan Al-Jufaili, 2020).

Pengemasan dengan vacuum packing sangat membantu untuk memperpanjang umur simpan karena mengurangi kontak produk dengan oksigen. Sarana transportasi yang dilengkapi pendingin, ventilasi, dan penanganan fisik sangat penting untuk mengurangi kerugian pasca panen selama pengiriman ke tujuan (Thompson, 2019). Tidak dapat dipungkiri, kebijakan pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan ditunjukkan dalam peran aktif pemerintah dalam membangun sistem ketahanan pangan yang baik dan berdaya tahan. Pemberian subsidi pupuk dan benih, pembangunan infrastruktur pertanian, peningkatan kualitas sumber daya manusia petani (pelatihan praktik pasca panen yang baik, penyimpanan hasil panen yang tepat, teknik pengeringan, dan cara pengemasan), pemberian kredit pertanian dan lain-lain dapat memberikan dampak positif pada peningkatan produksi pangan nasional dan mendukung  swasembada pangan (Kader, 2016; Kitinoja dan Thompson 2016).

Amany Awfa Tsania, Penulis adalah Mahasiswi Pascasarjana Prodi Ilmu Pangan IPB University.

 

DAFTAR PUSTAKA 

Kader AA. 2016. Improving postharvest technology to reduce losses in horticultural crops. Postharvest Biology dan Technology. 120: 11-16. https://doi.org/10.1016/j.postharvbio.2016.05.006.

Kitinoja L dan Thompson JF. 2016. Educating small-scale farmers in postharvest hdanling practices to reduce losses. Journal of Agricultural Extension dan Rural Development. 8(3): 45-54. https://doi.org/10.5897/JAERD2016.0813.

 

Mujumdar AS. 2015. Advances in drying technology for post-harvest processing. Journal of Food Engineering. 167: 1-8. https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2015.03.015.

Opara LU dan Al-Jufaili S. 2020. Postharvest hdanling dan quality control of fresh produce in developing countries. Food Reviews International. 36(3): 230-247. https://doi.org/10.1080/87559129.2020.1705714.

Purwati T, Sari NP, dan Widjanarko SB. 2019. Fermentation dan nutrient improvement in tempe. Journal of Food Science dan Technology. 56(3): 1201-1208. https://doi.org/10.1007/s13197-018-03677-2.

Santos ML, et al. 2019. Lipase in dairy fermentation: improving aroma dan taste. Journal of Dairy Science. 102(3): 2103-2115. https://doi.org/10.3168/jds.2019-16382.

Sarinah K, Jusuf H, Aulia U, Hadju V, Zainuddin, dan Nurbaeti T. 2023. Inovasi Pengolahan Pangan Lokal Berbahan Umbi dan Limbah Kulit Singkong. 6(3): 1111-1120. DOI:10.56338/jks.v6i9.4091.

Supriadi S dan Ubaidillah S. 2015. Pengaruh Metode Ekstrusi terhadap Pembuatan Beras Analog Berbasis Tepung Singkong. Jurnal Teknologi Pangan Indonesia. 12(2): 45-52.

Thompson JF. 2019. Postharvest transportation dan logistics: An integral part of supply chain management for fresh horticultural crops. Postharvest Biology dan Technology. 158. 110982. https://doi.org/10.1016/j.postharvbio.2019.110982.

Wijaya R, Putri DA, dan Susanto H. 2018. Enzymatic conversion of sago starch to glucose syrup. Journal of Agricultural Science. 10(4): 145-152. https://doi.org/10.5539/jas.v10n4p145.

Wu J, Zhang W, dan Chen Y. 2020. Effect of xylanase on cassava flour products. Food Research International. 126. 108619. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2020.108619.

Editor: admin

Tulisan yang Tak Kalah Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button