JAKARTA, biem.co – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) berkolaborasi dengan Dharma Wanita Persatuan (DWP) dalam menyelenggarakan webinar bertajuk “Peran Dharma Wanita Persatuan Dalam Pencegahan dan Penanganan kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan,” pada Jumat (15/3). Kolaborasi ini merupakan komitmen para pemangku kepentingan dalam percepatan dan penguatan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, dengan menghadirkan sejumlah narasumber untuk saling berbagi terkait topik tersebut.
Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, memaparkan bahwa sejak Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) diterbitkan, saat ini sudah lebih dari 369 ribu satuan pendidikan di semua jenjang membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Selain itu, di level pemerintah daerah, sebanyak 20 provinsi dan 314 kabupaten/kota pun telah membentuk Satuan Tugas atau Satgas PPKSP.
Lebih lanjut, Suharti menekankan bahwa tujuan program ini tidak sebatas membentuk TPPK dan Satgas PPKSP saja, namun juga memastikan mereka bekerja untuk melakukan pembinaan, pemantauan, dan memastikan adanya tindak lanjut terhadap tindak kekerasan yang terjadi. “Tim ini adalah garda terdepan, sehingga ketika terjadi kekerasan, masyarakat tahu kepada siapa mereka harus melapor,” pungkasnya.
Senada dengan itu, Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, menyoroti bahwa tujuan dari Permendikbudristek PPKSP adalah agar seluruh lapisan masyarakat dapat terlibat dalam melakukan pencegahan kekerasan dan bagaimana proses penanganan dapat dilakukan tanpa berpihak pada kepentingan golongan.
Dalam Permendikbudristek PPKSP, terdapat tiga aspek yang menjadi tugas utama sekolah, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek dalam pencegahan kekerasan, yaitu penguatan tata kelola, edukasi, dan penyediaan sarana prasarana. Menurut Chatarina, keterlibatan DWP adalah untuk memastikan agar satuan pendidikan dapat melaksanakan tiga aspek tersebut dengan baik. “Ibu-ibu yang anaknya ada di sekolah, bisa melihat apakah sekolah mereka sudah memiliki dan melaksanakan tiga kewajiban tersebut. Selain itu, ibu-ibu juga dapat bergabung menjadi anggota TPPK,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Iskandar, mengapresiasi pembentukan TPPK dan Satgas PPKSP di lingkungan satuan pendidikan. Namun ia juga menyebut perlunya pelatihan khusus yang komprehensif terkait perspektif korban dan perspektif gender bagi tim. “Kita harus menjadi pihak yang memulihkan, dan tidak melakukan victim blaming,” ungkapnya.
Selain itu, Livia menyampaikan bahwa LPSK telah berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam penanganan kasus kekerasan, “Salah satunya kami bekerja sama dengan dinas sosial, misalnya untuk pengamanan pelaku, mengingat berdasarkan data, pelaku kekerasan mayoritas adalah orang terdekat.”
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul, Nunuk Setyowati, membagikan sejumlah praktik baik dalam pencegahan dan penanganan kekerasan yang telah diimplementasikan di daerahnya. Sejak tahun 2023, Kabupaten Gunungkidul telah mendapat predikat inklusif dan ramah anak. “Kami terus memastikan sumber daya manusia giat menyosialisasikan pentingnya PPKSP di satuan pendidikan. Peraturan daerah dan peraturan gubernur di daerah kami terkait kekerasan ini pun telah dibentuk. Selain itu, Program Organisasi Penggerak juga sangat aktif di sekolah untuk melakukan kegiatan PPKS. Bahkan masyarakat di lingkungan RT dan RW sangat mendukung adanya PPKSP ini,” paparnya.
“Kami juga berkolaborasi dengan DWP di daerah kami, yang memiliki 23 unit dengan anggota hampir 4.000. DWP kami sering turun ke lapangan untuk melakukan sosialisasi tentang bagaimana sekolah menjadi ruang yang aman dan nyaman,” jelasnya.
Psikolog Anak, Mario Manuhutu, memandang bahwa segala upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada anak ini memang penting untuk dilakukan, terlebih ketika melihat dampaknya bagi tumbuh kembang anak. Ia menjelaskan bahwa kekerasan yang dialami anak-anak, baik fisik, psikis, maupun seksual, akan berdampak pada perkembangan otak yang tidak optimal. “Kalau pikirannya terus dipenuhi rasa takut, anak pun tidak akan bisa belajar. Tak hanya itu, trauma ini pun akan dirasakan hingga mereka dewasa.”
Webinar yang dilaksanakan secara hybrid ini diikuti oleh 1.300 peserta yang hadir baik secara luring di Gedung A Kemendikbudristek, maupun secara daring melalui Zoom. Webinar dibuka oleh Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, serta dihadiri oleh Sekretaris Jenderal DWP, Dewi Arif Hakim, mewakili Ketua Umum DWP (Franka Makarim), beserta Dewan Penasehat DWP antara lain Dina Budi Arie (Kominfo), Annisa Yudhoyono (ATR/BPN), Ketut Putu Jayan (BSSN), Ratna Mirah Arifin T (ESDM), Sritanti Rhamdani (BP2MI), Metty Herindra (Kemenhan), Ernawati Trenggono (KKP), Lilia A Dohong (KLHK), dan Nurlaili Hani’ah Kinanggi (ATR/BPN) dan para pengurus DWP provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia secara daring. (Red)